Li. 21 - Abang

62 16 4
                                    

Tok, tok, tok!

“Masuk aja, gak Mega kunci kok pintunya!”

Pemuda yang tadi mengetuk pintu kamar itu, langsung masuk dengan kepala menggeleng kesal. “Heh, ini Abangnya pulang, bukannya di sambut malah di cuekin.”

Mega yang tengah menonton Fake Love MV langsung mempusenya. Tubuhnya yang tadi berbaring, langsung duduk dengan tangan terentang. “Sini-sini Mega peluk Abang.”

Rury terkekeh sejenak, lalu memeluk adiknya sekilas. “Kebiasaan pulang sekolah bukannya ganti baju malah lihat plastik joget-joget.”

Mega menarik rambut Rury yang sudah berbaring di kasurnya. “Itu orang bukan plastik, mata abang katarak apa buta, hah?” Mega berteriak ditelinga abangnya karena kesal, padahal Rury hanya bercanda. Dia itu paling sebal jika ada orang yang tidak tahu apa-apa tentang biasnya, lalu mengomentari dengan seenaknya.
Rury meringis, jambakan Mega memang tak pernah main-main.

“Astagfirullah Mega, kasar banget sama Abang. Ini sakit beneran lepas, ya?”

Mega melepaskannya, memposisikan diri berbaring di sebelah Rury, keduanya sama-sama melihat kearah laptop yang kembali memutar lagu fake love di acara Billboards Music Award.

Love you so bad, love you so bad
Neol wihae yeppeun geojiseul bijeonae

“ASTAGFIRULLAH ALAZIM, JUNGKOOK, KENAPA ABSNYA KAMU BAGI-BAGI?” Mega menjerit saat melihat Jungkook, maknae BTS, mengangkat bajunya hingga memperlihatkan absnya. “MAU PINGSAN AJA, MEGA GAK KUAT.”
Rury menutup telinganya. “Berisik, apa bagusnya sih? alay gitu juga.”

Haters diem.”

Why you sad? I don't know nan molla
Useobwa saranghae malhaebwa
Nareulbwa najochado beolin na
Neojocha ihaehal su eupsoneun na


“HALALIN MEGA SEKARANG OPPA, MEGA SIAP.”

“MEGA AJA YANG LAMAR OPPA, INSYAALLAH SIAP OPPA.”

“Opah? kamu mau nikah sama kakek-kakek?”

“Oppa, abang! Oppa not opah.”

“Ditelinga abang terdengar sama.”

“Berarti telinga abang udah gak berfungsi dengan baik.”

***

“Kamu gak mau mandi? Sebentar lagi adzan Magrib.” Rury berkata dengan kepala yang mengintip dari pintu kamar adiknya.

“Mandi, tapi nanti.”

“Jangan nanti-nanti, gak baik.” Mega menatap abangnya kesal. “Mega mandinya nanti pas abang ke masjid. Mega juga lagi gak shalat.” Rury menganguk mengerti.

“Ini abang udah mau berangkat ke masjid, kamu langsung mandi, ya.” Mega mengangguk, dengan patuh mengambil handuk dan masuk ke kamar madi yang ada di dalam kamarnya.

***

Selesai shalat Isya mereka berkumpul di meja makan. Mega duduk di sebelah Rury berhadapan dengan kedua orang tua mereka.

Bismilahirohmanirrohim allahumabariklana fimarozaktana waninaadzabanar.” Rury memimpin do’a dengan khitmat, berbeda dengan Mega yang sesekali memperhatikan abangnya.

Mega langsung menepis tangan Rury yang sudah mengambil sayap ayam menggunakan garpu. “Sayap bagian Mega.” Gadis itu merebut garpu dan memindahkan sayap ayam kepiringnya, tapi langsung ditahan Rury.

“Abang duluan yang ambil, jangan curang.”

“Mega anak bungsu, abang harus ngalah.”

“Astagfirullah, udah jangan berantem. Sayapnya kan ada dua.” Mendengar perkataan ibunya Rury langsung mengambil sayap ayam goreng di piring dengan cepat, dan menggigitnya.

***

“Mau nonton film apa, Bang?” Mega meletakan laptopnya di meja kecil. Mereka duduk dengan bersandar pada ujung kasur di kamar Mega.

“Yang seru!” Mega menatap sinis Rury yang tengah sibuk dengan ponselnya.

“Kigik idi film jidil ying siri, Ibing!”

Rury menatap Mega dengan aneh. “Nyinyir terus. Nonton Spiderman juga jadi.” Mega langsung menggeleng ribut. “Gak, mending Captain Amerika aja, lebih ganteng.”

Rury langsung merinding. “Ya udah Maze Runner aja.”

“Masa Maze Runner lagi sih? Ya meskipun Minho-nya ganteng, tapi bosenlah.”

“Mending Who Am I aja, ya, Bang? Ada Jackie Chan, hehehe.” Tanpa menunggu tanggapan Rury, Mega langsung memutar film di laptopnya. Iya, itu film illegal hasil download di google, jangan ditiru, ya!

Rury menyandarkan kepalanya ke kasur. Bilangnya bosan sama Maze Runner, tapi memutar film Who Am I? yang lebih sering diputar. Rury jadi malas lihat film yang sudah dia tahu di luar kepala.

“Eh, itu jaket siapa, Dek?” Di pertengahan film, Rury baru menyadari jika jaket yang sedari tadi dilihatnya karean di gantung di pegangan lemari itu terasa asing.

“Jaket apa, sih, Bang?” Mega bahkan tak repot mengalihkan pandangkan dari monitor yang tengah menayangkan adegan.

“Jaket yang dipegangan lemari.”

“Oh, itu punya Rifqi, Bang.” Mega menjawab dengan santai, namun setelahnya ribut. “Astagfirullah, Abang, Mega lupa ngembaliin ke Rifqi.” Padahal jaket itu sudah kering sejak hari kamis. Rencananya dia akan menggembalikannya hari jumat, namun lupa.

***
[6 Desember 2020]

Lupa kalau jumat ada bilang mau up, maaf ya:))

Tugas presentasiku makin padet, jadi sampai jumpa hari sabtu, bye.

Eh, apakah covid dan hajatan itu dua sudut yang berjauhan?

Biru

Lir Ilir (Dimensi 1 dan 2, Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang