Chapter 10

860 149 2
                                    

Daniel mengajak Sejeong menyusuri jalanan kota dengan berjalan kaki. Tentu tanpa melepaskan genggaman tangannya dari Sejeong, seolah jika ia lepaskan akan membuat gadis itu menghilang seperti anak kecil. Beberapa kali mereka singgah di penjual makanan yang ada di pinggir jalan, atau sekedar membeli segelas kopi untuk menghangat badan kami. Tawa renyah seakan tak pernah berhenti menghiasi diantara langkah keduanya.

Langkah Daniel dan Sejeong kini sedang menyusuri jalan menuju rumah Daniel. Seperti permintaan gadis itu, Daniel akan membawa Sejeong ke rumahnya. Walaupun ini sangat memberatkan buatnya. Daniel benar-benar tidak ingin Sejeong masuk terlalu dalam ke dunianya. Gadis itu terlalu polos untuk mengerti. Ia juga takut Sejeong malah akan menjauhinya jika tau latar belakang keluarganya.

"Niel! Niel!" Sejeong tiba-tiba menepuk-nepuk punggung Daniel, menyadarkan pria itu dari lamunannya.

"Bukankah itu Jihoon?" tunjuk Sejeong pada segerombol anak laki-laki yang nampak bertengkar di dalam gang sempit yang mereka lalui.

Sejeong terbelalak melihat Jihoon yang sedang dipukuli oleh beberapa anak seumuran dengannya.

"Niel! Kita harus menolongnya," Sejeong sedikit berteriak mengatakan itu hingga mencuri perhatian segerombolan anak-anak itu.

Daniel berdecak kesal. Sebenarnya ia malas berurusan dengan sesuatu yang bukan urusannya.

"Tunggu di sini," ucap Daniel sebelum berjalan cepat menghampiri anak-anak itu.

Teriakan dan umpatan keluar dari mulut mereka tak terkecuali Daniel. Sejeong benar-benar sudah di buat ketakutan melihatnya. Ia khawatir karna Daniel cuma sendiri menghadapi mereka.

Daniel dengan cepat menumbangkan semua anak-anak itu. Mereka bukanlah tandingan Daniel. Setelah itu mereka langsung lari terbirit karna mereka sendiri tau sedang berhadapan dengan siapa.

"Jihoon!" Sejeong langsung lari menghampiri Jihoon yang kondisinya kini sudah penuh lebam.

"Kau baik-baik saja? Ah, tentu saja kau tidak baik-baik saja. Apa sakit sekali? Bagaimana ini?" Sejeong sudah seperti ingin menangis melihat keadaan Jihoon.

Sementara Daniel harus dibuat bersabar melihat yeoja chingunya itu begitu mengkhawatirkan Jihoon. Ya, Sejeong menyukai semua orang yang ada di sekitarnya. Tapi bukankah hati gadis itu hanya miliknya? Setidaknya itu yang ditanamkan Daniel baik-baik dalam otaknya agar tidak terlalu cemburu.

"Niel, kita obati Jihoon dirumahmu ya?"

Daniel dan Jihoon kompak saling pandang.

"Ah, Nuna, aku baik-baik saja. Aku bisa mengobati lukaku sendiri. Lagi pula rumahku di dekat sini. Terima kasih sudah mengkhawatirkanku," elak Jihoon sambil berusaha berdiri.

"Aniya. Kau tidak baik-baik saja, Jihoon. Lihatlah dirimu, oh ya ampun, wajah imutmu jadi begini," Sejeong memperhatikan semua bagian wajah Jihoon dengan begitu dekat.

Daniel sudah ketar-ketir melihatnya.

"Nuna, sungguh aku tidak apa-apa. Aku akan pulang dan mengobati lukaku. Jadi tidak usah terlalu khawatir lagi," Jihoon berkata begitu karna dari tadi Daniel mengisyaratkannya untuk cepat pergi.

"Kau yakin? Baiklah hati-hati. Hubungi aku jika anak-anak itu mengganggumu lagi. Ah benar, kau kan tidak punya nomerku. Ini, kau simpan nomerku ya?" Sejeong bersiap mengeluarkan ponselnya.

"Beritahu aku jika ada apa-apa," ucap Daniel cepat sambil menarik tangan Sejeong yang ingin memyodorkan ponselnya pada Jihoon.

Jihoon mengangguk kikuk.

"Ah ne, kau hubungi Daniel saja ya, jika mereka mengganggumu. Aniya, beritau Daniel jika kau diganggu siapapun, Daniel akan menolongmu. Kau tau dia sangat bisa diandalkan dalam urusan menghajar orang"

My Innocent GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang