Part 3

264 40 2
                                    

"Lama amat, dah, lu berdua," sembur Pak Cahyo ketika melihat Ais dan Pak Key baru muncul di ambang pintu.

"Baru juga telat lima menit," sanggah Ais yang tak mau kalah, ia memilih melabuhkan duduk di sebelah Pak Dani yang anteng daripada di sebelah Pak Cahyo, bisa-bisa kupingnya panas kena omel mulu.

Seperti rencana di awal, mereka berkumpul di cafe Idealist yang tak jauh dari kantor. Di sana tempatnya cukup nyaman untuk ngumpul para anak muda, tempatnya di pinggir jalan raya dan sangat menarik. Buat anak jaman sekarang, pasti sangat betah di sana. Apalagi tempatnya ada indoor dan outdoor, untuk bersua foto juga menarik.

"Udah santai aja, Is. Gak usah mikirin mereka." Pak Agus mengerti kalau Ais sedang tidak nyaman. Efek Ais duduk dengan para lelaki ganteng yang membuat para gadis yang ada di sana menatapnya tajam, tapi enggak setajam silet, sih. Lebih tepatnya seperti emak-emak yang lagi berantem dengan tetangga sebelah. Inilah yang kadang membuat Ais enggan jika berkumpul dengan mereka, ia akan menjadi pusat perhatian.

"Ya, gitu kalo orang gak pernah ngeliat gadis buluk ngumpul sama pria ganteng." Tau siapa yang ngomong? Pak Cahyo yang ngomong. Mulutnya memang tak pernah difilter.

"Bisa banget, ya, Bapak ngejek gue. Terus aja ejek gue sampe Naruto nolongin Dora saat negara api menyerang." Ais mendengkus. Enak saja Ais dikatain buluk. Ais itu bukan buluk, hanya kurang perawatan saja.

"Ha ha ha. Udah-udah pesen sana! Udah laper gue."

Di saat yang lain tengah ribut masalah makanan apa yang mereka pesan, Pak Dani bertanya ke Ais.

"Gimana kabarnya Lukman?" Ais langsung menoleh ke arah Pak Dani yang tiba-tiba menyebut nama pria yang ingin sekali Ais hindari. Ia sudah bersyukur tak pernah bertemu dengan pria itu, malah Pak Dani nanya.

"Malah nanya kayak gitu," sahut Pak Key dengan nada tak suka.

"Mulutnya dikondisikan, please," sambung Pak Cahyo.

"Maksud Pak Dani apa nanya kayak gitu?" Ais balik bertanya dengan sedikit sensi. Lukman, seseorang yang ada di masa lalu Ais yang ingin sekali ia bebaskan dari penjara hatinya, tapi sampai sekarang ia belum bisa membebaskannya karena apa yang Lukman lakukan sepuluh bulan yang lalu sangatlah indah untuk dilupakan hingga membuat hatinya tergores.

"Gak ada maksud, siapa tau dia udah tewas," jawab Pak Dani yang mengaduk kopinya.

"Alhamdulillah kalau udah tewas," balas Ais santai.

"Kalo sampai lo balikan lagi sama itu anak, gue mutilasi, lo!" Ancam Pak Key dengan tatapan sinis seolah menyimpan dendam ke pria yang bernama Lukman itu. Kadang Ais heran sendiri dengan bapak satu itu, padahal ia yang disakiti, tapi kenapa pak Key yang lebih marah? Bahkan pria itu yang lebih mencak-mencak saat tahu Ais diperlakukan seperti apa dulu. Apa pak Key baperan? Entahlah, Ais malas untuk bertanya ke pak Key.

"Hanya orang bego yang mau mungut sampah yang udah dibuang." Jika mengingat apa yang mantan pacarnya lakukan ke dia, ingin sekali ia memutilasi si Lukman dan memasukkannya ke dalam koper lalu dibuang di bawah jembatan, tapi ia masih sangat waras untuk melakukan hal keji itu. Biarlah masa lalunya berlalu, tapi tidak semudah itu.

"Bener banget. Sampah harusnya dibuang jauh-jauh," sahut Pak Dani.

"Omongan lo, Is, kejem banget." Ais bersikap bodo amat dengan seruan Pak Cahyo barusan. Lebih kejam mana omongan Ais sama ditinggal pas lagi sayang-sayangnya?

"Move on, gih, Is. Gue bantuin move on, deh. Gimana? Mau, gak?" tawar Pak Cahyo setelah menyesap kopi hitam, tapi gak pakai kupu-kupu, ya. Kalau pakai kupu ntar jadi lagu reggae. Ais tidak mengerti maksud Pak Cahyo berbicara seperti itu.

Tender Love (Judul sebelumnya 'ICE')Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang