72. Satu Kejujuran "I Love You'

3.2K 178 32
                                    

Playing: Hero - Christina Perri ft Cash Cash

♪♪♪

Di luar pintu lapangan basket outdoor, Shane dan anak-anak basket yang lain, terdiam mematung. Jelas-jelas tadi mereka mendengar suara tembakan sebanyak dua kali. Dan, suara itu berasal dari arah lapangan basket outdoor.

Shane dan teman-temannya saling bertatapan. Dengan langkah seribu, mereka lantas bergegas pergi menuju lapangan basket outdoor. Sial bagi mereka karena pintu dikunci dari dalam. Ini semakin membuat mereka berfikir kalau sesuatu yang tidak beres terjadi di dalam.

Tanpa berfikir panjang, Shane mendobrak pintu di depannya. Butuh beberapa kali percobaan sampai akhirnya pintu itu terbuka. Itu juga dengan bantuan teman-temannya. Ketika pintu terbuka, Shane dan yang lainnya terdiam kaku di tempat. Mata mereka memandang shock pada sesosok tubuh yang tergeletak di tengah lapangan.

Shane mengamati sosok itu. Dan, ketika matanya menangkap sesuatu yang melingkar di pergelangan tangan cewek itu, saat itu juga tubuhnya terasa melemas. Itu adalah jam Stitch yang ia berikan untuk Licia. Shane berlari menghampiri tubuh itu. Dalam hati ia berdoa semoga saja keadaan cewek iti baik-baik saja, walaupun Shane tahu tidak.

Shane membalikkan tubuh di depannya. Kepalanya menggeleng dengan keras saat kini matanya berhasil melihat wajah sosok di depannya dengan jelas. Shane mengguncang tubuh ringkih di depannya. Berharap kalau mata itu akan terbuka dan menatapnya.

Di belakangnya, teman-teman Shane terdiam sambil menutup mulut dengan tangan. Mereka tidak menyangka kalau sosok tubuh yang tergeletak dengan badan penuh darah dan luka lebam itu adalah sosok yang baru saja mereka bicarakan. Sosok yang telah mereka salah pahami. Tak jauh dari tempat mereka berada, terlihat sebuah pistol yang tergeletak di dekat tangan cewek itu.

"Ada apa ini?" tanya pelatih yang baru saja tiba. Mulutnya langsung terbuka saat melihat apa yang tampak di depannya. "Apa yang kalian lakukan? Kenapa hanya diam saja? Telpon ambulans dan Polisi sekarang!"

Tanpa memperdulikan perkataan pelatih, Shane menepuk pipi Licia pelan. "Licia," panggil Shane. "Cia, kamu kenapa? Buka mata kamu Cia," pinta Shane dengan suara yang sangat parau. Air mata jatuh dari pelupuk matanya. Dia menepuk-nepuk kembali pipi Licia. Berharap dengan begitu, maka mata Licia akan segera terbuka. "Cia."

"Tolong! Gue mohon, tolong!" Shane mengusap pipi Licia. "Cia," panggil Shane mengguncang badan Licia. "Li," panggilnya lagi. Shane memeluk badan Licia. Dia tidak perduli kalau bajunya terkena noda dari darah Licia. Saat ini yang ia inginkan hanya satu. Yaitu, Licia membuka matanya.

"Cia," panggil Shane semakin serak. "I beg you Li, wake up. I beg you."

"Shane," panggil sebuah suara sangat lemah.

"Cia!" ucap Shane. "Aku mohon, kamu bertahan."

Licia tersenyum. Dengan sekuat tenaga, ia berusaha untuk menggerakan jemarinya untuk meraih wajah Shane. "Hei," panggil Licia. Jemarinya mengusap air mata Shane. "Kehnapaaah nangishh?" tanyanya dengan senyuman yang terlihat begitu lemah.

"Jangan bicara Licia." Shane memohon pada Licia. "Kamu harus bertahan Licia. Aku mohon."

Licia menggelengkan kepalanya. Dia meringis ketika merasakan ngilu pada perutnya. Shane segera mengambil jaket dari tasnya. Ia lantas menutup bagian perut Licia yang terkena tembakan dengan jaketnya. Berusaha untuk meminimalisir pendarahan Licia.

"Kamu tau Shane?" tanya Licia. "Aku merasa sangat beruntung, sebelum Tuhan mengambil nyawa aku, seenggaknya, aku masih bisa lihat wajah kamu untuk yang terakhir kalinya."

Shane memejamkan matanya. Tangannya menggenggam lengan Licia yang berada di pipinya."Jangan bicara seperti itu Cia. Kamu enggak akan kemana-mana. Kamu akan bertahan. Aku percaya itu."

Perfect Imperfection [bullyingstorry1] COMPLETED #wattys2019Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang