Part 26 A

127 18 13
                                    

Semakin hari hubungan Ais dan Nues semakin membaik dan tentunya Ais menjadi sosok yang sedikit berbeda dari yang sebelumnya walaupun terkadang sifat sinisnya muncul.

Nues sudah rapi dengan style casual-nya. Ia tersenyum mengingat Ais sudah mau menerimanya dengan sepenuh hati. Ia mengetuk pintu rumah yang bercat hijau. Tak selang beberapa waktu, pintu pun terbuka.

"Assalamu'alaikum, Tante." Nues menyalami Bu Sarah dengan hormat.

"Waalaikumsalam. Nyari Ais, Nu?" tanya bu Sarah yang masih mengenakan apron bermotif bunga itu.

"Iya, Tante. Ais nya ada?"

"Ada, kok. Mau jalan, ya?" Nues tersenyum dan mengangguk. "Ditunggu di dalam aja, Nu. Aisnya pasti masih lama karena mau jalan sama kamu."

"Iya, Tante." Nues mengekor di belakang bu Sarah. Sembari menunggu Ais keluar, banyak hal yang mereka bicarakan.

"Maaf lama." Nues dan bu Sarah menoleh ke sumber suara. Nues terpana melihat Ais yang tengah berdiri tak jauh dari tempat duduknya. Gadisnya begitu cantik hari ini dengan pakaian yang begitu simple. Kaus putih yang dipadukan dengan jaket denim dan celana jeans hitam serta sneakers pemberian dari Nues.

"Aduh, Is, kok pakenya yang beginian, sih?" Bu Sarah bangkit dari duduknya dan menghampiri Ais. "Kalo mau ngedate tuh ya yang feminim dikit gitu, lho. Masa kayak preman gini."

"Gak pa-pa, Tante, Nues malah suka kalo Ais kayak gini. Tetep cantik kok di mata Nues." Nues beranjak dari duduknya dan menghampiri Ais dan bu Sarah.

"Kamu bisa aja, Nu." Nues tersenyum, sedangkan Ais tersipu malu.

"Berangkat sekarang?" Ais mengangguk.

"Ya udah kalian berangkat sana, hati-hati di jalan. Jangan karena keasikan pacaran jadi lupa sama keselamatan," goda bu Sarah.

"Ibu, ih! Ais berangkat. Wassalamu'alaikum." Ais menyalami bu Sarah yang diikuti Nues.

"Waalaikumsalam."

Ais berhenti saat mendapati sebuah mobil sedan honda civic hitam keluaran terbaru terparkir di halaman rumahnya dengan posisi yang kurang pas. Bisa dibilang, ngehalangin jalan.

"Kenapa, Non?"

"Bapak pake mobil?"

Nues mengangguk. "Aku sambil belajar." Nues nyengir. Ais menghela napas.

"Dari rumah sampai ke sini naik mobil sendirian?"

"Enggak, sih. Cuman dari pertigaan rumah kamu aja nyetir sendiri."

"Sisanya?"

"Dianterin sopir."

"Sopirnya ke mana?"

"Tadi aku suruh pulang."

"Naik?"

"Dianter temennya."

"Bapak manfaatin situasi banget, ya." Sebuah sindiran halus dari Ais

Nues menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Yaaaaa berhubung sama kamu jadi aku nyoba pake mobil sendiri biar dapet masukan dari kamu juga."

"Kalau Bapak pengen dapat masukan dari saya, tinggal telepon minta tolong, saya bakal ke rumah Bapak dan ngedampingi. Gak kayak gini. Kalau sampai nabrak gimana? Bagi yang baru bisa, itu wajib didampingi sama yang udah mahir!"  Ais mengomeli Nues tanpa jeda. Ia tidak habis pikir dengan pikiran pria yang ada di depannya itu. Bisa-bisanya nyetir sendiri padahal itu sangat bahaya.

"Buka tangan,Bapak!" pinta Ais. Nues menurut saja apa yang dikatakan Ais karena habis dimarahi habis-habisan. Dan juga siapa tahu saja Ais mau menggandeng tangannya. Gadis itu tersenyum dan langsung mengambil kunci mobil yang ada di telapak tangan Nues. "Biar saya saja yang nyetir." Ais langsung membuka pintu kemudi dan masuk ke dalam. Dengan perasaan bingung, Nues langung berlari ke pintu penumpang sebelah kursi kemudi.

Tender Love (Judul sebelumnya 'ICE')Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang