24 - Ba(L)ikan

33 1 0
                                    

Happy Reading 💕


Tinggal menghitung hari dimana siswa kelas 12 akan mengakhiri masa putih-abunya. Hal ini dirasakan oleh Fero dan teman-temannya. Dan tinggal menghitung minggu untuk naik ke kelas 12.

Banyak yang memberi cokelat dan surat berisikan ucapan atau kata-kata manis nan romantis untuk senior yang akan melepas seragamnya. Termasuk Karent.

"Lo bilang lo udah move on, tapi tetap mau ngasih surat sama cokelat." ucap Dinda.

"Yaelah, ini tuh buat ka Dicky."

"Lo pindah hati?"

"Ini tuh bentuk terimakasih gue buat dia, karena udah bantuin gue pas kepeleset di tangga deket mading."

"Memalukan!"

"Lo gak mau ngasih coklat?"

"Buat siapa?" tanya Dinda bingung.

"Kak Fero lah!"

Dinda melotot kesal mendengar Karent asal ceplos. Tapi saat akan membalas ucapan Karent, netranya menangkap Jiman dengan Okta yang mencoba menggandeng tangan Jiman.

"Kamu terlalu jahat perlakukan diriku seperti ini... Gak usah panas, kan udah mantan." Dinda sangat ingin menyumpal mulut Karent dengan penyedot WC.

Bagaimana bisa dia tidak panas melihat mantan yang masih disayangi bersama cewek lain. Ingin sekali melabrak Okta, tapi apa daya Dinda hanya berstatus mantan.

Saking panasnya melihat tingkah laku Okta, sampai tak sadar jika Karent meninggalkannya sendiri dan Jiman sedang berjalan ke arahnya. Jiman melambaikan tangan di depan wajah Dinda. "Hei..."

Dinda tersentak kaget mendapatkan Jiman ada di depannya. "Ngapain?" tanya Dinda mencoba ketus.

"Harusnya gue yang nanya, ngapain?"

"Kepo!"

"Mendingan kepo, dari pada ngamatin dari jauh dan gak mau ngakuin kalau cemburu?" goda Jiman sambil menyeringai jahil. Hal itu mampu membuat semburat merah mewarnai pipi mulusnya. Dia mencoba mengedalikanya dengan menoleh untuk mencari Karent. 'di saat gue butuh itu orang malah ngilang. Sialan!'

***

"Foto lo cantik." puji Jiman sambil menatap lekat Dinda. Meskipun tidak memiliki hubungan apa-apa, Dinda tetap merasa malu jika Jiman menatapnya seintens itu.

Untuk menyembunyikan rasa malunya, Dinda menunduk.

"Gue gak akan berhenti untuk mendapatkan apa yang gue mau. Sampai kapan pun gue akan terus beruhasa demi mendapatkan itu."

Mendengar ucapan Jiman, Dinda memberanikan menatap Jiman. "Maksud lo?"

"Gue rasa, lo cukup pintar untuk mengerti apa maksud gue." tatap Jiman.

Dinda mengalihkan pandangannya. Mencoba untuk tidak masuk ke dalam keindahan yang ada di depannya.

"Maafin gue... Mungkin Karent udah cerita semuanya sama lo. Dan gue harap lo ngerti. Maafin gue ya?"

Dinda merasakan matanya mulai memanas. Dia mencoba untuk menahan agar air matanya tidak keluar.

"Lo boleh hukum gue, marahin gue, pukulin gue sekencang dan sepuas yang lo mau. Tapi dengan syarat lo mau maafin gue."

Dinda berusaha tegar dan mengusap air matanya. Berusaha menatap Jiman, "Aku yang harusnya minta maaf, aku egois, aku terlalu emosi waktu itu. Maafin aku..."

Jiman ingin sekali memeluk gadis cantik yang berada di depannya itu. Tapi dia belum berani melakukannya. Apalagi saat ini mereka sedang berada di taman sekolah.

Hi! Jiman [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang