Bocah Gila

3.3K 239 12
                                    

Ares berdiri, lalu berbalik badan. Aku sedikit khawatir dengan apa yang terjadi selanjutnya. Laki-laki berjaket denim itu mengabaikan Ares, kepalanya nongol ke sebelah kanan dan kembali melihatku. Kemudian ia mengambil kursi milik Ares, menggesernya ke samping sisi meja, menjadi diagonal dariku namun sangat dekat. Lalu ia duduk.

"Hai, Miranda, Hai Sindi," ia menyapa kami berdua, lalu menatap Lio dan Ares. Ia mengulurkan tangan pada Lio, Lio menyambutnya.

"Jonas,"

"Lio," lalu tangannya berpindah pada Ares.

"Jonas,"

"Ares," Ares menarik kursi dari salah satu meja. Membiarkan Jonas tetap di tempatnya.

"Kamu yang di bioskop waktu itu kan?" tanya Ares. Jonas menatapnya sebentar, lalu mengangguk.

"Iya, dan kamu...? Bukan pacarnya Miranda kan?" tanya Jonas tiba-tiba.

"Belum," jawab Ares tegas.

"Oh? Jadi sedang pendekatan?" tanya Jonas. Ares tidak menjawab.

"Baiklah, aku pergi dulu. Sudah ditunggu teman-temanku. Sampai jumpa, Miranda," kata Jonas, kemudian berlalu.

Aku menghela nafas, lega. Jonas sudah hilang dari pandanganku. Kini di hadapanku ada Ares dengan sorot mata yang aneh, tak bisa dijelaskan.

"Kok bisa ketemu lagi, Ra sama anak itu?" tanya Ares padaku.

"Ya nggak tahu. Mungkin Malang terlalu sempit," jawabku.

Setelah itu percakapan tak semenarik tadi. Aku tidak tahu kenapa, tapi suasananya berubah suram. Aku segera mengajak Sindi pulang.

***

Hari Senin jam dua belas siang, kuliahku sedang ada jeda dua jam. Kami mulai kuliah lagi nanti jam dua siang. Aku, Sindi, dan Aliya memutuskan untuk makan siang di kantin fakultas pendidikan. Ya memang dari ujung ke ujung sih, tapi mau bagaimana lagi, fakultasku tidak punya kantin. Hanya ada kantin kejujuran yang isinya kue-kue di dalam toples besar, yang di sebelahnya ada toples kecil untuk tempat uang. Kantin kejujuran itu milik mahasiswa lho, dan seringnya rugi daripada untung. Ya gimana nggak rugi, ngambil kue dua, bayarnya satu.

Ya sudahlah, pokoknya kami bertiga memutuskan pergi ke kantin fakultas pendidikan. Selain karena makanan yang dijual di sana murah, Aliya punya motif tersendiri, yaitu ngecengin mahasiswa di sana. Memang sih anak fakultas pendidikan rapi-rapi. Terlebih lagi anak jurusan TEP, ibaratnya anak tekniknya fakultas pendidikan. Isinya laki semua. Surga bagi seorang jomblo macam Aliya.

Kami berjalan melewati gedung fakultas ilmu sosial, pasca sarjana, taman depan perpustakaan. Tapi sejujurnya dari tadi ada yang aneh. Ada seorang pengendara motor KLX warna hitam dengan helm full face berjalan pelan di belakang kami bertiga.

"Sadar nggak sih, kita kayak diikutin gitu?" tanyaku pada Sindi dan Aliya. Aliya menoleh ke belakang.

"Jangan noleh, Bego!" bisik Sindi sambil mencubit lengan Aliya. Yang dicubit mengaduh pelan sambil menggosok lengannya.

"Yaudah kita jalan aja agak cepetan, udah deket juga," kataku. Kami bertiga pun melangkah lebih cepat melewati gedung fakultas pendidikan, lalu berbelok ke kiri.

Kantin sudah ramai di jam makan siang. Ada banyak anak laki-laki memakai katelpak duduk di sekitaran kantin. Sisanya mahasiswa mahasiswi dengan celana jeans dan kemeja atau blouse begitu lah.

"Gile, anak teknik makan di sini juga?" tanya Sindi pada aku dan Aliya.

"Makanya aku ngajak kalian berdua ke sini," jawab Aliya.

Mampu (s) Tanpamu	 (COMPLETED) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang