dilema, kecewa.

42 3 0
                                    

Tatkala mendung menyapa senja entah mengapa begitu hampa terasa,
sebuah perkenalan yang dimulai dengan bas basi kini mulai menuai tanda tanya

ada apa? salah kah saya jika mulai merasa terbuai dalam jeratan yang memabukan ini?

bak dua mata angin yang saling berlawanan
ada rasa ingin.
tapi....

ah bodoh!
akan kah seorang akan masuk jika dia tahu itu adalah kandang buaya?

apakah dalam senyuman saya akan melompati jurang nestapa yang sudah tau tak ada ujungnya

sadar atau tidak ini dilema....

"tidak.
"tidak.
"tidak.

fauza berusaha mencengkram keras hati nya untuk tetap mengikuti akal sehatnya

di tatapnya lalu lalang kota yang padat

memang sulit di jelaskan begitu rumit untuk di tafsir kan

jiwanya bersikeras mengatakan tidak, namun buktinya ada dimana raganya sekarang,

di tolehnya kebelakang, disana tampak bangunan megah yang tampak mengejek kekonsistenan dirinya

apa yang dia lakukan disini?

kenapa beberapa saat yang lalu di tempat ini, yang ada dalam pikirannya hanya kepanikan?

ataukah dia baru saja terbangun dari mimpi siangnya?

ataukah mungkin inilah yang dinamakan alam bawah sadar? yang di kendalikan oleh panggilan terdalam pada hati?

kecamuk pikiran itupun berhenti ketika satria FU biru hitam berhenti tepat di depan nya

"jeksen"

"ayo naik za, ini udah sore. mau hujan lagi"

apa ini tuhan? engkau selalu mengirimkan lelaki yang begitu baik hati nya, harus kah di tolak?

fauza hanya tersenyum kecil dan menaiki motor itu tampa basa basi

entah ini karna pelampiasan, ataukah memang dia harus terbuka untuk lelaki sebaik jeksen

lelaki itu mengumam, dia pasti paham betul mendung memang begitu tebal untuk di lawan

sepanjang roda hitam itu berputar menggores jalan hitam, tak sepatah kata pun yang terucap di antara kedua nya

memang terlalu rumit untuk mencari topik baru, karna topik lama berada pada waktu yang salah untuk di bahas

jeksen pun merasa di pojok tersulit yang mengurung dirinya, rasa bersalah pun berkecamuk dalam pikirannya

salah dia, terlalu optimis dengan sahabatnya

salah dia, terlanjur ikut campur meyakin kan fauza

salah dia, jika hati gadis itu mulai terluka

hingga ban motor itu berhenti berputar tepat di depan sebuah puskesmas,

dihalaman sebuah rumah yang berpenampilan sederhana di halaman nya terdapat taman kecil yang di penuhi bungga bungga yang bermekaran

hal itu mendakan pemilik rumah ini
adalah keluarga kecil yang cukup rajin memperhatikan lingkungan sekitarnya

"makasi ya jeks" ucap fauza ketika turun dari motor itu

wajah manis nya tambah di permanis oleh senyuman mekar di bibirnya

apa ini? pencitraan kah...
mengapa gadis ini memperlihatkan seolah olah tak ada beban di pikirannya

"mau mampir dulu jeks?" tawarnya

"ah, tidak usah lain kali aja" jawab jeksen

rasa bersalah kian tersa berat menimpa kepalanya melihat gadis itu yang masih saja tersenyum

ingin saranya dia meninta maaf, namun tak tau harus memulai dari mana,
karna apa?,
untuk apa?
toh tidak ada topik yang jelas semua masih ambigu untuk di bahas

lagi pula semua yang terasa manis sudah terlanjur terlelan

gerimis pun sudah datang menyapa mereka yang masih berdiri di sana

entah apa lagi yang masih di tunggu hanya perkataan yang membisu

"gerimis, masuk aja yuk" ajak fauza tak tega meninggalkan laki itu dalam guyuran

"kamu masuk deh za, aku juga mau pulang" jawab jeksen

fauza menghela nafasnya melangkah keperkarangan rumah

dan dia sudah di depan pintu, namun lelaki itu masih setia mematung disana seolah dia benar benar menikmati hujan yang mengguyur tubuhnya

fauza mengacung kan tangannya menyuruh jeksen pergi, namun lelaki itu justru menyuruh fauza masuk kedalam rumah duluan

sebenarnya sungguh fauza tak tega, namun jika dia terus berdiri di depan pintu, sepertinya lelaki itu tidak akan pernah beranjak dari tempatnya

akhirnya berat hati, fauza mengkah masuk, dan segera di intip nya dari jendela

tampak jeksen mulai beranjak pergi dengan tubuhnya yang sudah mulai kuyup

ini kah bentuk pertanggung jawaban atas kesalahan yang sama sekali tidak dia lakukan?

kenapa jeksen samapai segitunya,

atau kah memang tidak seharusnya fauza mengunci mulutnya sepanjang perjalanan tadi
hal itu mungkin yang membuat lelaki itu merasa kian bersalah

lagi pula, harusnya jonatan bukan alasan satu satu nya untuk fauza dekat dengan jeksen

toh, jeksen adalah teman yang sangat baik, akan ada banyak hal lain yang seru untuk di bicarakan, atau mungkin sekedar bertukar pikiran

"mungkin besok aku harus lebih mencairkan suasana" gumam fauza sambil merebahkan tubuhnya di ranjang

TEDUH (diary fauza)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang