X-tra Part 2

135 20 0
                                    

"Lun, Sha, jadwal gimana? Rame?" Pak Jojo masuk ke dalam ruangan staff.  Pak Jojo sebenarnya sudah mau pergi, tapi melihat Nues yang terlihat sangat kacau, ia tak tega meninggalkankan sahabatnya begitu saja. Luna yang sedang ngobrol dengan Sasha tersentak dan langsung berdiri menghadap atasannya. Suara Pak Jojo mengagetkan keduanya.

"Gak usah kaget gitu. Selagi kerjaan udah beres, kalian bebas ngelakuin apa saja. Saya cuma pengen tau."

"Jadwal rame, Pak. Bahkan kita sampai nolak gegara jam terbang instruktur penuh," keluh Luna yang merasa sayang jika harus menolak orang yang berminat untuk kursus. Sasha pun ikut mengangguk, membenarkan perkataan Luna.

"Sejak berkurangnya satu armada sedikit keteteran, Pak. Soalnya mereka minta cepet sedangkan jadwal harus antri sampai satu bulan," imbuh Sasha.

Pak Jojo diam sebentar lalu membaca pesan masuk di ponselnya. Tersenyum simpul.

"Lun, hari ini kamu atur jadwal besok buat instruktur baru yang ngegantiin Ais biar kalian berdua gak keteteran."

"Instruktur baru?" tanya Sasha tiba-tiba. "Siapa, Pak?" lanjutnya.

"Dia gak kalah bagus dari Ais. Jadi, siapin aja jadwalnya. Oh, iya, udah ada yang ngelamar jadi staff?"

"Ada, Pak, beberapa."

"Hari Senin kita interview dan kamu harus ikut terlibat. Untuk Sasha nanti kamu ikut andil penuh waktu training."

"Baik, Pak." Usai menyampaikan apa yang diperlukan, Pak Jojo kembali ruangannya. Sasha langsung terduduk, bernapas lega. Atasannya sudah pergi.

"Mbak Lun, emang staff yang baru mau ditaruh di mana?" Kemarin, saat disuruh menyebar flayer di sosial media ia sempat bertanya, tapi tak mendapatkan jawaban. Ia ajukan lagi pertanyaan yang sama.

"Aku juga gak tahu, Sha. Pak Jojo gak pernah bilang mau ditempatin di mana. Mungkin mau ditempatkan di cabang yang baru," jawabnya mengangkat kedua baunya.

"Sha, yang tadi udah kamu tulis belum?" Luna mengingatkan juniornya itu saat hendak bermain hape. "Kita selesaiin dulu baru kita nyantai." Luna kembali berkutat dengan pekerjaan yang lain. Sasha beralih ke pekerjaannya dan meletakkan hapenya.

***

Pak Key merenggangkan otot-ototnya. Matahari tak begitu terik. Cuaca juga sedikit dingin. Para instruktur tak mengeluh karena kepanasan kalau cuaca sejuk seperti ini.

"Gila, gue dikerjain sama dua anak kecil itu." Pak Key duduk di antara para instruktur yang lainnya. Dua anak kecil yang dimaksud adalah Luna dan juga Sasha.

"Apa?" tanya pak Dani usai menyesap kopi. Memang kalau cuaca seperti ini paling enak ngopi ditemani keripik pisang.

"Gue dikasih siswa cowok semua, njir," pungkas Pak Key. Semua tergelak.

"Nikmatin aja, Key, biar lu gak modus mulu," ejek Pak Cahyo yang begitu puas.

"Ais apa kabar?" Tiba-tiba pak Agus melontarkan pertanyaan yang membuat semuanya menoleh.

"Itu anak keluar dari sini kenapa gak pamit, sih?" tanya pak Dani heran.

"Iya. Kayak kita gak dianggep aja. Bahkan nomornya gue teleponin gak bisa," sahut Pak Cahyo.

"Sama. Dia kayak ngilang gitu. Apa masalah dia begitu rumit sampe dia kayak gini?" Pak Dani bertanya-tanya.

"Bisa jadi. Ais kan bukan orang bermasalah. Mungkin sekalinya punya masalah langsung boom. Gede," selidik pak Agus.

Pak Key hanya menjadi pendengar saja. Ia bingung mau bilang apa enggak soalnya ia pernah ketemu Ais belum lama ini, tapi Ais melarangnya.
Setelah bergelut dengan pikirannya dan melihat bagaimana teman-temannya mengkhawatirkan gadis itu, ia mencoba membuka suara.

Tender Love (Judul sebelumnya 'ICE')Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang