25 - With You

44 2 0
                                    

Happy Reading 💕

"KALIAN BALIKAN?!"

Nada bicara yang tak santai itu membuat Dinda dan Jiman menutup telinga.

"Emang kenapa?" jawab mereka berdua.

"Gue udah duga sih, kalian bakal balikan dalam waktu cepat." Karent berucap.

"Cepat lambemu! Berbulan-bulan renggang, lo bilang cepat?!" Dinda menentang perkataan Karent. Untung saja Jiman dengan cepat mengelus pundaknya, kalau tidak, dia bisa berubah menjadi T-Rex.

"Yaudah kita bertiga minta pajak balikan." celetuk Dio yang disetujui oleh Huta dan Karent.
"Jangan es krim lagi, sekali-sekali lo bawa kita ke McD. Ya... Meskipun gue setiap hari ke sana, tapi kan beda rasanya kalau di bayarin."

Huta dan Karent mengangguk setuju. Sedangkan Jiman dan Dinda saling melempar pandangan.

kabur aja yuk?!

***

Sore hari yang bisa dikatakan cukup cerah untuk bisa bersenang-senang.  Jiman mengajak Dinda menuju taman yang berada di perumahan Dinda, agar jika pulang tidak terlalu larut.

"Kamu mau rasa apa?" Dinda menawari Jiman es krim.

"Apa aja." Dinda mencoba sabar melihat Jiman yang sibuk dengan ponselnya. Karena Dinda memiliki rasa penasaran yang tinggi, dia memutuskan untuk bertanya.

"Lagi ngapain sih?!" mendengar nada bicara yang tidak santai, Jiman langsung memasukan ponselnya ke dalam saku jaket.

"Rasa cokelat aja." Dinda mendengus pelan karena Jiman mengabaikan pertanyaannya.

Mereka duduk di bangku taman dekat air mancur kecil. Tidak ada yang memulai pembicaraan. Sebenarnya Dinda ingin, tapi dia sudah tidak mood untuk bicara.

Seolah tahu apa yang Dinda pikirkan, Jiman tiba-tiba bersuara "Tadi itu, Huta ngajak main nanti malam." Jiman tersenyum dan mengelus puncak kepala Dinda.

Dinda hanya tersenyum kecil dan mengangguk. Karena suasana hatinya membaik. Dinda jadi berniat untuk mengoceh lagi. "Kamu kenapa masih mau sama aku? Kamu masih sayang sama aku?"

"Harus banget ya, nanya itu?" balasnya sambil fokus pada es krim.

"Kamu gak suka?" sebagai jawaban Jiman menggeleng mantap. Dinda cukup terkejut melihatnya. "Kenapa?"

"Karena, kalau kamu nanya kayak gitu, sama aja kamu ragu sama aku." jelasnya. Dinda hanya mengangguk. "Kamu ragu sama aku?"

Dinda menggeleng "Kalau aku ragu, gak mungkin aku ada sama kamu di sini." jawabnya sambil menampilkan senyum manisnya, yang dapat membuat Jiman menahan nafasnya untuk beberapa detik.

"Kamu lebih suka punya pacar kayak gimana? Pendiam atau cerewet?" tanya Dinda tak berhenti mengoceh ria.

"Kayak kamu." mendengar itu Dinda jadi blushing. Jiman yang menyadari itu, hanya memasang senyum kecilnya.

"Pulang yuk, udah mau magrib." ajak Jiman, yang langsung dibalas anggukan dari Dinda.

Tak disadari, tidak jauh dari tempat mereka duduk, ada seseorang yang sedang mengamati dengan tatapan tajam dan tangan yang terkepal.

***

"Pokoknya lo harus bikin hubungan mereka hancur!"

"Lo kira gampang?! Otak lo pake sedikit dong!"

Fero terus mengepalkan tangan ingin menghantam gadis yang ada di depannya. Bagaimana bisa dia menyuruh Okta yang notabene merupakan mantannya, merusak hubungan Jiman dengan Dinda. Sedangkan Okta saja tidak tahu apa akar permasalahannya. Baru saja datang tiba-tiba disuguhkan dengan masalah yang bukan masalahnya. Tapi dia tidak peduli akan itu.

"Sebenernya mau lo apa sih?! Lo pengen dapetin si Dinda? Yaudah usaha. Ngapain bawa-bawa gue?!"

Waktu Okta pertama kali datang ke Bandung. Fero orang pertama yang datang menemuinya dan menjemputnya di bandara. Meskipun sudah putus, mereka tetap saling mengirimkan pesan singkat.

Di perjalanan menuju rumah Okta, tanpa basa-basi Fero menceritakan masalahnya dan keinginannya. Okta yang mendengarnya langsung menolak mentah-mentah, dan malah mencaci maki mantannya.

Lo gila ya?! Gue baru dateng, bukannya di sambut, malah lo suruh yang enggak-enggak!

Setelah putus dari gue, otak lo makin menipis ya?!

Kurang lebih seperti itu makian yang Fero ingat. Karena masih panjang dan dia malas mengingatnya.

Mendengar Okta terus mengomel, Fero semakin yakin ingin menghabisi gadis yang pernah ia pacari cukup lama. Menarik dan menghembuskan nafas untuk mengurangi emosi, itulah yang dilakukan Fero.

"Fer, lo itu udah dewasa, please... Rubah sikap egois lo. Lo gak bisa ngerebut kebahagiaan orang terus."

***

"Si Dio kaya juga ya..." Dinda mengedarkan pandangannya melihat isi gedung apartement milik teman SMPnya.

"Kamu kan teman SMPnya. Masa baru tau?" tanya Jiman sambil tersenyum pada resepsionis apartemen tersebut.

Hari ini Dinda berhasil memaksa Jiman untuk ikut pergi ke apartemen milik Dio. Dengan ancaman akan membanting semua miniatur robot miliknya. Mau tidak mau Jiman menuruti keinginan Dinda, dari pada harus melihat miniatur robotnya berserakan dengan tangan dan kaki yang terputus.

"Ya kan, pas SMP aku cuman main ke rumahnya doang." jawab Dinda. "Enak ya, yang jadi istrinya Dio, gak usah takut miskin."

Mendengar itu Jiman langsung menoleh ke arahnya. "Kamu mau jadi istrinya Dio?" tanya Jiman santai.

Menyadari akan ucapannya tadi. Dinda langsung menggeleng tegas, "Enggaklah!
Nanti kamu sama siapa?"

Mendengar itu, Jiman menahan tawanya.  "Ya, sama yang lain."

"Aw---" ringisnya karena Dinda mencubit lengannya.

"Nyebelin banget sih!"

Jiman terkekeh mendengar kekesalanDinda, dan langsung merangkul bahu gadis itu untuk lebih merapat.
"Kamu yang nanya, kenapa kamu yang marah?"

Mendengar itu, Dinda memilih mengidikan bahu sambil mengerucutkan bibirnya.

even though you are annoying, still you who always make me happy and feel awake







[END]

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Terimakasih telah membaca Hi! Jiman 💕
Salam hangat dari Author 👋

Hi! Jiman [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang