70. Di Balik Topeng Rajawali

2.3K 154 30
                                    

Playing: Lily - Alan Walker, K-391 & Emelie Hollow




♬♬♬


"Apa kau sudah siap?"

Wanita dengan rambut hitam bergelombang itu mengangguk. Dia harus melakukan ini. Semua masalah ini adalah akibat ulahnya. Karena dirinya, hidup seorang anak perempuan hancur. Dia harus meluruskan semuanya.

Wanita itu menarik nafas sedalam mungkin. Lantas, matanya bertatapan dengan mata dari sepasang paruh baya dan juga seorang remaja laki-laki. Ketiga oprang itu mengangguk. Seakan memberikan kekuatan pada wanita itu untuk melakukannya.

Risma -nama wanita itu-, sekali lagi menarik nafas. Aku pasti bisa, ucapnya meyakinkan diri.

Risma mengangkat kepalanya. Kali ini wajahnya menatap sebuah lensa kamera yang tepat menyorot ke arah wajahnya. Di belakang kamera itu, tampak Abraham Werner, beberapa orang berjas hitam, dan juga keluarganya berdiri.

"Baik, Saya siap."


♬♬♬


Perih dan juga sesak, itu adalah yang Licia rasakan. Licia menggerakkan kepalanya ke kanan dan kiri. Dia tidak bisa melihat apapun. Matanya di tutupi oleh sebuah blindfold.

Licia mencoba untuk menggerakan tangan dan kakinya. Sayangnya seseorang mengikatnya dengan begitu kuat.

"Hmhhhh!" teriakan Licia tertahan oleh sebuah lakban hitam.

Tap tap tap, samar- samar, Licia dapat mendengar sebuah suara langkah kaki yang mendekatinya. Semakin dekat suara itu, semakin di buat merinding bulu kuduk Licia. Saat ini, dia akan berhadapan dengan malaikat mautnya.

Suara langkah kaki itu berhenti tepat di hadapannya. Licia kini merasa kalau orang itu sedang mengamatinya dari ujung kaki hingga kepalanya. Sebuah tangan membelai lembut pipinya. Tangannya sedikit terasa kasar di kulit Licia yang sehalus kapas.

"Bahkan dalam keadaan seperti inipun lo masih aja cantik Li," ucap suara seorang laki-laki yang ia yakini adalah suara orang di hadapannya. Orang itu meraih dagu Licia. Lantas dia mengangkat wajah Licia. "Wajah lo memang sangat cantik. Tapi sayangnya, hati lo gak secantik wajah lo. Lo pembunuh!" orang itu melempar wajah Licia.

"Hmmmmmhhhh."

Laki-laki itu tertawa. "Gue lupa, lo lagi gak bisa ngomong."

Licia meringis kesakitan ketika tiba-tiba tulang keringnya di tendang. Rasanya nyeri dan nyut-nyutan. Tidak sampai disitu, orang itu mencekik Licia. Dia lantas mendorong tubuh Licia hingga Licia terjatuh bersama dengan kursi yang di dudukinya. Setelah itu, dia mulai memukul dan menendang Licia.

Tidak ada yang bisa Licia lakukan selain menangis. Seluruh badannya terikat pada kursi sementara matanya di ikat blind fold dan mulutnya di tutupi oleh sebuah lakban hitam. Lagi, Licia meringis ketika kaki berlapis sepatu sport itu menyentuh kulitnya dengan sangat keras.

Kini, badannya di penuhi oleh luka dan juga lebam. Bahkan di beberapa bagian tubuhnya terlihat darah mengalir. Orang itu membuka lakban yang berada di mulut Licia dengan kasar. Seketika itu pula Licia terbatuk dan mengeluarkan darah.

Ketika akhirnya orang itu membuka blindfold yang menutupi matanya, saat itu juga Licia di buat terkejut. Licia bahkan sampai tidak bisa berkata-kata karena ia tidak menyangka kalau laki-laki itu yang akan berdiri di depannya.

Dia bukan laki-laki itu.

Laki-laki ini, Licia mengenalnya. Dia adalah laki-laki yang dulu pernah menyatakan rasa cintanya pada Licia. Dia adalah salah satu sosok laki-laki yang Licia kagumi selain Papa, Bapak, kedua kakak, dan juga sepupunya.

Perfect Imperfection [bullyingstorry1] COMPLETED #wattys2019Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang