Happy reading 💕
Mimpi indah sudah terhenti,
Mentari pagi menyapa.Gorden dan jendela di buka lebar untuk membiarkan udara masuk dengan tenang. Jiman memberikan senyuman untuk mentari pagi yang masih malu-malu untuk muncul.
Hari ini, hari dimana Mila dan Halim merayakan Resepsi Pernikahan. Semua penghuni rumah tengah sibuk bersiap-siap dan bersolek ria.
"Ndok, wes ayu durung ibuk?" (nak, ibu udah cantik belum?) tanya Mila pada Isu, memecahkan keheningan di dalam kamar.
"Wes buk, wes ayuuu, ayu tenan poko'e." (sudah bu, sudah cantik, cantik banget malah) jawab Isu yang diiringi dengan senyuman manis.
***
Loby gedung terus ramai, banyak mobil menurunkan para tamu. Begitu pula dalam gedung, telah ramai oleh para tamu yang sedang berbincang, menikmati makanan, dan minuman.
Sesi bersalaman dan memberi selamat pada pengantin sudah selesai. Hanya tinggal sesi foto bersama.
"Memang harus banget ya di foto?" tanya Jiman dengan wajah polos.
"Ya harus lah Jimannnn, kan buat kenang-kenangan," jawab ka Isu dengan nada gemas dan tidak mengerti jalan pikiran adiknya itu.
"Huffffttttt buang-buang waktu aja" keluh Jiman sambil melihat jam tangan. "Tuh kak, udah jam 15.00 udah sore, masa mereka belum cape sih, dari pagi juga."
"Terserah..." tambah Isu meninggalkan Jiman yang masih memasang wajah lelah.
"Eh... Eh... Tuh liat deh, ganteng kan?"
"Ya ampunnnnn... Gemes banget sih. Udah putih, tinggi, cool lagi."
"Yang mana sih, yang mana?"
"Itu loh, yang lagi berdiri, pake jas item, yang lagi megang gelas."
Jiman hanya mendengus sebal, dan pergi menjauh dari kerumunan gadis-gadis yang sedari tadi memperhatikannya.
***
Sesampainya di rumah Jiman langsung membersihkan diri, dan melanjutkan hobbynya, membaca buku.
Tok... Tok... Tok... "Jiman makan malam, ayo turun" seru ka Isu dari balik pintu. Jiman langsung bangkit dari kursi dan turun untuk makan malam bersama.
Di ruang makan sudah ada Halim, Mila, dan Isu yang sedang menunggu Jiman.
"Hmmm Jiman, ayah dan ibu sudah membicarakan ini sebelumnya. Tapi ayah mencari waktu yang tepat untuk membicarakan hal ini sama kamu."
"Membicarakan apa Yah?" heran Jiman sambil mengambil nasi untuk piringnya.
"Besok ayah dan ibu akan mendaftarkan kamu sekolah, kamu mau kan?"
"Hah? Sekolah? Besok? Jiman gak mau."
"Hilangkan rasa tidak percaya dirimu nak, nanti di sekolah itu kamu tidak hanya mendapat ilmu saja tapi kamu akan mendapat teman baru." Mila berkata dengan lembut.
"Iya bener bu, masa iya, kamu mainnya sama kakak terus, kan bosen."
"Ibu ngomong ke Jiman, bukan ke kakak." Jiman memutarkan bola mata. "Jiman masih takut Yah, Jiman bisa kok belajar sendiri di rumah sama ibu, jadi..." Jiman tak sempat membereskan bicaranya, karena terpotong oleh Halim.
"Kalo di rumah, nanti kamu kurang bersosialisasi. Ayah bisa saja membayar guru untuk datang ke rumah, tapi bukan itu yang ayah inginkan. Jiman mau kan sekolah? Sekolah itu tidak hanya memberikan ilmu pengetahuan saja, tapi juga mengajarkan kita cara bersosialisasi dengan orang lain, menambah teman, menambah pengalaman juga." penjelasan Halim membuat Jiman sedikit berpikir.
"Iya bener Yah, jangan sok pinter deh." Ka Isu ikut-ikutan mengompori Jiman. "Tapi emang pinter sih, jenius malah" tambahnya dengan suara yang hanya bisa di dengar olehnya.
"Yaudah, Iya yah"
"Iya, apa?"
"Iya, Jiman mau sekolah," Halim tersenyum lega. "Besok ayah dan ibu akan mendaftarkanmu ke sekolah, pastinya sekolah terbaik untuk jagoan ayah." tambah Halim, menepuk pundak Jiman.
***
Keesokan harinya.
"Ayo, sudah siap?" tanya Halim dengan semangat. Jiman hanya menjawab dengan anggukan dan senyuman.
Sesampainya di sekolah. Halim, Mila, dan Jiman langsung menuju ke ruang kepala sekolah dan ruang tata usaha.
"Ayah tinggal dulu ya. Semangat sekolahnya ya nak" ucap Halim sambil menepuk pundak Jiman.
"Senyum dong anak ibu, nah gitu kan ganteng jadinya, ibu tinggal dulu ya." tambah Mila dengan memberi semangat pada anaknya. Lalu Jiman hanya membalas dengan senyum dan melambaikan tangan.
"Mari Jiman,bapak antarkan ke kelas?" ajak Pak Hengki salah satu guru di sekolah. "Iya Pak."
Pak Hengki langsung masuk ke kelas dan memperkenalkan Jiman pada siswa lainnya. Pak Hengki menyuruh Jiman untuk mencari bangku yang masih kosong. Dan Yappp!!! Jiman duduk dengan Dio.
Dio adalah siswa yang jauh dari kata 'sehat'.
Teman sekelasnya pun masih heran melihat tingkah Dio yang rada-rada. Tapi mereka tetap bermain dengan Dio, karena Dio anak orang kaya."Hai bro, kenalin gue Dio, D-I-O dibaca DIO" Dio memperkenalkan dirinya dengan semangat 45. "Jiman, Prajiman Marjuki Wibowo" Jiman memperkenalkan dirinya dan membalas jabat tangan Dio.
"Busssyyyetttt panjang amat. Oh iya nama lo siapa tadi Praya, Praja, Pra... Pro, ah pokoknya itu, lu pindahan dari mana?" tanya Dio kepo.
"Dari desa" jawab Jiman jujur dan singkat.
"Maksud gue dari sekolah mana?"
"Gak sekolah" jawab Jiman dengan cepat. Dio hanya melongo mendengar jawaban Jiman yang terlalu jujur dan singkat. Sedikit tidak percaya, tapi sudahlah Dio tidak ingin memperpanjang.
Bel istirahat berbunyi. Dio mengajak Jiman ke kantin. "Bro ke kantin yuk, laper nih, gue traktir deh. Lo mau apa?", "hmmm gu..gu..gue mau ke perpustakaan aja deh."
"Hahaha lo mau makan buku? Ah padahal gue mau traktir lo, sayang banget. Tapi yaudah bagus duit gue selamat. Tuh perpus ada di sebelah lab komputer, nanti ke kelas langsung ya, gue ke kantin dulu. Oh iya satu lagi,"
Dio berbisik, dan mendekat pada telinga Jiman "Perbaiki cara berbicara gue-elo wahai anak muda. Ahahaha" Dio pergi sambil ketawa memegangi perutnya.
***
Saat Jiman akan masuk ke dalam perpustakaan, dan
Buggg.
"Awww sakit jidat gue,"
"Eh maaf maaf gu..gu..gue gak sengaja" nada Jiman masih sama seperti tadi.
Gadis itu penasaran siapa yang menabraknya, rasanya ingin segera menjambak rambut orang itu sampai botak. Tapi niatnya tertanam kembali saat dia melihat laki-laki yang sedang tersenyum manis dengan rasa bersalah.
"Eh maaf ya, tadi gu..gu..gue gak sengaja"
Dinda hanya melongo melihat wajah tampan dan senyum manis Jiman. Refleks dinda langsung mencari name tag laki-laki itu. Tapi tidak ada sama sekali.
"Oh iya, kenalin Prajiman Marjuki Wibowo, panggil aja Jiman" mendengar namanya saja sudah membuat Dinda kaku seperti robot. Dinda cukup lama memandang Jiman dengan tatapan kosong, dan Jiman pun merasa tidak nyaman jika ada yang menatapnya seperti itu. "Hmmm kenapa? Ada yang aneh ya?" tambah Jiman sambil melambaikan tangan pada wajah Dinda dan membubarkan lamunan Dinda.
"Eh iya, kenapa tadi? Nama lo siapa? Ji... Ji... Jiman? Oh ya Jiman. Kenalin gue Dindania Agatha, panggil aja Dinda" Dinda memperkenalkan diri dengan salah tingkah. Membuat Jiman sedikit tertawa kecil. Tentu saja tawa itu membuat Dinda Melted dan ahhh entahlah... Dinda langsung blushing.
Terimakasih telah membaca H! Jiman 💕
KAMU SEDANG MEMBACA
Hi! Jiman [SELESAI]
Novela JuvenilJiman Hanya siswa biasa, tidak nakal, tidak juga berandal. Pertemuannya dengan Dinda telah merubah hidupnya menjadi nano-nano. Manis... Asin... Asam... Pahit ?