45. Masalah

2K 116 0
                                    

Playing: Downpour - I.O.I

  ♪♪♪   









Licia memejamkan matanya saat tangan itu mengelus wajahnya. Dadanya berdetak tak karuan. Pria di depannya tidak mengucapkan apa-apa lagi dan hanya diam menatapnya.

"Lo enggak merindukan gue?" tanyanya setelah hening yang cukup lama.

Licia diam. Dia memalingkan wajahnya. Tidak mau memandang wajah cowok di depannya. Air mata terus mengalir dari wajahnya. Ini terlalu tiba-tiba. Bagaimana bisa cowok ini muncul di depannya, padahal dia,

"Kenapa gak di jawab?"

Licia tetap bungkam.

"Apa lo jadi bisu?"

"Ss...siapa lo sebenarnya?"

Pria itu tak langsung menjawab. Dia memainkan wajah Licia dengan sapuan lembut tangannya. Keningnya, hidung, pipi, hingga dagu, semua terjamah oleh belaian tangan laki-laki di depannya.

"Gue kecewa lo lupa dengan gue," ucapnya sedih. "Padahal, dulu kita sangat dekat."

Tangan Licia meraih batu yang berada tidak jauh dari tempatnya. Tapi, laki-laki itu mengetahuinya dan mencekal tangan Licia.

"Wow, gue sangat sakit hati lo ingin mencelakai gue." nada suaranya di buat kecewa. "Tapi sayang, gue yang bakal bunuh lo duluan."

Plak! Pipi Licia memanas. Laki-laki itu mencengkram wajah Licia. Dia tidak perduli seberapa keras Licia menjerit karena sakit akibat ulahnya.

Dia justru merasa sangat senang dan terhibur melihat Licia yang tersiksa seperti ini. Sedikit ada rasa iba dalam dirinya karena walau bagaimanapun, perempuan di depannya juga pernah masuk ke dalam kehidupannya.

Tapi, segera di tepisnya perasaan itu. Kematian perempuan ini adalah tujuannya saat ini. Dia harus mengakhiri kisah si pemeran utama yang tak pernah di harapkan ini.

"Lo tau apa yang membuat gue benci sama lo?" tanya laki-laki di depannya. Lagi, dia mengelus pipi Licia. "Gue benci karena lo gak ingat apapun. Gue benci karena lo gak mengingat kejahatan lo."

"A..aappa? Kejahatan? Apa maksud lo?"

Sebuah foto seorang perempuan terpampang di depan wajahnya. Licia diam. Rasanya dia seperti pernah melihat wajah perempuan itu. Tapi, dia lupa dimana.

"Kenapa? Merasa kenal dengan sosok ini?" Licia tidak bisa melihat ekspresi laki-laki di depannya karena dia memakai topeng. Tapi, dari nada suaranya, jelas-jelas laki-laki itu marah. "Coba ingat siapa cewek ini." Laki-laki itu menekan Licia.

Sekeras apapun Licia mencoba mengingat, nyatanya otak Licia tidak mampu. Yang ada justru kepalanya menjadi sakit. Rasanya seperti ada orang yang memukulnya dengan palu raksasa.

Licia benci rasa sakit ini. Dia ingin ingatannya kembali dan sembuh dari amnesianya. Rasanya sangat menderita saat potongan ingatannya kembali dan ia terlalu memaksa diri untuk mengingatnya.

"Ayo, putar memori lo. Ingat cewek ini." Laki-laki di depannya semakin menuntut.

Semakin Licia mencoba mengingat, semakin menjadi juga rasa sakitnya. Licia mengerang. Badannya ambruk ke atast aspal jalanan. Licia berbaring. Mulutnya berteriak sementara tangannya menjambak rambutnya.

Laki-laki di depannya tertawa puas. Nafas Licia tercekat ketika laki-laki di depannya neraih lehernya dan mencekiknya. Kaki Licia menendang-nendang udara. Rasanya pasokan udara pada paru-parunya semakin menipis.

Perfect Imperfection [bullyingstorry1] COMPLETED #wattys2019Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang