Saya harap chapter ini tidak terlalu membosankan.
Anyway, selamat membaca! :)
_______________________________________________________________________________
Sampai sekolah berakhir, Abrar tetap mendiamkan Gavin. Tidak peduli apa pun yang dilakukan Gavin, Abrar bersikap seolah tak melihat keberadaannya. Bahkan usaha Gavin dan Ervika menyusup di tengah makan siang Abrar dan Savika pun tak menghasilkan apa-apa.
Selama makan siang, Gavin dan Ervika kerap membuka obrolan, namun hanya Savika yang menanggapi, meski dengan sedikit canggung. Sedang Abrar hanya sibuk makan. Terus diam seolah mogok bicara. Gavin jadi agak merasa bersalah pada Savika. Gara-gara keberadaan mereka, Savika juga jadi tak bisa ngobrol dengan Abrar.
"Bray, gue main ke rumah lo, ya!" Gavin masih berusaha di akhir jam pelajaran.
Lagi-lagi Abrar mengabaikannya. Hanya meraih tas dan berjalan keluar kelas. Gavin mengekor. Toh tujuan mereka sama, tempat parkir. Nanti ia hanya perlu mengikuti Abrar ke rumahnya. Begitu rencananya. Namun, sepertinya Abrar juga punya rencana sendiri untuk menghindarinya.
Di luar kelas, mereka bertemu Savika yang juga baru keluar dari kelas sebelah. Seolah sudah terbiasa berinteraksi, Abrar langsung menghampiri dan mengajaknya pulang bersama.
"Tapi aku nggak langsung pulang," ujar Savika. "Aku mesti ke LBB dulu."
"Kalau gitu gue antar ke LBB."
Dan begitu saja. Dua sejoli yang baru jadian itu menghilang dari hadapan Gavin bahkan tanpa menoleh, apalagi berpamitan.
"Dia masih ngambek?" Ervika muncul di samping Gavin.
"Kayaknya."
Ervika berdecih. "Kayak cewek aja, ngambekan."
"Salah kita juga, sih."
"Dia yang mulai."
"Ya, tapi nggak seharusnya kita melibatkan orang lain yang nggak tahu apa-apa," ujar Gavin. "Aku jadi ngerasa bersalah sama Savika."
Ervika tak membalas. Ia tahu Gavin benar. Awalnya mereka hanya ingin membalas Abrar. Mereka pikir Abrar akan langsung menjelaskan begitu tahu yang muncul bukan Ervika. Atau paling tidak, Savika menolak Abrar mengingat keduanya bisa dibilang tak saling kenal. Mereka tak menyangka kejadiannya bakal seperti ini. Mereka sama sekali tak mempertimbangkan perasaan Savika.
"Gimana perasaan Savika kalau nanti dia tahu yang sebenarnya?" gumam Gavin.
"Kalau gitu jangan sampai dia tahu."
Gavin sangsi. Itu bisa saja mereka usahakan. Tapi seperti kata pepatah, tidak ada kebohongan yang bisa ditutupi. Suatu saat pasti akan terungkap.
***
Selepas mengantar Savika ke tempat bimbingan belajar, Abrar langsung meluncur pulang. Tidak terkejut saat melihat motor Gavin sudah terparkir di halaman rumahnya. Dan ketika ia memasuki rumah, lalu melihat tak hanya Gavin yang berada di ruang tengah, melainkan bersama pacarnya, Abrar juga tidak terkejut. Malah sudah menebak sebelumnya. Keduanya duduk berdempetan di sofa dengan televisi menyala dan camilan tersebar di meja.
Dua orang itu, sebelumnya tak pernah terlihat sedekat itu. Tetapi, setelah Abrar mengetahui kalau mereka pacaran, mereka tanpa sungkan pamer kemesraan.
"Anggap aja rumah sendiri," sindir Abrar saat melintas di ruang tengah menuju tangga ke kamarnya di lantai dua.
"Ah, lo udah pulang, Bray?"

KAMU SEDANG MEMBACA
April Fool
Teen FictionPas April Mop, gue berniat ngerjain temen kecil gue, Ervika. Gue menulis surat cinta dan meminta Gavin, sahabat gue buat ngasih pernyataan cinta gue ke Ervika. Entah gimana, surat itu malah sampai ke anak baru yang bernama Savika. Cewek itu dengan m...