FAHAM jika sang pencipta telah mengkaruniai seluruh manusia dimuka bumi ini dengan akal sehat serta otak yang mampu mengingat, aku yang sejujurnya tergolong menjadi bagian dari segelintir manusia berotak encer namun berpura-pura dungu, seolah terbiasa dibelit oleh situasi dimana aku harus berpura-pura bodoh. Jikalau kebanyakan orang pintar berakhlak mulia menyembunyikan kecerdasannya melalui lapisan kebodohan dengan tujuaan rendah hati, tidak demikian denganku, sebab aku malah bersikap layaknya gadis konyol nan dungu; guna lari dari situasi mendesak yang sebelumnya telah kunilai sedikit sulit untuk kuhadapi.
Mari sedikit mengasah ingatanku, perihal pengetahuan mengenai jalinan kasih kakak perempuanku dengan pria idamannya—Kim Seokjin. Setahuku, sedari awal pertemuan hingga sekarang ini mereka merencanakan pernikahan, Lee Jian itu tak menaruh sedikitpun ketulusan terhadap Kim Seokjin. Pun fikirku, pemuda secerdas Kim Seokjin yang memegang perusahaan pusat ternama, juga memahami hal serupa. Hanya saja, ia terlalu mulia untuk menjatuhkan keputusan tegas atas hubungan tak sehat yang ia jalin bersama Jian. Berlandas belas kasihan dari Seokjin oppa, serta Jian yang menganggap pasangannya sebagai gudang uang itulah, hubungan mereka malah dapat terjalin cukup lama, dan berjalan naik kejenjang yang lebih serius.
Berapa lama kiranya mereka bersama? bahkan sepuluh jariku, tak mampu mencakup hitungannya. Seingatku, dikali pertama Jian membawa Seokjin oppa datang kerumah ketika aku duduk disekolah menengah pertama, saat itu, kekasih kakak perempuanku itu malah telah kunobatkan menjadi cinta pertama dari aku yang mulai detik itu juga, lantas berfikir sejuta cara konyol untuk mencuri perhatian dari seorang Kim Seokjin. Mulai dari sengaja membenturkan lututku dengan kaki meja hingga lecet dan berakhir mendapatkan tiupan dari Kim Seokjin yang kebetulan begitu sigap untuk menolongku, ataupun aku yang merengek histeris hanya untuk membuntuti Jian yang hendak diantar oleh Seokjin oppa berbelanja. Dan situasi membosankan ketika menunggui Jian yang kala itu memegang credit card milik Seokjin oppa hingga kalap berbelanja itulah, yang lantas menjadikanku dan pemuda periang itu, saling mengenal lebih dekat satu sama lain.
Lalu kembali pada ingatan beberapa tahun setelah pertemuan awal, dimana kala itu digelar pesta perpisahan sekolah menengah atas, aku yang telah terbiasa menempel pada kekasih kakak perempuanku, malam itu, pergi seorang diri. Mengunjungi salah satu motel yang sebelumnya telah disewa siswa seangkatanku untuk pesta baberque, namun berakhir gagal, sebab Seokjin oppa yang entah datang darimana, malah menyeretku untuk masuk kedalam mobilnya, tanpa memberiku kesempatan untuk mensetorkan wajah barang sebentar. Saat itu, Seokjin oppa benar-benar memarahiku yang untuk kali pertama tertangkap basah tengah mengenakan pakaian kelewat minim—hingga mau tak mau ia pergunakan mantel tebalnya, untuk menutupi lekuk tubuhku. Katanya, ia tak suka jika mata pria jelalatan, kala memeta tubuhku dengan bebas. Dan sejak saat itulah, sikap posesive seorang Kim Seokjin mulai diciptakan untukku—malah bukan ditunjukkan pada Jian.
Pun seingatku Seokjin oppa itu tergolong seorang yang disiplin, bertanggung jawab, dan dapat diandalkan. Itu sebabnya, mama dan papa begitu mempercayakanku padanya dengan cuma-cuma. Bak gayung bersambut, entah mengapa, akupun selalu menjadi anak yang patuh jika bersama pemuda yang gemar mengacak puncak kepalaku dengan gemas. Namun, ada satu hal yang mama dan papa tidak sempat terka mengenai pemuda yang selalu menjadi supir pribadiku. Itu, perihal Kim Seokjin, yang acapkali mencuri kecupan ringan tepat diatas bibirku secara diam-diam, ketika aku tengah terlelap didalam mobilnya. Menyisakanku yang masih berpura-pura terlelap, sementara ia terus saja memandangiku cukup lama, sebelum berakhir mengguncang pelan satu bahuku. Memang kapan tepatnya ia mencuri kecupanku untuk kali pertama? entahlah. Akupun dibuat penasaran setengah mati, hingga sekarang ini.
Dan sama seperti situasi yang sudah-sudah, dimana aku akan terbangun—tanpa mengerti apapun. Berpura-pura seolah tak terjadi apa-apa, meski nyatanya ingatanku telah merekam seluruhnya, sampai detail kecil sekalipun.

KAMU SEDANG MEMBACA
STIGMA [ON GOING]
General Fiction[M] Setidaknya, aku membutuhkan beberapa menit dalam sehari; untuk bersiteru dengan pria yang kata Lee Jian, akan segera menjadi iparku. Ia si jenaka Kim Seokjin. Pria yang kerap menunjukan sisi hangatnya, hingga membuat ku sesekali merasa iri, lant...