teduh 24

52 2 3
                                    

cuaca di luar dingin sekali hujan lebat yang di sertai gemuruh melanda,

fauza hanya tertegun bersandar di tempat tidurnya, menarik selimut menutupi seluruh tubuhnya yang sudah mulai terasa sangat dingin
pandangannya nanar keluar jendela menatap butir butir hujan yang jatuh dari langit

beberapa kali hpnya berdering namun dia abaikan saja, disana ada banyak sekali chatan maupun telpon yang masuk dari jonatan

memang sepertinya dia menyadari kejadian tadi siang karna sudah pasti ada teman jonatan yang melihat fauza

mungkin dia merasa bersalah dan ingin menjelaskan sesuatu yang tidak harus di jelaskan,

di tengah hujan yang cukup lebat jonatan berlari kerumah jeksen

"tok"

"tok"

"tok"

"iya, sahut ibunya jeksen sambil membukakan pintu

"eh, jo kok basah basah? ayo... ayo masuk"

"jeksen udah pulang bu?"

"iya, baru saja pulang dari nganterin fauza,"

"fauza? jonatan bergegas masuk ke kamar nya jeksen"

lelaki itu sedang tertegun duduk di depan jendela

"apa yang lo lakuin sama dia?" ujarnya pelan ketika menyadari kehadiran jontan

jontan menghempaskan tubuhnya di kasur "dia datang kesini?"

"iya,

"hufff.. dia salah paham" ujar jonatan sambil menghembuskan nafasnya

"dia tidak salah paham, tidak mungkin" lanjut jeksen

kali ini jonatan duduk dari berbaring nya

"kenapa jeks? lo nga percaya sama gwe?" ujarnya bingung

"dia tidak mungkin salah paham karna dia tidak bisa jo, dia bilang dia tidak berhak untuk itu karna dia bukan siapa siapa" tutur jeksen

kata kata itu membuat jonatan terpaku, menyadari kesalahannya, menyadari kepengecutannya untuk membuat kejelasan antara dia dengan fauza

"awalnya gwe kira kali ini lo udah berubah, tapi ternyata apa bedanya dia dengan yang sudah sudah" ujar jeksen

"gwe masih belum berani untuk itu jeks, karna gwe terlalu takut jika dirinya akan tersakiti, sulit bagi gwe jeks, dia berbeda, dia istimewa
jujur antara gwe dan cika masih belum selesai tapi apa yang fauza lihat tidak seperti kenyataannya, gwe sebenarnya kesana untuk memutuskan cika, tapi apa daya gwe juga ngak tega karna ternyata hari ini hari ulang tahunnya,
semua terjadi begitu saja" gumam jonatan

"gwe tau gwe emang brengsek, tapi sebrengsek brengseknya gwe gue gak pernah terniat untuk menyakiti dia, gwe juga sudah pernah bilangkan kalau fauza gadis yang berbeda seumur umur baru kali ini juga gwe menemukan cewek yang seperti dia"

jeksen tertegun baru kali ini dia melihat kesungguhan hati dari seorang jonatan
namun ia juga menyadari bahwa perasaannya juga harus segera pupus
dan dia harus lebih menjaga jarak takut bendungan yang telah berusaha ia bangun akan runtuh begitu saja ketika ia terus dekat dengan gadis itu

"yaudah kalo memang demikian selesaikanlah masalah ini baik baik, jelaskan padanya dan jangan main main lagi, kasihan dia" ujar jeksen datar

"gwe gak tau apa dia masih mau memaafkan gwe jeks, sedari tadi pangilan gwe ngak dia jawab, chatan gwe di read aja enggak" ujar jonatan pesimis

"yeee.. gitu aja udah nyerah! gimana sih, biasanya juga gak pernah loyo gini" ledek jeksen

jonatan kembali merebahkan tubuhnya sembari memejamkan matanya

"ayo semangat!" ujar jeksen

beberapa saat kemudian jonatan bagun lagi sembari memasang wajah optimisnya
"assiaaaap" teriaknya

setelah beberapa lama mengobrol jonatanpun beranjak pulang

jeksen menekurkan kepalanya ke jendela seperti orang yang sudah putus asa
persis beberapa saat yang lalu dia besikap seperti ksatria yang kuat tampa beban tapi pada kenyataannya dia tidak sekuat itu, benaknya terus mengulang detik demi detik air mata membasahi pipi gadis itu juga detik demi detik yang mereka habiskan tadi sore jika saja dia bisa memberhentikan waktu dia ingin sekali moment itu menjadi abadi, pertamakali dia merasa dia memilki gadis itu, tapi apa daya semua berlalu begitu cepat

perasaan yang selama ini berusaha dia tepis, pada akhirnya harus dia akui juga, mungkin dia bisa berbohong pada semua orang tapi dia tidak bisa membohongi perasaannya sendiri

Drrrtt..

Drrrtt..

suara getaran hp itu menyentakan lamunannya
"fauza?" bisiknya dalam hati karna tumben sekali gadis itu menelfonnya pahadal baru saja mereka bertemu

diangkatnya panggilan itu "hallo.."

"hallo jeks,.. kamu dimana?"

"aku dirumah, ada apa za?"

"ngak ada apa-apa, aku kira kamu ngak jadi pulang kerumah"

"oooh, kamu ngak percaya sama aku?"

"bukan gitu... aku cuma mau memastikan aja siapa tau kamu keluyuran lagi"

"ngak lah. eh, jonatan baru saja dari sini"

"besok kamu masuk sekolah kan..., eh, pokoknya harus! kalo ngak ntar aku bilangin sama ibu kamu kalo kamu sering bolos dan juga bekerja biar kamu dimarahin sekalian!"

"za...., kamu masih marah sama jonatan?"

hening....

"lagi males bahas dia jeks, aku nelfon kamu karna aku mau ngobrol sama aku bukan untuk nanyain jonatan"

"tapi kamu tau.., jonatan tadi nangis" *jeksen ngarang

"nangis kenapa dia?"

"katanya kamu ngak mau angkat telfonnya, dia takut kalo kamu ngak mau maafin dia"

"haaa biarin aja dia kan emang kekanak kanakan"

"aku ngak mau ikut campur urusan kamu sama dia, tapi saran aku selesaikan saja baik baik, mungkin kamu hanya salah paham saja
eh,.. eee udah dulu ya za, soalnya tania juga nelfon nih"

"oooh, yaudah jeks" jawab fauza sambil menutup telfonnya
gak tau kenapa hatinya terasa kian murung mendengar nama tania. apa dia cemburu? "hah apaan sih" umpatnya pada dirinya sendiri

TEDUH (diary fauza)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang