Part 26 B

124 19 2
                                    

Untuk yang penasaran gimana Ais nyetir, bisa cek di mulmed. Oh iya, abaikan yang di sebelah Ais, dan anggap itu ekspresi Nues. Hehee...

***

Setelah keluar dari parkiran, Ais tampak diam. Pandangannya ke depan tapi ada kerutan di dahi tampak sedang memikirkan sesuatu. Nues yang berada di samping masih memperhatikan. Gadis itu juga mengemudi dengan kecepatan yang sedang.

"Non." Ais masih diam saja, tanpa menoleh.

"Non." Ais menoleh saat pundaknya disentuh oleh Nues. "Kamu kenapa?"

"Enggak."

"Mikirin sesuatu? Aku bisa ngerti, lho."

Ais membelokkan mobil ke jalan sempit. Ia memilih jalur kedua daripada jalur pertama. Menepikan mobil dan mematikan mesin membuat Nues bingung.

"Kok berhenti? Kenapa, Non?"

"Gantian kamu yang nyetir. Aku yang ngedampingi."

"Beneran? Gak pa-pa?"

"Gak pa-pa asalkan pelan-pelan dan kamu ngendengerin aba-aba dari aku. Katanya pengen aku dampingi, kan? Ya udah sekarang aja. Lagian kita lewatnya jalan yang sempit terus."

Mereka bertukar posisi. Nues menyalakan mesinnya dan menunggu aba-aba dari Ais.

"Masih inget kan sama apa yang aku jelasin awalan mengemudi?" Nues mengangguk dan mulai mempraktikkannya. "Jangan lupa pasang sign kanan, liat spion kanan, kalau sepi putar setirnya pelan-pelan lalu jalanin," lanjutnya.

"Masuk satu!" perintah Ais dan Nues mengubah posisi persneling dari nol ke satu.

"Nanti langsung ke rumah kamu aja, Mas," pungkas Ais.

"Kok, ke rumah aku?"

"Mana mungkin aku ngebiarin kamu nyetir sendiri."

"Kalau gitu kita ke rumah aku aja dulu habis itu aku anterin kamu pakai motor." Ais hanya mengangguk.

"Non, angkatin telepon aku, dong!" pinta Nues yang mendengar ponselnya berbunyi. Ais mengambil dari saku hoodie yang Nues kenakan. "Dari siapa?" tanyanya.

"Yuli."

"Kamu loudspeaker!"

"Halo?"

"Iya, ada apa?"

"Pak Nues bisa ke kantor sekarang? Ada berkas penting yang harus Bapak tanda tanganin."

"Kamu tunggu dulu, saya segera ke sana." Nues memberi isyarat ke Ais untuk mematikan teleponnya.

"Maaf, ya, bikin kamu repot."

"Gak pa-pa."

"Itu tadi sekretaris aku." Ais mengangguk. "Kamu mau nemenin aku ke hotel dulu? Soalnya aku ada urusan."

"Gak pa-pa. Kayaknya penting, ya?"

"Iya."

"Kamu sign kiri, nepi dulu." Nues menepikan mobil. Ais melepas seatbelt. "Biar aku aja yang nyetir."

"Kenapa? Aku nyetirnya nyeremin?"

"Udah mendingan, kok, cuma ini kamu ada masalah penting jadi biar aku aja." Benar juga apa yang gadisnya katakan. Alhasil mereka bertukar posisi lagi.

Tidak seperti berangkat tadi yang ugal-ugalan ngalah-ngalahin bus angkutan warna oren putih bergambar kuda yang ngebut sekali. Ia memang ngebut tapi masih dalam batasan tertentu.

"Non, maaf, ya, udah ngerepotin kamu kayak gini."

"Ya elah, Mas, cuma gini aja ngerepotin. Gimana sama kamu yang antar jemput aku setiap hari padahal rumah kamu di utara sedangkan aku di selatan dan tempat kerja aku di utara juga. Udah, gak usah ngerasa gak enak."

Tender Love (Judul sebelumnya 'ICE')Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang