jaga perasaan

50 2 0
                                    

pagi ini matahari tampak enggan menghangatkan bumk dan lebih memilih bersembunyi di balik awan kelabu, udara terasa cukup dingin embun masih menyelimuti dedaunan yg sudah rindu akan kehangatan.

semakin hari, kota kecil ini terasa semakin dingin suhunya, entah memang mungkin karna sudah mulai memasuki musim penghujan

di depan gerbang sekolah fauza sedang asik mengobrol yg sesekali mengencangkan jaket wolnya agar tidak kedinginan disamping nya jeksen seperti di takdirkan untuk selalu menghangatkan hari paginya

obrolan obrolan hangat itu bergulir diantara mereka berdua, seakan sudah terbiasa saja, waktu demi waktu berjalan membuat mereka semakin akrab entah memang karna ada pelantara jonatan, atau memang mereka sudah terlalu nyaman bersama

di kantin sekolah yg hendak fauza dan jeksen lewati tampak tipo dan gerombolannya sedang asik nongkrong

"oh sial"
fauza berdecak dalam hatu
ia paham betul seperti apa kelakuan lelaki berandalan itu
namun sepertinya mereka berdua sudah tak punya kesempatan untuk mengalihkan jalan

fauza memalingkan wajahnya kekiri, menatap wajah jeksen yang terlihat sudah bersiap mendengar hal hal yang tak menyenangkan dari tipo dan teman temanya. jeksen balik menatap fauza, mata teduh lelaki itu seperti meyakinkan fauza untuk tidak khawatir

mereka dua berjalan santai melewati kerumunan berandalan yg kurang kerjaan itu

"wesssh... ga dimana mana kok lengkat terus ya?" sindir salah satu di antara mereka

"nga usah dengerin jek"
bisik fauza menyuruh jeksen untuk tidak meladeni mereka

jeksen menghela nafas dalam dalam mencoba untuk bersabar

"sebenarnya tu cewek pacar jonatan apa pacar elu sih?" lajut yang lain diantara mereka

"hahaha.. masak lo lupa.. dia hobinya kan ngerebut pacar orang! sampe temannya sediri juga di tikung" ujar tipo penuh penekanan sementara yang lain menyeringai

jeksen tidak bisa sabar lagi langsung saja ia berbalik untuk menghajar mulut orang yang bicara itu tapi fauza menahan tangan nya

"jangan! please jeks.. jangan ledenin" ujar fauza sambik menatap lekat lekat mata lelaki itu
ia paham betul apa yang akan terjadi berikutnnya jika jeksen meladeni mereka. mereka akan berkelahi lagi, masuk BK dan kena scors. belum lagi soal jhonatan yang tidak akan terima, sudah jelas akan sama seperti yang sudah terjadi

jeksen menyadari bahwa fauza sangat tidak ingin ia berkelahi lagi dengan tipo, tapi perkataan tipo tadi benar benar menyinggung perasaannya

fauza tidak peduli komplenan dari jeksen ia terus manarik tangan lelaki itu untuk menjauh dari sana. hingga sampai di depan kelas baru lah fauza melepaskan nya

"aku mungkin masih bisa sabar za, tapi aku tidak bisa terima di sebut tukang tikung" jelas jeksen

fauza menghela nafas panjang sambil menstabilkan detak jantungnya

"memangnya kamu tukang tikung? iya?" tanya fauza sambil melipat tangannya di dada. ia sedikit kesal dengan sikap jeksen tadi, yang di nalainya bukan jeksen yang ia kenal

jeksen terdiam, ia tidak mengerti maksud dari pertanyaan fauza

"enggak kan?! trus kenapa kamu mau meladenin perkataan sampah mereka.. kamu cukup tau siapa diri kamu jeks gak perlu kamu mendengar omongan mereka" lanjut fauza panjang lebar

"aku hanya tak terima di sebut seperti itu" jawab jeksen pelan dengan nada sedikit prustasi

"kamu tau.. mereka hanya mencari2 masalah agar kamu bisa mereka jebak jeks, agar kamu dan jhonatan bisa mereka adu domba. kamu kok..." fauza berhenti sejenak ia ingin sekali memarahi jeksen saat ini juga

"aku pikir kamu jauh lebih dewasa dari jonatan, tapi ternyata sama aja" lanjut fauza dengan nada sedikit kecewa

jeksen kembali terdiam, ia menyadari bahwa ia terlalu menuruti emosi sehingga ia tidak bisa berfikir jernih

"aku hanya tidak mau kamu terluka" ujar fauza penuh penekanan

deg!

jeksen langsung tercengang mendengar perkataan fauza barusan yang terdengar sangat peduli pada dirinya

"Maksudnya.." fauza berusaha meralat perkataannya yang spontan tadi
"karna kamu... kamu tau sendirikan apa yg akan jonatan lakukan jika itu terjadi" ucapnya memperjelas

meskipun sudah dijelaskan oleh fauza apa maksud perkataannya, jeksen cukup mengerti apa yang dirasakan oleh gadis yang ada dihadapannya, ia ingin sekali tersenyum saat ini tapi nalurinya tidak mengizinkan lebih baik disimpan saja

hanya jarak beberapa meter dari mereka tania mematung di ujung koridor memasang wajah masam nya

fauza yang menyadari itu langsung saja merasa tidak enak "aku ke kelas dulu" ujarnya meninggalkan jeksen

TEDUH (diary fauza)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang