5. TERUNGKAP

98 12 2
                                    

Kemudian atmo melirik ke arah ku dan berkata yang membuatku tidak nyaman.

"hahahah tidak! Dia Virus mematikan nanti aku dan kelompokku akan tertular" atmo pun mentertawakanku dengan sebutan yang aku tidak suka.

"ku mohon jangan sebut aku dengan sebutan itu lagi ! Aku memang kurus tetapi aku tidak mematikan! Aku sehat dan banyak makan arti nya aku baik-baik saja." aku memohon sambil menjelaskan lagi dan lagi agar mereka berhenti sebut kata-kata yang benci.

"ya! Kau virus mematikan yang berupa manusia!" yogi pun yang sekelompok dengan atmo ikut mengatakan itu bahkan mendorongku hingga aku terjatuh dan mereka semua tertawa puas atas apa yang mereka lakukan padaku.

Aku? Aku hanya menangis dan menutup telingaku karena mereka terus mengejekku dengan sebutan "virus mematikan" sambil bertepuk tangan. Aku berharap bel masuk sekolah berakhir dan ada guru yang datang untuk menolongku ternyata masih setengah jam lagi. membuatku berpikir mimpi buruk inilah yang ku maksud, kata-kata itulah salah satu nya yang membuatku sulit tidur.

~~~~~

"aaaaaaaarrrrrrgggghhhh!!!!" aku berteriak sekencang mungkin tanpa peduli orang tua ku yang berada di rumah menurutku pasti mendengar teriakkanku. Sejujurnya Aku lelah! sangat lelah! sudah tidak tahan lagi menghadapi ini berkali-kali hingga aku mengeluarkan emosi ku sambil menarik rambut ku. Sakit? Iya sakit, tetapi batinku yang sangat sakit bahkan semua orang tidak mengerti, yang mereka tahu sebuah ejekkan.

*PRAAAAAAAANNGGG

aku membanting cermin yang tergantung di dinding sampai hancur berkeping-keping persis hatiku dan kaki ku terkena beling kaca tetapi aku tidak merasa sakit sedikitpun.

"mba? Ada apa? Kita mendengar teriakkan kamu sampai memecahkan sesuatu. Jangan berbuat macam-macam di dalam! " mama menggedor pintu kamarku sangat kencang mungkin karena khawatir. Aku yang mendengar hanya menangis sambil tersenyum miring seperti orang tidak waras.

Ayah berusaha terus mendobrak pintu kamar yang sudah ku halangi dengan benda berat jadi sudah pasti sulit di dobrak. Berkali-kali bunyi dobrakkan pintu dan suara meneriaki namaku dari luar terdengar jelas tetapi aku tidak peduli. beberapa menit kemudian pintu kamar berhasil terbuka.

"oh tidak! Jangan lakukan itu!" kepanikan ayah langsung menarikku menjauh dari beling yang membuat kaki ku berdarah.

"Kamu kenapa seperti ini? Apa yang terjadi? ceritalah nak jangan di pendam sendiri! kita kan orang tuamu." mama menangis sambil memelukku tetapi aku hanya terus menangis di pelukkan mama dan tidak mampu menceritakan apapun.

"aku tahu kenapa mba seperti itu! Dia selama ini menyembunyikan rasa sakitnya dari kita. Mama dan ayah tahu kenapa? Selama ini mba di bully oleh teman-temannya karena badan mba yang kurus dan kulitnya yang gelap." latifah yang tiba-tiba baru sampai dari sekolah berbicara yang membuat aku sangat terkejut. Dia satu sekolah denganku tetapi berbeda kelas, aku tidak menyangka dia tahu apa yang aku rasakan selama ini.

"aku selama ini sudah tahu mba dapat bully di sekolah, awalnya aku kira hanya bercanda semata jadi aku membiarkannya. Aku juga ingin lihat apa mba akan berusaha bercerita ke orang tua atau tidak, kenyataannya mba memilih berbohong beranggapan tidak ada yang perlu di khawatirkan.
Iya kan mba? Kenapa seperti itu?" ucapan latifah yang membuatku makin menangis sebab aku bingung harus berkata apa, aku takut jika nanti menceritakan kepada orang tua pasti mereka akan memarahi teman-teman di sekolah dan membuatku tambah dapat ejekkan yang lebih lagi. Latifah seperti memberi kode lewat mata nya bahwa tidak akan terjadi apapun lalu aku mengangguk yakin.

"a..aku sudah tidak kuat lagi. Mama Kenapa aku di lahirkan sekurus ini? aku selalu dapat ejekkan virus mematikan dari temanku. Mereka juga tidak ingin berteman denganku karena takut tertular, aku coba menjelaskan bahwa Tuhanlah yang menciptakan aku seperti ini, dan tidak ada manusia yang sempurna di dunia ini tetapi mereka tetap bully aku dengan sebutan itu, perlakukan aku tidak adil." aku mengungkapan semua nya dengan tubuh yang bergetar sambil terus berada di pelukkan mama.

"tunggu! Kamu itu cantik sampai-sampai waktu kamu baru di lahirkan, seorang suster ingin mengangkat kamu sebagai anaknya karena kebetulan dia belum memiliki momongan dan juga kamu bayi mungil nan cantik yang pernah di lihat oleh suster. Dan kamu tahu setelah kamu berumur 1 atau 2 bulan, maaf mama seperti nya agak lupa tetapi yang mama ingat teman-teman mama merebutkan kamu untuk di pangku oleh mereka juga untuk di ajak jalan-jalan. Padahal di sekitar banyak sekali anak bayi seumur mu waktu itu karena mereka menyukai mu" mama menjelaskan masa kecilku agar aku lebih bisa tenang dan merasa terhibur karena masih banyak yang menyayangiku.

"tetapi itu masa kecil dan sekarang berbeda. Berjanjilah ayah, mama, Latifah untuk tidak memarahi atau membalas mereka karena aku akan tambah dapat bully yang mungkin akan lebih parah dari ini." jawabku dengan wajah murung Di sertai perjanjian untuk keselamatan ku.

"kamu tahu nak? Tidak selalu semua orang terlihat cantik di parasnya tetapi hati juga lebih utama di percantik. Percuma jika kamu memiliki wajah cantik tetapi hati mu buruk dan sebaliknya. apapun yang terjadi sekarang bersyukurlah dan jadikan ini pelaran agar kamu tumbuh menjadi wanita yang kuat bahkan mampu menginspirasi semua orang nanti." nasihat mama yang benar-benar membuatku terharu dan berhenti menangis.

"baiklah, sekarang kita bersihkan luka di kaki mu itu jika tidak, nanti akan infeksi". Ayah langsung membersihkan luka ku, mungkin luka fisik akan sembuh nanti tetapi bagiamana luka di hati? Akan sulit di sembuhkan.

Aku melewati masa sekolah dasarku dengan penuh kesedihan dan jarang aku mendapat senyuman, mengerjakan tugas pun selalu lebih sering sendiri.
Aku ingat ada pengambilan nilai memasak berkelompok dan di situlah aku baru mendapatkan nilai kelompok karena pihak guru lah yang mengatur nama kelompok, aku melihat senyum mereka saat memasak dan saat berfoto bersama yang aku tidak tahu itu senyum palsu atau memang mulai muncul dari hati mereka tetapi yang aku tahu, aku sangat senang sekali. Dan hari kelulusan sekolah yang di wajibkan mengambil ijazah bersama salah satu orang tua di situlah teman-temanku tersenyum padaku.
Aku membenci mereka? Aku rasa tidak.
Merasa dendam? Oh tidak! Aku memang trauma tetapi aku tidak menyimpan dendam, Aku memaafkan semua nya sebelum mereka pun meminta maaf.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

TBC~

duh makin serumit itu dan makin panjang aja
Semoga yang baca gak bosen ya dan gak capek baca tulisan sepanjang itu😂
Plis vote nya setelah membaca untuk tanda menghargai dan di tunggu ya komennya 😊💕


T I T I K (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang