Kita?

3.1K 209 7
                                    

Akhirnya aku pulang diantar oleh Ares. Sindi mengeluh pusing. Aku tidak tahu apakah ia benar-benar pusing atau sengaja pura-pura pusing. Aku berniat mengantarnya lebih dulu, tapi ia menolak.

Aku duduk di jok depan, di samping Ares, seperti biasa.

"Tumben pakai mobil ini?" tanyaku. Ares tersenyum.

"Lagi pengen bawa ini. Lagian yang biasanya dipakai sama kakakku," jawabnya.

Kata Sindi sih si Ares ini punya mercy, tapi dia nggak pernah sekali pun bawa mercy saat jalan denganku. Ya biasanya Yaris itu, dan ini baru pertama kalinya ia ganti pakai mobil lain.

Ares mengarahkan mobilnya ke jalan menuju rumahku.

" Yakin mau pulang sekarang?" tanya Ares.

"Emang mau ke mana?" aku balik bertanya.

"Mau nonton?" tanya Ares.

Aku berpikir sejenak, masih belum terlalu sore sih. Tugas-tugas kuliah bisa selesai dalam semalam, dan sebenarnya tidak ada salahnya membahagiakan diri sendiri dengan menonton film di bioskop.

"Gimana, Ra? Keburu nyampe rumahmu ini nanti," kata Ares.

"Boleh deh," jawabku. Ares mengangguk.

"Di Dieng aja ya, deket. Nggak riweh ke Sarinah atau ke Matos," usulnya. Aku setuju dan menganggukkan kepala.

"Kamu mau nonton apa?" tanya Ares.

"Terserah deh, kamu aja yang pilih nanti," jawabku.

Ares memilih Keluarga Cemara sebagai tontonannya. Random sekali hidupnya si Ares ini. Tiba-tiba bilang kangen, tiba-tiba datang, tiba-tiba ngajak nonton. Besok tiba-tiba apa lagi?

"Kok nggak nangis sih, Ra?" tanya Ares begitu kami keluar dari studio.

"Nggak ah, aku wanita kuat," jawabku sambil tersenyum.

Bohong, dari tadi aku nggak bisa fokus dengan filmnya. Kebanyakan curi-curi pandang ke Ares. Dia potong rambut hari ini. Terlihat lebih segar, lebih menyenangkan, lebih..., tampan? Sudah begitu, apa tadi katanya, kangen?

"Mau makan apa nih?" tanya Ares saat kami berjalan menuju tempat parkir.

"Lah, kirain mau nganter pulang?"

"Yah, udah mau pulang?" ia bertanya. Aku melihat jam di pergelangan tangan. Masih belum masuk jam malam.

"Makan dulu ya?" pintanya.

"Mau makan apa?" tanyaku.

"Lagi pengen bakso bakar nih, mau nggak?" tanya Ares.

"Di mana?"

"Pahlawan Trip dong, di situ enak sih menurutku. Kamu doyan nggak?"

"Ah, kalau itu aku mau," jawabku sambil tersenyum.

Ares mengangguk, lalu membukakan pintu mobil untukku. Ah, gentleman sekali. Eh ngomong-ngomong soal gentleman, lelaki yang mengaku gentleman ini kok tumben nggak ribut memenuhi chatku.

Sudahlah, harusnya aku bersyukur kan, bisa hidup tenang dan damai tanpa ada gangguan dari si Bule gila itu.

"Ra," panggil Ares. Aku menoleh.

"Kok bengong terus? Kamu kenapa?"

"Eh? Siapa yang bengong?" aku balik bertanya.

"Ya kamu, dari tadi aku panggil-panggil nggak njawab. Kenapa kamu?"

"Nggak pa pa kok," balasku.

Ares menghentikan mobilnya di perempatan jalan Kawi saat lampu merah, ia hendak belok ke kiri. Sebenarnya di situ belok kiri langsung sih, tapi pengguna motor yang hendak lurus memenuhi lajur sebelah kiri.

Mampu (s) Tanpamu	 (COMPLETED) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang