Saya sedang malas cuap-cuap.Selamat membaca bagi yang masih berkenan 🙂
___________________________________
"Kemarin Savika juga ngelihat lo ama Salma lho," ujar Ervika tanpa beralih dari buku pelajarannya.
Seperti biasa, mereka belajar bersama. Dan Gavin, yang lagi-lagi ditinggal orangtuanya yang supersibuk, untuk kesekian kalinya menginap di rumah Abrar.
Abrar sontak menatap Ervika. "Maksud lo?"
Ervika akhirnya mengangkat kepala dan balas menatap Abrar. "Seperti gue yang lihat lo boncengan ama Salma dan masuk ke Starbucks, Savika juga lihat."
Abrar tertegun. Perasaan bersalah yang kemarin sempat dirasakannya kembali menyeruak. Padahal ia tak melakukan hal buruk, kan? Ia hanya membantu teman. Kan?
"Tapi dia kemarin diem aja kan, Yang?" ujar Gavin.
Ervika mengangguk. "Tapi tadi dia cerita ke aku," jelasnya, lalu menceritakan obrolannya dengan Savika dalam perjalanan menuju lapangan tadi.
"Jadi Savika kenal Salma?"
Ervika mengedikkan bahu. "Kayaknya, sih gitu."
Gavin menatap Abrar. "Lo harus segera ambil keputusan, Bray."
"Betul," dukung Ervika. "Lo mesti pilih salah satu."
Abrar mengesah. "Please deh, guys. Stop bahas itu. Gue nggak ada niat putus ama Savika."
"Dan lo juga nggak ada niat jauhin Salma," tukas Ervika.
Abrar mengerang frustrasi. "Sejak pacaran ama Savika, gue udah nggak pernah deketin Salma lagi."
"Tapi sekarang giliran dia yang deketin lo," balas Ervika.
"Jadi, itu salah gue?"
"Sebenarnya nggak," sahut Ervika. "Salah lo nggak bisa nolak dia."
Sekali lagi Abrar mengesah. "Jadi, gue harus apa?"
"Usir Salma saat dia deketin lo," kata Ervika. "Seperti dia yang selalu nendang lo jauh-jauh waktu dulu lo deketin dia."
Abrar diam. Mengusir Salma? Dengan wajah cantik, senyum manis, dan tatapan mata bening itu?
"See? Lo nggak bisa, kan!" Ervika akhirnya meledak. Entahlah, akhir-akhir ini ia jadi gampang emosi saat menghadapi Abrar. Tetangganya itu bodoh sekali, sih. "Itu karena lo masih ada rasa ama Salma. Lo belum bisa benar-benar ngelepas dia dan fokus sama Savika."
Skakmat. Abrar tak bisa membantah. Kenyataannya saat ini Abrar memang masih bingung dengan perasaannya. Siapa yang sebenarnya ia inginkan, ia belum bisa memastikan.
"Kamu nggak bisa egois, Brar." Gavin menimpali dengan mode seriusnya. "Kamu harus memilih salah satu. Tanyakan pada hatimu, renungkan, siapa yang benar-benar kamu inginkan."
Abrar tahu itu. Ia bukannya belum pernah memikirkan hal itu. Ia pernah merenungkannya, bertanya pada dirinya sendiri siapa yang diinginkan. Namun, hingga kini ia belum menemukan jawabannya.
"Atau lo mau nunggu sampai Salma ngajak lo pacaran?"
***
Hari ini Salma sengaja tak membawa mobil ke sekolah. Ia menumpang mobil papanya saat berangkat bekerja. Saat ditanya, ia beralasan sedang malas menyetir. Sang ayah tak mempermasalahkan. Saat menurunkan Salma di depan sekolah, beliau berpesan agar saat pulang nanti Salma naik taksi saja. Jangan naik bus atau angkot. Berbahaya. Salma mengiakan, meski sebenarnya ia sudah punya rencana sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
April Fool
Teen FictionPas April Mop, gue berniat ngerjain temen kecil gue, Ervika. Gue menulis surat cinta dan meminta Gavin, sahabat gue buat ngasih pernyataan cinta gue ke Ervika. Entah gimana, surat itu malah sampai ke anak baru yang bernama Savika. Cewek itu dengan m...