SITUASINYA sungguh buruk, kufikir. Menerka mengenai makna apa yang tersimpan dari sepasang iris nyalang itu, agaknya menjadi penyebab mengapa bulu kuduku meremang ngeri. Serta merta membawa genggaman tanganku pada lengan Jung Hoseok terus saja mengerat, begitu tak peduli tentang siapa yang kini tengah menatapku terang-terangan.
Seolah sengaja memberi waktu barang beberapa menit untuku dapat menelan ludah, aku yang selanjutnya terus merapatkan tubuh pada Jung Hoseok, pun mendadak dikejutkan oleh langkah mantap dari Seokjin oppa; yang mendekat, kearahku.
"Aku baru tahu kalau Seokjin oppa juga ada disini, Hobbie!" ucapku panik, mencari pembelaan diri—tepat ketika pemuda yang tingginya jauh diatasku itu, menghentikan langkah. Ia yang menatapku dan Hoseok secara bergantian, lantas membuang wajahnya kesisi lain—seolah tak ingin desis tak suka itu tampak olehku.
Berada dua langkah dihadapan pemuda yang wajahnya tampak lelah dengan sepasang iris yang sedikit memerah, dapat kuhirup aroma khas seorang pria dewasa yang benar; mampu menggoda indera penciuman seluruh wanita dimuka bumi. Tak pelak kuciptakan gelangan kepala secara ringan, hingga akhirnya wajah tertunduk ku kembali mencuri pandang pada Seokjin oppa yang rupa-rupanya masih belum memalingkan pandangannya, dariku.
Oh, situasi macam apa ini? mengapa rasanya canggung sekali?
"Jian," suara berat sedikit serak itu mulai terdengar. "...sudah menunggumu, Jieunnie. Kau kemari untuk bertemu dengannya, bukan?" lanjut pemuda yang tampak mengakhiri kalimatnya dengan sebuah tarikan pada dua sudut bibir.
Alih-alih menatap Seokjin oppa guna mencari jawaban seimbang atas kebohongan apa yang baru saja ia sampaikan, pandang liarku malah menyasar pada bibir plum yang luar biasa merahnya, dan juga sedikit bengkak. Lalu turun pada sisi leher yang tampak kemerahan, serta surai kelewat acak; untuk seorang Kim Seokjin. Benar-benar berantakan. Tak rapih, seperti biasanya.
"Kufikir.. Jieun ku tak sedekat itu dengan Jian. Terlebih, sampai ia harus menemuinya, disini." ujar Jung Hoseok. Ia yang menatapku seraya meneleng kepala, seolah menggambarkan ketidakpercayaan atas pernyataan yang baru saja ia dengar dari seorang Kim Seokjin. "Jangan bergurau, bung. Bahkan aku faham betul, jika Jian tak mengetahui keberadaan Jieun disini." lanjut Hoseok lagi.
Dan, benar. Apa yang baru saja pemuda itu katakan, tak meleset barang secuilpun. Lalu, dengan kata lain.. Seokjin oppa telah tertangkap basah; membual. Pemuda yang hendak membantuku dengan sebuah kebohongan itu, pun menundukan wajah sambil terkekeh kecil. "Ayolah, Jung.. kau baru saja membuat Lee Jieun menerka-nerka atas pernyataan yang baru saja kau buat. Kau ini bodoh, atau apa?" nada mengejek dari Seokjin oppa, terdengar terang-terangan.
Tersisalah aku, yang hanya menatap bergantian pada dua pemuda—Jung Hoseok dan Kim Seokjin. Mereka yang tampak bertukar tatap tak suka, hingga nyaris saja terlibat perkelahian tatkala satu diantaranya mulai mengambil kuda-kuda untuk melayangkan sebuah pukulan. Beruntung, segera kutarik satu lengan si pembuat onar. "Kita bicara setelah ini, sayang. Tunggulah diluar." pesanku, pada Hoseok—yang sebelumnya hendak memberi bogeman. "....aku ingin berbicara dengan Seokjin oppa, Hobbie." ulangku lagi.
Lantas Hoseok pergunakan dua tangan untuk mengusap wajah dengan kasar. Menatap lolong pada pemuda yang hanya melempar tawa miring, sebelum nada mengancamnya terdengar bergumam, "Kau fikir perasaanku pada Jieun hanya main-main saja, ha? berani kau merusak gadisku, kubuat kau babak belur oleh kedua tanganku sendiri."
"—Jung?" lirihku, turut memperingatkan ia; yang akhirnya menurut, lalu berakhir merotasikan punggung.
Baru beberapa langkah saja, kembali Jung Hoseok menaruh diri dihadapanku. Tampak melepas jacket yang ia kenakan, untuk dililitkannya pada pinggangku. Mengikatnya erat—sampai-sampai napasku pun terasa sesak, seiring tekanannya.

KAMU SEDANG MEMBACA
STIGMA [ON GOING]
Narrativa generale[M] Setidaknya, aku membutuhkan beberapa menit dalam sehari; untuk bersiteru dengan pria yang kata Lee Jian, akan segera menjadi iparku. Ia si jenaka Kim Seokjin. Pria yang kerap menunjukan sisi hangatnya, hingga membuat ku sesekali merasa iri, lant...