Pas April Mop, gue berniat ngerjain temen kecil gue, Ervika. Gue menulis surat cinta dan meminta Gavin, sahabat gue buat ngasih pernyataan cinta gue ke Ervika. Entah gimana, surat itu malah sampai ke anak baru yang bernama Savika.
Cewek itu dengan m...
Meski semalam Savika bilang Abrar tidak usah menjemput, pagi ini Abrar tetap menunggu di depan perumahan. Ia bahkan sengaja berangkat lebih pagi untuk mengantisipasi jika Savika berangkat lebih awal. Namun, sampai nyaris setengah jam ia menunggu, Savika tak kunjung muncul. Apa mungkin Savika bisa menebak apa yang akan dilakukan Abrar dan berangkat jauh lebih pagi?
Abrar jadi bimbang antara terus menunggu atau berangkat saja. Tapi, setelah menimbang-nimbang, ia memutuskan menunggu lebih lama. Siapa tahu Savika memang belum berangkat. Nanti kalau sudah lima belas menit menjelang waktu masuk dan Savika tidak muncul juga, ia akan pergi. Bisa dipastikan jika pacaranya sudah berangkat lebih pagi, karena rasanya mustahil Savika masih di rumah di jam-jam segitu. Kecuali jika ia bangun kesiangan atau ditinggal sepupunya seperti waktu itu.
Bicara tentang sepupu, Abrar jadi penasaran seperti apa sepupu Savika. Tega sekali menurunkan saudaranya di jalan seperti itu. Mana sudah siang pula.
"Abrar!"
Abrar menoleh ka arah suara yang memanggil namanya dan melihat Salma melongokkan kepala dari kursi di samping pengemudi. Cewek itu kemudian mengobrol sebentar dengan pengemudi di sampingnya, lalu keluar mobil. Setelah mobil melaju, ia bergegas menghampiri Abrar.
"Kamu ke sini mau jemput aku, ya?"
Alih-alih menjawab, Abrar justru terbengong mendapati cewek yang ia sukai sejak masuk SMA menghampirinya. Ia baru tahu jika Salma tinggal di perumahan yang sama dengan Savika. Sebelumnya, setiap kali habis keluar, Abrar tak pernah mengantar Salma pulang. Yang pertama, Salma pulang dengan mobilnya sendiri. Sedang yang kemarin, Salma memilih pulang dengan taksi online. Bukannya Abrar tidak mau mengantar, tapi Salma sendiri yang melarang dengan alasan Abrar pasti capek karena menemaninya dan juga, ia berkilah tak mau merepotkan Abrar lebih banyak. Abrar jelas setuju karena memang betul ia capek.
"Kamu tahu dari mana aku tinggal di sini?" Kembali Salma bertanya.
Dan lagi-lagi Abrar tak bisa menjawab. Ia kan sebelumnya tidak tahu Salma tinggal di sini. Ia kan kemari untuk menjemput orang lain.
"Ah, ya udahlah, nggak penting." Salma mengibas tangan. "Yuk berangkat! Aku udah minta papaku berangkat duluan tadi. Aku bilang mau bareng temanku aja."
Nah, lho. Kalau Salma sudah berkata demikian, mau tidak mau Abrar harus mengantarnya ke sekolah, kan. Salma sudah terlanjur mengirim pergi pengantarnya, mana tega Abrar meluruskan kesalahpahaman ini.
"Brar, kok malah bengong, sih?" tegur Salma. "Ayo buruan berangkat! Keburu macet entar."
Menghela napas pasrah, Abrar akhirnya menyerahkan helm yang biasa dipakai Savika pada Salma dan cewek itu langsung menerimanya dengan wajah berseri-seri. Setelah helm terpasang dengan benar, Salma segera naik ke boncengan motor Abrar, tak lupa melingkarkan lengannya ke perut Abrar.
Abrar menyalakan mesin sambil sesekali menengok ke arah biasanya Savika muncul. Tepat ketika ia baru menarik gas, dari kejauhan tampak seorang siswi berseragam berjalan menuju gerbang perumahan. Saat motor Abrar mulai melaju, sosok itu benar-benar terlihat jelas. Seseorang yang ditunggunya sedari tadi.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.