Part 19

123 21 4
                                    

Setelah beberapa hari dirawat di rumah sakit, Ais sudah kembali pada aktifitasnya, bekerja. Kedua orang tuanya pun juga sudah pulang. Ia bersyukur karena ia pulang lebih dulu daripada ayah dan ibunya walaupun pada akhirnya kedua orang tuanya mengetahui. Setidaknya, ia tidak terlalu membuat mereka begitu khawatir.

Di sisi lain ada yang membuat Ais bingung semalaman. Ia mendapat kabar kalau jam kerjanya dirubah. Bukan dirubah menjadi shift pagi atau shift siang, melainkan mulai hari ini ia mengajar dari jam tujuh pagi sampai jam lima sore. Mau tidak mau siswa yang jam enam harus dipindah ke instruktur lain. Ia juga dilarang mengambil jam lembur. Ia harus selesai jam lima sore. Jam lima mobil harus sudah terparkir cantik di garasi. Semua kabar itu ia dapat dari Luna. Saat ditanya, Luna hanya menjawab, "Yang nyuruh Pak Jojo, Mbak, karena mbak cewek." Jawaban yang tidak memuaskan. Ya ... Ais memang cewek. Terus kalau cewek kenapa? Ais tidak mengerti dengan jalan pikiran bosnya itu. Ia harus menemui bos Jojo. Meminta penjelasan yang lebih detail lagi.

"Is, gimana hubungan kalian?" tanya bu Sarah yang sedang mencuci piring dan Ais yang sedang menikmati sarapannya.

"Hubungan Ais?" tanya Ais pura-pura tidak mengerti.

"Hubungan kamu dengan Nues. Baik-baik aja, kan?" Sarah menaruh piring di rak.

"Iya."

"Biar Ibu aja yang nyuci piringnya. Udah kamu berangkat sana, supir kamu udah nungguin dari tadi tuh," goda Sarah.

Ais masih duduk di meja makan tanpa mau bergerak sedikitpun.

"Udah sana. Kasian tukang ojeknya nungguin."

"Supir apa tukang ojek sebenarnya?"

"Calon imam." Bu Sarah terkekeh di selesai berucap seperti itu. Ia melihat anaknya yang sudah memasang wajah datar.

"Ais berangkat. Wassalamu'alaikum." Ais meraih tangan kanan Sarah dan menciumnya.

"Waalaikumsalam."

Sampai di depan rumah, Ais melihat Nues yang sudah berdiri di sebelah motornya. Mulai hari ini sampai seminggu ke depan Ais diantar jemput oleh Nues. Itu aturan Nues dan lagi-lagi tidak ada penolakan serta sudah di setujui oleh kedua orang tua Ais. Ais merasa menjadi tersangka yang sudah tidak bisa berbuat apa-apa lagi.

"Pagi calon makmumnya, Nues," sapa Nues dengan menampilkan senyuman termanisnya.

"Shubuh," jawabnya dengan malas.

"Bisa aja kamu." Nues ingin mengacak rambut Ais, tapi gadis itu lebih sigap. Seperti sudah ada sirinenya, ia langsung menjauh dari Nues. Ia tahu Nues mau bertindak apa.

"Jangan macem-macem!" ancamnya dengan tatapan mendelik. Nues memanyunkan bibirnya. Tetap saja tidak bisa untuk menyentuh gadisnya. Ia pikir setelah keluar dari rumah sakit sikap gadis yang tengah berdiri di depannya itu sedikit melunak, tapi kenyataannya tak seperti itu, masih saja galak.

"Sini majuan dikit, aku pakein helmnya," pintanya begitu manis diikuti seulas senyum.

"Saya punya dua tangan yang masih berfungsi."  Ais langsung merebut helm dari tangan Nues dan memakainya. "Buruan berangkat!" lanjutnya.

"Galak banget. Untung sayang."

"Buruan!"

"Iya, Sayang." Nues mengelus dadanya agar bisa tetap sabar menghadapi Ais yang semakin galak. Pria berhoodie hitam itu menaiki motornya. Menyalakan mesin kemudian melajukan motornya.

***

"Mbak Aiiiiiis." Panggil Luna dengan sedikit berteriak. Berlari menghampiri gadis itu. "Akhirnya Mbak Ais udah bisa masuk." Luna langsung memeluk gadis yang tengah berjalan menuju kantor. Luna memeluk Ais begitu manja seolah sudah lama tak bertemu dengan kakaknya. Ais menjadi kesusahan untuk berjalan.

Tender Love (Judul sebelumnya 'ICE')Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang