Pernah kamu mendengar cara para wali berdakwah? Mereka tidak mengajak dengan paksaan atau menggurui. Mereka berbaur dalam tradisi lalu membalutnya dengan Islam. Begitu penuh kasih, layaknya seorang ibu mengasihi anaknya, menuntun dengan lembut dan penuh perhatian.
Mungkin kamu mengetahui kisah Mahabharata, kamu akan mengenal Pandawa dan Kurawa bersaudara, Dewa Krisna, Dewa Wisnu, Bhramana, dan Dewa Siwa. Cerita ini begitu digandrungi masyarakat. Kisah ini berasal dari negeri India, lalu bertansformasi menjadi cerita lokal yang dikenal hingga masa depan.
Masyarakat Jawa juga pada masa Hindu-Budha mengenal Dewa, salah satunya adalah Dewa Sri yaitu Dewa kesuburan, kekayaan dan kemakmuran, dan merupakan Dewa tertinggi dan terpenting bagi masyarakat agraris. Dalam masyarakat Islam ini, Dewi Sri tak lagi dipuja sebagai dewa padi atau kesuburan tapi hanya dijadikan lambang yang direpresentasikan dalam bentuk ketupat yang bermakna ucapan syukur kepada Tuhan.
Dalam buku pelajaran, mungkin kamu pernah membaca jika salah satu media dakwah Sunan Kalijaga adalah melalui Wayang kulit, beliau menceritakan kisah tauladan dan cinta berbalut islami. Tapi bukan hanya itu, yang sangat membuatku kagum adalah Bada Lebaran dan Bada Kupat, tradisi yang dilakukan pada bulan Syawal setelah berpuasa selama satu minggu.
Benar, aku mungkin tidak begitu mengerti tentang agama, tapi dia telah membuka cakrawalaku dengan semua sikap mengangumkannya.
Padepokan saat ini tengah sibuk, beberapa santri baru saja kembali dari kebun dengan membawa janur dan kayu bakar. Mega langsung mengambil januh dan mulai membuat kulit ketupat, tidak membuatnya sulit dia sudah terbiasa, karena ditempatnya tinggal memang tradisi ini masih bertahan.
Mega dan beberapa lainnya sibuk membuat kulit ketupat sambil menyenandungkan shalawat. Sedikit banyak gadis itu mulai terbiasa dengan kehidupan religius ini.
Setelah membuat banyak, kulit ketupat itu kemudian di isi beras seperempatnya, lalu di rebus. Sembari menunggu ketupat matang mereka akan membuat lauknya. Bahan utamanya daging ayam yang dipotong dadu dan sayuran yang dimasak dalam kuali besar dengan air santan.
Harum rempah membuat Mega meneguk ludah dengan cepat. Sebelah tangannya menepuk perutnya. "Sabar perut." Untuk menghindari aroma yang menggiurkan itu Mega memilih beranjak, dan duduk di dalam gazebo yang dekat dengan kolam dengan dagu bertumpu pada tanggan di pinggir gazebo.
"Kakek pasti sedang membuat ketupat juga. Melaksanakan tradisi seperti biasa, walau bulan Syafar." Ada senyum kecil yang tersungging di sudut bibirnya.
Tiba-tiba tatapannya menyendu. "Kakek telah pergi," lirihnya sendu. "Kenapa aku melupakan hal sepenting ini?"
Mata Mega mengerjap dengan cepat saat melihat kelibat di ujung danau. Senyumnya tercipta sempurna. "Sunan!" Mega bergegas turun dari gazebo dan berlari memutari danau.
Wajah Kalijaga masih tanpa ekspresi, tapi masih terlihat menyejukan.
Hih, giliran berhadapan sama gue aja gak pernah senyum.
"Assalamualaikum warohmatullahi wabarrokatuh, Aisyah."
"Walaikumsalam." Mega tersenyum cangung. "Maaf Sunan, nama saya Mega bukan Aisyah."
"Saya mendoakan kamu supaya bisa menjadi seperti Aisyah r.a."
Mega hanya mengangguk saja, sebelum kembali memanggil Kalijaga yang beranjak. "Em ... Sunan bisakah kamu menjelaskan makna bada kupat?"
Kalijaga tersenyum tipis. "Saya akan menjelaskan sembari membagikan ketupat nanti."
Mega mengangukan kepala dengan semangat, dia bersiap akan pamit, ketika suara Kalijaga kembali terdengar. "Mengikhlaskan seseorang yang kita sayangi memang tidak mudah. Tapi ingatlah, semua yang kita miliki hanya titipan. Semua akan kembali kepada Sang Pencipta."
"Ikhlaskanlah kakekmu, seperti Rasulullah yang mengikhlaskan kepergian Khodijah r.a."
Mega menatap punggung Kalijaga yang menjauh dengan sendu. "Semua memang akan kembali kepada-Nya. Tapi, mengikhlaskan tidak semudah mengatakannya."
***
[30 September 2020]
Akhirnya bisa up:))
Apa kalian menyulai Bada Kupat??
Mau next kapan lagi hayo?
Biru
KAMU SEDANG MEMBACA
Lir Ilir (Dimensi 1 dan 2, Selesai)
Genç Kurgu[Re-publish] Lir Ilir (Dimensi 1), dimulai dari Prolog - Part 15. Kebencian Mega terhadap Seni Budaya membawanya kembali kemasa lalu. Seorang pemuda misterius yang gagah berani menyelamatkannya dari kejaran hewan buas. Lalu mampukah Mega kembali ke...