14. BERJUANG 2

30 5 0
                                    

"loh ini pesanan saya? Kan saya pesan yang minuman hijau itu bukannya yang ini !" ucapan pelanggan itu yang membuatku terkejut.













"maaf tadi saya sudah mencoba sebutkan ulang pesanannya yaitu thai tea bukan? Lalu anda menyetujui nya." aku menepis ketidak benaran yang di buat pelanggan itu.

"mba ini sudah salah bukan minta maaf, malah menyalahkan kita? Minum sajalah! Atau buang saja ke tempat sampah! Saya tidak suka minuman itu! Saya suka minuman berwarna hijau karena saya sedang diet !" ucapan yang terasa tidak sopan itu terdengar kemanapun.

"mohon maaf ada apa ini? Kenapa ribut? Maaf jika ada kesalahan yang di perbuat rekan kerja saya." Fauzi selaku leader menyadari keributan itu lalu bertanya baik-baik.

"ini mas tolong ajarkan rekan kerja anda agar bekerja yang benar! saya memesan minuman yang hijau tetapi dia buatkan yang seperti ini !!" pelanggan itu terus menyalahkan aku.

"saya berkata sesuai fakta. selagi saya tidak salah, saya berani menghadapi nya" ucapanku dengan tegas.

"hei !!! Saya bisa membeli outlet ini ! Bahkan mulutmu bisa saya beli ! Dasar tidak sopan!" pasangan dari pelanggan itu pun ikut bicara dengan kasar sambil menunjuk dengan jari telunjuknya ke arah ku.

"begini saja, kita akan buatkan minuman yang baru untuk anda. Bagaimana?" usul leaderku sebagai penengah.

"Tidak perlu ! Saya hanya ingin dia minta maaf atas kesalahannya." pelanggan itu terus memojokkan ku dalam masalah kecil seperti ini dan leaderku menepuk sebelah pundak ku lalu memberi kode untuk segera meminta maaf. Akhirnya aku meminta maaf dengan terpaksa dan barulah pelanggan sombong itu pergi meninggalkan outlet.

Setelahnya aku membelakangi kasir dan juga customer untuk menangis. kenapa aku menangis? Karena aku merasa kesal, aku akan menangis juga di saat aku merasa kesal. Lalu leaderku menenangkanku dan memberikan nasihat agar lebih kuat mental jika ingin bekerja yang berhadapan dengan orang banyak. Aku hanya tidak suka di salahkan padahal itu bukan kesalahanku, aku juga tidak suka di tunjuk saat berbicara karena terlihat merendahkan. Mereka memang kaya tetapi mereka sedikit pun tidak ada rasa menghargai pekerjaan orang lain, aku benci orang yang seperti itu!
Untung saja sudah tiba waktu nya aku untuk pulang jadi aku habiskan rasa kesalku ini di rumah.

~~~~~

"permisi.. Saya ingin membeli sesuatu" suara yang terdengar dari luar toko seperti pelanggan.

"iya?" aku menghampiri pelanggan itu ternyata mataku membulat sempurna akibat terkejut. "Adi? Apa yang i..ingin kamu beli?" sosok itu yang dahulu pernah memukul wajahku kini muncul kembali dengan penampilan urakan namun sopan tutur katanya.

Lalu ia memilih sendiri apa saja yang ia perlukan lalu membayar. Aku melihat dirinya yang sedikit kaku di hadapanku entahlah ia masih ingat kejadian itu atau tidak tetapi rasa trauma ku muncul dengan sendirinya, saat menerima uang darinya tanganku sedikit bergetar ketakutan. Ia salah satu anak dari tetangga di komplek rumahku entahlah aku bertemu lagi dengannya saat ini setelah sekian lama seperti menghilang begitu saja, mungkin karena aku juga sibuk dengan urusanku sampai tidak perhatikan sekitar.
Setelah itu ia pergi dari toko ku, aku kembali masuk ke dalam rumah untuk menghampiri mama yang sedang duduk di sofa sambil memperhatikan acara televisi.

"besok kita akan mencari universitas untukmu dan fokus kuliah saja." terlontar dari mulut mama secara tiba-tiba.

"Kenapa tiba-tiba sekali?" aku bertanya dengan heran.

"Di tempat kerja mu tidak boleh kuliah bukan? Sebab itu kamu mengundurkan diri? Kamu juga memiliki tabungan sekarang dari pada nantinya habis begitu saja lebih baik untuk mendaftar kuliah. Nanti akan mama tambah kalau kurang." ucapan mama yang membuatku mengangguk karena memang benar aku sudah tidak bekerja di outlet memilih untuk tidak menunda kuliah terlalu lama, semoga tidak ada kendala keuangan lagi.

T I T I K (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang