Part. 37

117 18 6
                                    

Ais terus berjalan menyusuri trotoar dengan menunduk. Sejauh apapun kakinya melangkah, ia tak merasakan lelah sedikitpun. Rasa lelah itu kalah dari rasa yang ada di hatinya. Pertemuan yang tak terduga membuatnya syok. Ia bahkan bingung sendiri dengan keadaan yang sempat terjadi. Andai ia bisa berjaga-jaga atas kemungkinan yang terjadi, mungkin ia akan menyiapkan ekspresi setenang mungkin untuk menghadapi pria itu. Ia merasa jadi pengecut dengan pergi begitu saja.

Ia langsung masuk ke dalam kamar. Melepas sepatu, melepas kancing baju, dan melepas ikat pinggang agar sedikit bebas. Merebahkan tubuh adalah cara yang bagus. Ia bahkan tak meneteskan air matanya sedikitpun. Hanya hatinya yang bergetar hebat. Tak lama, mata gadis itu pun terpejam. Ia butuh ketenangan. Ia lelah berpikir, lelah merenungi apa yang terjadi, dan lelah lari dari kenyataan.

Sedangkan Reihan meminta Gita untuk mencari pria yang tadi bersamanya karena sampai sekarang pria itu tak juga kembali. Ia hanya takut terjadi apa-apa di antara keduanya. Jika nanti ada waktu dan kesempatan, Gita akan mentraktir Reihan lagi untuk mengganti hari ini yang gagal. Pria itu mengambil kunci mobil, menuju hotel. Di depan pintu kamar, Reihan berhenti. Melihat kamar yang ada di depannya. Ia ingin mengetuk pintu kamar Ais. Tangannya pun sudah terayun ke atas tapi ia mengurungkan niat itu. Mungkin nanti saja ia akan berbicara dengan Ais kalau gadis itu sudah tenang. Tadi, setelah Ais pergi meninggalkan Nues gadis itu sempat memberitahu Reihan bahwa Ais pergi ke hotel. Gadis itu tidak ingin membuat orang lain khawatir dengan keadaannya.

Reihan masuk ke dalam kamar. Meletakkan tas kerjanya dengan asal. Melepas jas dan melonggarkan dasi yang sedari tadi mencekik lehernya. Ia duduk di kasur. Entah kenapa ia tersenyum sendiri. Ia bangkit dan ke kamar mandi. Badannya sudah terasa lengket dan lelah. Sidang hari ini membuatnya begitu lelah.

***

Ais terbangun dari tidur. Kepalanya terasa pusing. Terlintas kejadian tadi di depan Mall. Nues yang meminta maaf dan ia memilih mengakhiri. Ia tak habis pikir dengan Nues. Jika ditelaah lebih dalam, untuk apa Nues meminta maaf sedangkan sudah jelas ia akan menikah dengan Gita? Bahkan mereka sudah memesan baju pernikahan dan juga undangan. Ditambah Gita yang sudah resmi bercerai memudahkan mereka untuk segera melaksanakan acara tersebut. Tapi, kenapa lelaki itu bersikap demikian? Seolah-olah itu semua tak terjadi. Memikirkan itu membuatnya dehidrasi. Ia meminum air mineral yang ada di nakas. Berjalan menuju jendela kamar. Melihat suasana jalan dengan tangan kanan masih menggenggam gelas. Tanpa sadar air matanya menetes. Ia terisak. Hatinya sakit tapi tidak tahu kenapa. Cukup lama ia menangis, gadis itu bergegas ke kamar mandi. Ia butuh kesegaran agar pusingnya ikut hanyut bersama air yang mengalir.

Usai mandi ia berniat untuk mencari udara segar di luar hotel, tapi langkahnya segera terhenti sesampainya di lobi hotel. Ia melihat Nues yang tengah duduk di sana dengan menggenggam topi miliknya. Ia ingat tadi topinya sempat jatuh saat di Mall. Tanpa berpikir panjang ia mengurungkan niat awalnya, memilih kembali ke kamar. Ia jenuh di kamar tapi tak mungkin juga pergi ke luar. Pasti Nues masih menunggunya di sana. Ia berinisiatif untuk menghubungi Reihan sekalian meminta maaf atas kejadian tadi secara langsung.

"Mas, saya minta maaf soal tadi." Ais berpeluk tubuh. Mereka berbicara di depan kamar mereka masing-masing.

"Aku tahu, Is, pasti berat buat kamu. Kayaknya ngobrol di sini kurang cocok. Kita cari angin di luar aja, gimana?"

"Di sini aja, Mas." Tolaknya.

"Kenapa?" Reihan celingukan melihat lorong hotel yang tampak sepi.

"Dia di bawah nungguin. Saya gak pengin ketemu dia."

"Kamu gak kasihan dia nungguin kamu?"

Ais menghela napas. Ia tidak tahu kasihan atau tidak. Perasaannya datar saja.

Tender Love (Judul sebelumnya 'ICE')Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang