21. Malam Puncak

2.5K 143 1
                                    

Play: Love Story - Taylor Swift


♪♪♪



Thomas menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi. Dua matanya menatap lurus pada Licia yang berada di seberangnya. Saat ini mereka masih berada di ruangan Licia. Tepatnya, tiga cowok itu sedang menginterogasi Licia. "Gue bener-bener enggak habis pikir dengan cara pikir keluarga lo. Gimana bisa mereka ngelakuin hal sekejam itu sama lo?"

Licia melemparkan punggungnya kebelakang. Dua tanganya terlipat di depan dada. "Rick, Matt, Thom, please, jangan salahin keluarga gue. Kalaupun Grand-père enggak nyuruh gue buat nyembunyiin identitas gue, gue yang bakal minta mereka buat ngelakuin itu."

"Kenapa?" tanya Erick heran. "Licia," katanya dengan suara yang lembut. "Gue, Matt, dan Thom ngelakuin ini semua karena kita semua care sama lo."

"Gue tau dan gue sangat berterimakasih dengan itu. But, stop blame my family okay?

"Lagian, gue senang kok identitas gue sebagai keluarga DuBois enggak di ketahui siapapun. Walaupun Grand-père enggak menyuruh gue melakukannya, gue akan tetap melakukannya atas kemauan gue sendiri."

Ya, walaupun Licia sedih karena ia tidak bisa dengan bebas jalan-jalan bersama dengan keluarganya, tapi di sisi lain, dia juga mendapatkan keuntungan dengan identitasnya yang di rahasiakan.

Thomas dan Matthew memalingkan wajah mereka. Tidak mau menatap Licia. Erick menarik nafasnya pelan. Dia mencondongkan tubuhnhya. Kedua tangannya saling bertaut.

"Ok. Sekarang kasih tau ke kita alasan kenapa elo tetep pengen identitas elo enggak di ketahui siapapun," kata Erick dengan nada yang tegas.

"Gue pengen punya sahabat sejati," jawab Licia pelan. Kepalanya menunduk menatap sepatu hak-nya yang sejujurnya sangat ingin ia lepas sedari tadi.

Thomas menepuk keningnya. Matanya menatap Licia tidak mengerti. "Ya Ampun Licia, gue bener-bener enggak ngerti dengan pemikiran lo. Cuman karena elo pengen punya sahabat sejati, kenapa elo harus sampai menyembunyikan identitas lo seperti ini? Padahal, kalau elo kasih tau tentang diri elo yang sebenernya, elo bakalan lebih gampang buat dapetin teman tau enggak?"

"Iya emang gampang. Tapi, bukan true friends yang gue dapetin, justru fake friends yang bakalam bertebaran di sekeliling gue!!"

Baik Erick, Matthew, maupun Thomas, ketiganya terdiam. Ketiganya mencerna semua perkataan yang keluar dari bibir Licia. Cewek itu ada benarnya juga. Sedari kecil mereka sudah di kenal sebagai anak dari salah satu orang terkaya di dunia. Maka dari itu, mencari teman bukanlah hal yang sulit bagi mereka.

Tak perlu mencari, malahan orang-orang itu akan datang dengan sendirinya untuk bisa menjadi teman mereka. Tapi, memang kebanyakan dari mereka mau berteman dengan Erick, Matt, dan Thom, karena mereka bertiga kaya. Mereka juga tak jarang memanfaatkan kekayaan Erick, Matt, dan Thom untuk kepentingan mereka sendiri.

"Lo bener juga. Kenapa ya gue enggak kepikiran buat nyembunyiin identitas gue dan nyari true friends?"

Thomas menggelengkan kepalanya. Dia memukul belakang kepala Matthew. "Percuma bego. Begitu elo brojol, orangtua elo langsung bikin konferensi pers."

Matthew balas memukul Thomas."Kayak lo enggak aja."

Erick menggelengkan kepalanya menatap kelakuan dua temannya yang ajaib itu. Lalu, perhatiannya kembali pada Licia. "Tapi Li, seenggaknya, kalau orang-orang tau elo adalah lo adalah bagian dari keluarga DuBois, elo enggak akan di bully," ujar Erick membuat seluruh perhatian kini kembali tercurah pada Licia.

Perfect Imperfection [bullyingstorry1] COMPLETED #wattys2019Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang