Kamu pasti tahu makna bersyukur seperti apa. Bersyukur bisa kamu lakukan setiap saat agar hatimu menjadi lebih baik. Layaknya bersyukur, berbagi juga bisa kamu lakukan setiap saat. Berbagi bukan tentang kuantitas dan kualitas tetapi tentang ketulusan hati.
Ketika kamu sudah terbiasa bersyukur dan berbagi, Mega yakin hidup yang dia jalani akan mudah. Gadis itu menyadari ada saatnya dia menunduk dan mendongakan kepala.
Kamu bisa melihat kebawah ketika hidup yang kamu jalani terasa sangat sulit, lihatlah masih banyak orang lain yang hidup lebih susah. Kamu boleh melihat ke atas dalam hal ibadah dan memperjuangkan cita-cita.
Mega tidak pernah merasa memberikan makanan sederhana ini, ketupat, bisa membuatnya tersenyum karena senyum tulus dan ucapan terima kasih yang terasa sangat sederhana.
Bukan, bukan Mega tidak pernah berbagi. Dia pernah melakukannya, membagikan ketupat kesanak saudara, tapi tidak ada esensi yang begitu menyentuhnya.
Pada bulan Safar memang dia adakan Sidekah Kupat di daerahnya, sebagai ungkapan terima kasih kepada Yang Maha Kuasa dan kepada alam. Laki-laki akan pergi keperbatasan dusun atau desa untuk melaksanakannya. Lalu, Mega akan mendapat tugas untuk mengantarkan ketupat dan lauknya kepada tetangga dan sanak saudara. Ketika pulang dia juga akan mendapat ketupat kembali. Itu seperti pertukaran ketupat.
Lalu sekarang, Mega harus mengetuk pintu orang tak mampu dengan sopan. Saat pintu terbuka dia akan sedikit menundukan kepalanya, lali tersenyum, dan memberikan bungkusan dengan lembut. Mega tidak mendapat ketupat sebagai balasan, tapi tatapan penuh terima kasih dan haru.
Sesuatu di dalam sana terasa bergetar, air matanya mengambang saat singgah ke dalam rumah pasangan kakek-nenek yang keadan si kakek hanya bisa berbaring di atas ranjang ringkihnya.
Kalijaga duduk di sisi ranjang dengan suara berderit. Tangannya menggenggam tangan sang kakek dan mengusapnya dengan lembut. Mega menyaksikan dari belakang. Kakinya terasa terpaku tak bisa di gerakan.
"Nenek, rebuslah herbal ini, minumkan kepada kakek pada pagi dan malam hari."
"Karena kita juga telah melaksanakan puasa Syawal, maka nikmatilah ketupat, semoga Allah memberi kita waktu untuk menikmatinya lagi dilain waktu."
"Terima kasih, Sunan."
Mega memundurkan kakinya ke belakang saat mata sang kakek menatapnya. Kedua tangannya mengepal di samping tubuh. Setelah pamit Mega memilih menunggu di luar.
Tangannya mengusap air matanya dengan kasar. "Kakek sudah tenang di alam sana, aku tidak boleh seperti ini."
Saat mendengar suara langkah mendekat, Mega segera berjalan.
"Mega ... "
"Aku tahu, aku harus berjalan di belakangmu, kan? Biarkan aku berjalan di depan sekarang."
"Asstagfirullah, bukan itu."
"Lalu apa? Aku sedang menangis, kamu tidak bisa melihatku yang kuat ini berderai air mata."
"Sekarang kamu sudah mengerti arti bada kupat, kan?"
"Ya, esensi yang luar biasa."
"Tapi Sunan, ketika aku berada dalam bencana kelaparan dan menemukan sepotong roti ... " Mega menjeda, tubuhnya berbalik menatap Kalijaga dengan yakin.
"Aku pasti akan memakannya sendiri."
Mega segera berkata mendahului Kalijaga. "Lapar bisa mengalahkan kemanusiaan, karena aku hanya manusia biasa. Bisakah sisa ketupa itu menjadi milikku, satu saja." Mata Mega tertuju pada dua bungkusan yang masih Kalijaga bawa.
"Ini bukan hakmu."
***
[02 Oktober 2020]Jangan lupa berbagi dan bersyukur.
Gak tahu nulis apa×_×
Aku istri RM:)
Seberapa kamu kesal sama aku karena part ini?
Apa aku menggurui?
Kalau kalian ada pandangan lain tentang hidup, comment, di sini.
Semangat kalian.
Biru
KAMU SEDANG MEMBACA
Lir Ilir (Dimensi 1 dan 2, Selesai)
Novela Juvenil[Re-publish] Lir Ilir (Dimensi 1), dimulai dari Prolog - Part 15. Kebencian Mega terhadap Seni Budaya membawanya kembali kemasa lalu. Seorang pemuda misterius yang gagah berani menyelamatkannya dari kejaran hewan buas. Lalu mampukah Mega kembali ke...