Happy Reading 💕
Pagi ini Dinda sengaja bangun lebih awal. Ada misi baru yang dia harus jalankan. Yaitu membuatkan bekal untuk Jiman.
"Nahhh jadi deh! Jiman pasti suka nih roti isi bikinan gue! Mah Dinda mau berangkat ya?!"
"Ya, uangnya di meja makan. Mamah di kamar mandi lagi setorrr!!!" teriak Wina dari kamar mandi.
***
Dinda berjalan cepat di koridor, sesekali dia tersenyum kepada orang yang menyapanya.
Dia bergegas ke kelas Jiman untuk menaruh bekal yang sudah disiapkan tadi."Ngapain lo?" tanya Farid ketua kelas IPA 1.
"Kepo!" jawab Dinda dengan ketus. "Jangan bilang ke Jiman kalo gue yang nyimpen ini ya? Biarin dia yang cari tau sendiri!"
Tanpa ingin mencari tahu Jiman pun sudah pasti mengetahui siapa yang mengirim bekal itu. Karena Dinda sudah menulis namanya diatas roti isi dengan saus tomat.
"Wani piro?" tanya Farid sambil menggosok ibu jari dengan telunjuk bersamaan.
"Mata duitan!" Dinda pergi sambil mengibaskan rambutnya.
Sesampainya di kelas, Dinda melihat semua temannya yang sibuk mencatat. Dia kebingungan dan menggaruk kepalanya yang tak gatal.
"Woyy pada ngapaen sehhh?!" Teriak Dinda dari depan pintu. Tak ada jawaban dari pertanyaannya, dia pun makin penasaran dan menghampiri Karent yang juga sibuk mencatat.
"Ngapain sih?"
"Jangan sentuh aku!"
"Lebay kau Patriciaaaa!"
"Lo bisa diem gak?!"
Dinda langsung mengambil catatan yang sedang disalin oleh Karent. "Astagfirullah..." Dinda menepuk dahinya. Dia baru ingat jika ada ulangan matematika dan buku catatan harus di kumpukan.
"Nah kan! Baru inget kan lo?" kata Karent yang masih sibuk mencatat.
Sial. Catatan belum ditambah lagi belajar pun belum sama sekali. Setidaknya meskipun tidak belajar, Dinda masih bisa membuat note kecil berisi family rumus atau membatik bercorak rumus di tangan hingga ke pahanya.
Dinda melotot terkejut melihat isi tasnya.
"DEMI KERANG AJAIBNYA SPONGEBOB, GUE GAK BAWA BUKU SAMA SEKALI!!!" habislah riwayat Dinda, dia akan menjadi santapan empuk Pak Wawan."Beresss!!!" seru Karent sambil meregangkan badannya.
"Rent... Gimana dong gue gak bawa bukunya," Dinda memasang wajah yang menyedihkan.
Bukannya membantu Karent justru menoyor kepala Dinda "Lagian melehoy dipiara!"
Dinda hanya mengumpat dalam hati. Menyumpahi sahabatnya itu. "Pinjem buku Jiman aja, gimana?" usul Karent.
Saat hendak berdiri, naasnya Pak Wawan sudah masuk membawa map berisi soal yang dapat membuat siswa buta huruf seketika.
"Kumpulkan catatan di meja sekarang!!!"
"Bukan gak setia kawan ya beib, tapi gue juga gak mau jadi santapan empuk tu monster." kata Karent sambil menepuk bahu Dinda.
Dinda sudah tau apa yang akan terjadi. Dan di sini lah dia. Berdiri sendiri di bawah mentari dengan tangan kanan hormat pada tiang benderan yang menjulang tinggi dan cairan bening terus menetes.
"Bro bukanya itu si Dijjah yak?"
"Mana?"
"Tuh yang berdiri di lapangan, ngapa tu bocah? Pasti kena hukuman tuh!" Dio terus berbicara sedangkan Jiman hanya diam dan memasukan tangan ke dalam saku. Jiman tersenyum miring.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hi! Jiman [SELESAI]
Novela JuvenilJiman Hanya siswa biasa, tidak nakal, tidak juga berandal. Pertemuannya dengan Dinda telah merubah hidupnya menjadi nano-nano. Manis... Asin... Asam... Pahit ?