Aku membuka mataku perlahan. Kilasan cahaya lampu menembus mataku, membuatnya menyipit kembali. Aku berusaha menyesuaikan mataku dengan cahaya yang masuk. Aku melihat mama di samping kasurku. Kepalanya tertunduk, kedua telapak tangannya menutupi mukanya.
"Ma...," panggilku. Mama membuka tangan yang menutupi mukanya. Kemudian mendekatkan wajahnya kepadaku.
"Sudah sadar Ra?" tanya mama. Aku bingung, memangnya aku kenapa?
Ah, aku baru ingat, tadi siang aku sesak napas di Warunk saat bersama Sindi.
"Besok kita ke dokter ya. Sejak kapan sih, kamu jadi bisa sesak napas gini? Kan sebelumnya nggak pernah," kata mama.
"Rara nggak apa apa kok, Ma. Paling bentar lagi juga sudah enakan.
"Ya sudah, kamu istirahat saja. Jangan lupa hubungi Sindi, Ares, dan siapa itu cowoknya Sindi, Rio? Dio?"
"Lio, Ma...," Jawabku.
"Jadi itu pacarnya Sindi?" tanya mama padaku. Aku menaikkan kedua alis, mengisyaratkan 'iya' pada mama.
"Ganteng juga ya, Ra?"
"Iyaaaaa," jawabku.
"Ya udah, mama tinggal dulu. Istirahat sana. Jangan mikirin orang yang nggak mikirin kamu," kata mama, lalu meninggalkan aku.
Aku meraih ponsel di atas nakas, mencari nama Sindi di antara tumpukan chat.
Sindi Meriska : Ra, lo udah bangun belum?
Sindi Meriska: Oii unta, udah sadar belum?
Sindi Meriska: lo nggak mati kan?
Sindi Meriska: Ra, buruan bales!
Miranda ASwa: Napa sih, berisik banget?
Sindi Meriska: Akhirnyaaa, temen gue udah sadar.
Miranda ASwa: Iya, udah sadar gue. Lo kenapa nggak nungguin gue sih? Jahat banget 😔
Sindi Meriska: Kalo gue nungguin lo, gak jadian gue sama Lio hari ini!Eh? Sindi jadian dengan Lio?
Miranda ASwa: SERIUSAN??!!
Sindi Meriska: seriusan, boloooot! Besok gue traktir lo. Makanya jangan sakit-sakitan, kayak nenek nenek.Aku menutup chatku dengan Sindi. Dalam hati ikut senang dengan kabar itu. Namun rasanya terlalu cepat nggak sih? Baru berapa minggu, sudah jadian saja.
Aku dulu tak secepat itu dengan Bima. Setidaknya Bima butuh waktu dua bulanan mengejarku dan bersaing dengan beberapa anak laki-laki yang lain.
Kaget? Jangan! Kan aku sudah bilang kalau aku ini cantik, dan body goals banget buat cewek-cewek. Jadi maklum saja jika tidak hanya satu laki-laki yang mengejarku.
Tapi sungguh hanya Bima yang rela kena marah dan hukuman dari Tatib demi aku. Hanya Bima yang rela kehujanan demi aku. Hanya Bima yang entah dengan bagaimana caranya membuat anak laki-laki lain berhenti menghubungiku. Hanya Bima yang punya seribu alasan untuk menjemput dan mengantarku ke sekolah. Senekat dan seniat itu dulu Bima padaku. Bagaimana mungkin aku tak jatuh cinta?
Tapi entahlah, apakah benar, cinta laki-laki itu hanya kuat di awal saja? Di pertengahan hubungan, makin menurun. Sedangkan cinta perempuan makin menguat tidak karuan.
Ponselku berbunyi, mengalihkan perhatianku dari segala pikiran tentang Bima.
082212349876: Hai Ra, apa kabar? Sudah bangun?
Miranda ASwa: Siapa?
082212349876: Ares 😊Ares? Kok Ares bisa tahu nomorku? Ah, ini pasti kerjaannya Sindi. Aku membuka kembali chatku dengan Sindi, lalu mengirim pesan.
Miranda ASwa: Lo ngasih nomor gue ke Ares?
KAMU SEDANG MEMBACA
Mampu (s) Tanpamu (COMPLETED)
RandomApa yang bakal lu lakuin, kalau lu diputusin pas lagi sayang-sayangnya? Diputusin di hari jadian lu berdua. Kan sakit, Maemunah! Highest rank #1 Malang #1 Mellow #5 Rara #5 Sakit Hati #9 Patah hati #10 Kuliah