Part 16

108 16 2
                                    

Kamu tak tahu rasanya hatiku
Saat berhadapan kamu
Kamu tak bisa bayangkan jadi diriku
Yang masih cinta

Lagu milik band Kotak berdendang di telinganya melalui headset. Gadis itu duduk termenung di atas kasur sambil mendengarkan lagu. Sendiri. Kesendirian lah yang membuat dirinya langsung rapuh begitu saja. Memang Ais tidak bisa menunjukkan sedihnya di depan orang lain, tapi ketika ia sendiri, tembok yang kokoh untuk melindungi tegar di hidupnya seakan langsung roboh kala terkena ombak kesendirian.

Ais meraup wajahnya dengan kasar. Ia pikir dengan menutup hatinya semua yang terjadi di masa lalu akan menghilang begitu saja, tersapu oleh angin topan. Namun, tidak semudah yang ia bayangkan. Di saat ia hampir bisa melupakan masa lalunya, kini dia hadir kembali tanpa diminta. Yang lebih membuat hatinya sesak, setelah sekian lama, pertemuan pertamanya dengan Lukman, pria itu bersama dengan kekasihnya. Gadis yang membuat hubungan mereka harus berakhir. Itu membuat benteng pertahanan Ais hancur seketika. Luka lama kembali lagi. Mungkin itu judul yang cocok untuknya sekarang.

Semakin ia memikirkan hal itu membuat kepalanya semakin pusing. Ia memilih mengakhiri lagu yang sedang berputar. Membaringkan tubuhnya dan mulai memejamkan matanya. Berharap esok akan lebih baik.

***

Matahari yang baru saja muncul sudah menampakkan cahaya yang begitu indah. Paginya Ais dengan sedikit kebebasan karena siswa yang jam enam libur, jadi ia bisa sedikit lebih santai. Kalau biasanya dikejar waktu, kini ia bisa berangkat sedikit lebih siang, akan tetapi tidak terlalu siang juga karena harus mampir ke apotek yang buka dua puluh empat jam. Ia merasa tidak enak badan, rasa capai merasuk ke dalam tubuhnya secara tiba-tiba. Sepertinya ia membutuhkan obat untuk memulihkan kondisinya agar tidak tumbang.

Setelah membeli obat dan air mineral, ia duduk di atas motor. Memakan roti yang sempat ia bawa dari rumah karena kedua orang tuanya belum juga pulang.
Ia berharap dengan minum obat, bisa sehat kembali. Ia paling benci dengan yang namanya sakit. Sakit hanya menyiksa dirinya saja dan membuatnya terlihat lemah.

***

"Loh, Is, muka lo pucet. Lo sakit?" tanya pak Dani yang menyadari kalau Ais terlihat beda dari biasanya.

"Enggak, Pak Dan, gue gak pa-pa." Ais duduk di sebelah pak Cahyo. Mereka semua ngumpul di warung depan untuk menunggu siswa yang akan belajar. Mencomot satu tempe goreng dan satu buah cabai.

"Kalo gue lihat-lihat enggak pucet, sih, cuma keliatan buluk," sahut pak Cahyo mengamati wajah Ais dengan seksama.

"Terus aja, Pak, hina gue." Ais mendengkus. Pak Cahyo tersenyum puas. Manusia satu itu tidak bisa kalau tidak menggoda Ais hingga gadis itu meledak-ledak.

"Ais mana bisa sakit, dia kan kuat," ledek pak Agus.

"Bisa aja, ya, Pak Agus, kalo ngatain," timpal Ais.

Aksi bercandaan berlangsung sampai satu per satu dari mereka pergi untuk mengajar yang meninggalkan pak Key seorang diri.

***

"Mbak," panggil Luna yang sibuk dengan komputernya untuk mengecek laporan yang sudah ia data. Ais duduk di kursi customer.

"Apa?"

"Siswa atas nama Joseph ini, loh, Mbak, bayar empat ratus ribu, udah belajar lima kali, tapi liburnya lama banget, dihubungi juga susah padahal waktunya pelunasan."

"Dia kabur karena udah bisa."

"Apa iya, Mbak?" Luna tampak berpikir. Tidak percaya kalau pria yang tengah mereka bicarakan seperti itu karena pria itu terlihat baik dan bahkan begitu sopan.

Tender Love (Judul sebelumnya 'ICE')Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang