Li 4 - Malam Bersama Bintang Pertama

600 80 5
                                    

Selesai melaksakan shalat isya yang di imam'i oleh seorang perempuan paruh baya---istri Sunan Bonang---guru seorang Kalijaga, sang penyelamatnya. Yang dilaksanakan disalah satu ruangan bagian dari Padepokan. Ditambah dengan beberapa siraman rohani yang membuat Mega semakin ingin mendekatkan diri pada Sang Ilahi.

Dengan langkah pelan, mata Mega tak lepas mengawasi dinding-dinding yang dilewatinya. Terlalu banyak tulisan dalam bahasa Arab. Karya yang sangat indah. Mega berdiri mematung didepan lukisan yang berukuran besar bertuliskan Muhammad dalam bahasa Arab. Hatinya terasa bergetar. Kaligrafi itu begitu indah dimatanya. Tiap lengkungan huruf dan goresannya seolah dilakukan dengan sepenuh hati, dan tercurah seluruh cinta.

"Lukisan itu dibuat oleh kakang Kalijaga. Sangat indah, bukan?" Mega mengerjapkan matanya yang sedari tadi ternyata tak berkedip memandang lukisan itu. Kepalanya dengan pelan menoleh pada gadis seusianya yang berdiri disampingnya, ikut mengamati lukisan didepannya. Dari posisinya sekarang Mega bisa melihat dan menyadari seberapa besar kekaguman yang gadis itu simpan untuk 'Pangeran berkuda Hitamnya'.

Tanpa diminta gadis itu menjelaskan tentang lukisan itu. Tentang betapa dia begitu menyukai setiap apa yang 'Kakang Kalijaga' lakukan untuknya. Yang membuat Mega merasa jika perutnya melilit. Apalagi gadis itu tampak sangat antusias dan bahagia.

Jenuh dengan perkataan gadis itu, Mega lebih memilih pergi tanpa kata. Memangnya mau berapa lama lagi Mega berdiri seperti orang bodoh? Menjadi pendengar yang membuat dadanya sesak. Memangnya hanya gadis itu saja yang bisa? Dia juga bisa.

***

Mega menyantap makannya dengan lahap. Dia duduk sendirian dipendopo yang dekat dengan kolam ikan, yang baru diketahuinya. Dia tahu itu tindakan tak sopan apalagi untuk orang asing seperti yang dirinya lakukan. Tapi, Mega tidak terbiasa makan dengan banyak orang. Mau menyuapkan nasi saja rasanya tak bisa. Berasa diawasi. Dan itu sangat tidak nyaman.

Dan disinilah dia. Dibawah cakrawala bertabur gemintang yang jumlahnya sampai jutaan. Berkelip sinarnya. Menandakan seberapa jauh jarak antara dirinya dengan bintang itu.

Mega menaruh piring dari tanah liat disampingnya. Bangkit dari posisinya, lalu melangkah ke kolam ikan di depannya. Mega duduk dipinggir kolam itu dengan kedua kaki yang masuk kedalam air kolam. Rasa dingin merayapi membuatnya berjengkit dengan mata membulat untuk beberapa saat.

"SubhanAllah, maha besar Allah yang telah menciptakan semesta dengan begitu menakjubkan." Mega mendongakan kepalanya memandang Kalijaga yang berdiri sekitar tiga meter darinya---dengan mulut sedikit terbuka.

"Lihatlah bintang-bintang yang bahkan tak bisa kita gapai hadirnya dengan jumlah yang tak terhitung itu tampak bagai pelita yang menerangi rumah-rumah penduduk." Mega kembali memandang langit, mengikuti Kalijaga.

Iya indah banget!

Senyum manis tercetak jelas dibibir Mega, baru kali ini dia bisa melihat bintang sebanyak taburan seres dalam kue donat favoritenya.

"Semua yang ada didunia ini memang indah, hanya kadang mata kita saja yang tak bisa melihat ke indahan itu. Kita terlalu berambisi untuk membuat sesuatu yang lebih lagi, padahal kita tidak akan bisa menandingi mahakarya-Nya."

Iya, bahkan gue pun sekarang sadar jika Seni Budaya itu tak seburuk penilaian gue selama ini. Dan saat gue sadar gue udah gak bisa ketemu Bu. Ika buat minta maaf. Maaf Mega baru sadar jika selama ini pernah menyepelekan.

Mega menunduk, apalagi saat mendengar perkataan Kalijaga selanjutnya. "Penyesalan selalu ada diakhir itu karena agar manusia lebih memaknai akan artinya hadir dan perjuangan. Menyadari berapa berharganya sesuatu itu. Tapi jangan terlalu larut dalam penyesalan karena Ilahi telah menyiapkan sesuatu yang lebih baik lagi didepanmu. Tinggal bagaimana kamu. Mau terus menyesali apa yang telah terjadi atau melangkah dan menyambut hadiah dari Sang Pemilik siang dan malam."

Dibawah terpaan sinar obor yang menempel didinding Sunan Bonang menghentikan langkahnya, memerhatikan dua orang anak Adam dan Hawa dari belakang mereka dalam diam.

"Semua pilihan ada ditanganmu."

Mengembuskan napas pelan, lalu kembali berjalan meninggalkan dua insan itu.

***

Sukanagara, 8 November 2018

Sudah berapa lama ya gak up? Ada yang kangen gak sama Mega?

Maaf banget up nya lama. Dan sekalinya up mau bilang kalau aku sedang berada ditahun terakhir masa SMA yang membuat hampir semua waktuku tersita untuk kegiatan sekolah.

Pulang sekolah pukul 15. 45 dilanjut les sampai pukul 16. 45 . Pulang sampai rumah pukul 17. 30, lalu ngerjain tugas dan tetek bengeknya. Jadi maaf banget untuk beberapa waktu semua cerita mungkin akan aku telantarin.

Biru

Lir Ilir (Dimensi 1 dan 2, Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang