Empat Belas

2.8K 558 55
                                        

Annyeong! 👋
Saya balik lagi, nih 😁

Niat awal saya sebenarnya mau posting bab ini minggu depan, barengan sama bab 15. Tapi... mengingat pengalaman sebelumnya, kalian kan suka kesel kalau nggak ada update cerita dan cuma diisi konten aja, makanya saya biarkan kalian memilih di bab sebelumnya.

Dan setelah voting, ternyata lebih banyak yang minta update bab ini barengan Q & A. Sesuai hukum tak tertulis di muka bumi ini, suara terbanyak yang menang, maka jadilah saya update bab 14 sekarang. Semoga yang pilih option b nggak kecewa ya :)

Selamat membaca!

________________________________________________________________________________

Savika tidak kaget melihat Abrar muncul di depan kelasnya setelah bel pulang sekolah bernyanyi. Cowok itu sudah bilang tidak akan mengizinkannya pulang lebih dulu. Tak memusingkan keberadaan Abrar, Savika mengemasi perlengkapan sekolahnya dengan santai. Tak peduli meski teman-temannya seolah berlomba untuk keluar kelas lebih dulu. Savika bahkan baru beranjak setelah kelas nyaris sepi.

Di luar, Abrar mengobrol dengan Gavin sambil bersandar di pagar balkon. Ada Ervika juga di sana. Harus Savika akui, ketiga anak itu jika berdiri bersama tampak seperti grup populer seperti di film-film remaja asal Hollywood. Ketiganya terlihat begitu bersinar. Entah bagaimana caranya ketiga sosok yang dianugerahi keindahan wajah oleh Tuhan itu bisa bersahabat. Takdirkah? Atau memang orang-orang dengan penampilan bagus memiliki radar untuk menemukan kelompok mereka sendiri? Dan tak bisa dimungkiri, berada di antara mereka membuat Savika kadang merasa sebagai anak itik yang tersesat. Lain halnya jika Salma yang berada di posisinya.

Duh, membayangkannya saja dada Savika terasa nyeri. Kenapa pula pemikiran seperti itu muncul di kepalanya? Yeah, tentu ada pemicu di balik semua kekhawatirannya.

"Sa, lo kenapa bengong di situ?" tegur Abrar.

Savika tersadar dari pikiran melanturnya, lalu menggeleng kecil.

Abrar berjalan menghampiri. "Pokoknya lo nggak boleh pulang sampai latihan gue selesai," tuntutnya.

Malas berdebat, Savika hanya mengiakan.

"Kita beli camilan dulu yuk, Sa!" ajak Ervika. Dan tanpa persetujuan, cewek itu langsung menarik tangan Savika menjauh.

"Kami langsung ke lapangan, ya!" seru Gavin.

"Iya!" Ervika balas berseru tanpa menoleh. "Ntar kami langsung ke sana."

Setelah kedua cewek itu menghilang di tangga, Abrar dan Gavin segera bersiap menuju lapangan untuk berlatih. Mereka berjalan berlawanan arah, menuruni tangga di sisi lain karena lebih dekat dengan lapangan futsal.

"Jadi, Savika marah?"

"Kayaknya," jawab Abrar. "Gue nggak tahu dia bakal marah cuma gara-gara gue nggak jemput dia. Selama ini kayaknya dia nggak masalah pulang sendiri. Malah sebelumnya dia ngelarang gue jemput, tapi gue yang maksa."

April FoolTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang