Aku duduk di sofa yang ada di lobby bioskop. Ares mengantre, memesan tiket. Antreannya panjang sekali. Mungkin Ares urutan ke dua belas, entah lah, aku hanya asal hitung.
Di sebelah kananku ada sofa yang berjarak satu ubin besar. Di sofa itu duduk seorang anak laki-laki berseragam putih abu-abu, tidak memakai dasi, baju putihnya di keluarkan. Aku sedang menatapnya, menatap kakinya lebih tepatnya. Kakinya panjang, seperti bukan ukuran anak SMA pada umumnya. Lalu aku meneliti lagi ke arah badannya, sama saja, panjang. Kemudian aku melihat wajahnya dari samping, ah pantas saja. Warna kulitnya putih kemerah-merahan, dengan hidung bangir, dan rambut warna cokelat gelap. Peranakan bule rupanya, makanya kok tinggi sekali. Mungkin ia sekitar 175 centi, atau mungkin lebih. Aku menatapnya lagi, matanya sedang terpejam. Anak ini tidur di bioskop? Yang benar saja.
Seorang anak perempuan yang berseragam putih abu-abu datang membawa dua gelas minuman di tangannya dan satu box pop corn dipelukannya. Repot banget nggak sih ngelihatnya, meluk pop corn sambil bawa dua gelas minuman. Anak perempuan itu lalu duduk di sampingnya si anak laki-laki yang sedang tidur. Aku mengalihkan pandanganku, melihat di manakah Ares berada. Ia sedang memesan pop corn rupanya.
"Joe, ini minum kamu, nih," aku mendengar si anak perempuan membangunkan anak laki-laki tadi sambil menyodorkan minumannya.
Yang dibangunkan hanya menerima gelas, lalu memasukkan pipet ke dalan gelasnya, meminumnya beberapa teguk.Aku melihat sekeliling, makin ramai saja pengunjung bioskop hari ini. Entahlah, mungkin karena film ini termasuk film yang ditunggu. Mataku tertuju pada sosok yang tak asing, seorang laki-laki dengan badan jangkung mengenakan celana jeans hitam, kaos reglan abu-abu hitam, sedang menggandeng seorang wanita berambut cokelat.
Shit!
Kenapa harus bertemu Bima di sini sih? Lebih lagi dengan kekasih barunya. Sesempit ini kah Malang? Nyatanya memang iya, sesempit ini.
Aku merasakan kepalaku berdenyut-denyut, ada rasa sesak di dadaku. Ares sudah tiba di hadapanku, menyodorkan segelas minuman. Aku menolaknya.
"Kamu kenapa, Ra? Kok pucet gini tiba-tiba?" tanya Ares sambil berjongkok di depanku, ya karena kanan dan kiriku sudah ada orang yang duduk.
Aku tidak menjawab pertanyaan Ares. Aku berusaha mengambil udara sebanyak mungkin untuk mengisi paru-paruku.
"Kamu kenapa? Mau keluar?" tanya Ares lagi. Aku bisa melihat ada cemas di matanya.
"Hei, hei, coba lihat ke sini," suara laki-laki dari sebelah kananku.
"It's okay. Mbak, coba lihat ke sini," katanya lagi. Aku menoleh ke sebelah kanan dengan nafas yang masih tersengal. Aku menemukan sepasang mata berwarna cokelat terang.
"Ikutin aku ya, kita tarik nafas pelan-pelan. Inhale..., exhale..., nggak pa pa, Mbak bisa," katanya lagi, lalu mulai menghitung. Kini gantian ia yang berjongkok di depanku, sedangkan Ares yang duduk di sebelah kananku.
"Nama Mbak, siapa?" tanyanya sambil masih membimbingku bernafas perlahan.
"Mi.. randa," jawabku, kemudian menarik nafas lagi.
"Miranda, Miranda apa?" tanyanya lagi.
"Miranda..., A.. yu Swas..tika," jawabku.
"Miranda Ayu Swastika?"
Aku mengangguk.
"Okay, Miranda pasti bisa melewati ini," katanya lagi.
Perlahan-lahan nafasku kembali normal. Walaupun kepalaku masih sedikit berdenyut-denyut.
"Nah, sekarang, coba minum dulu," kata anak laki-laki itu sambil menyodorkan gelas yang digenggamnya. Aku meminumnya.
Anak laki-laki itu kemudian berdiri, yang membuat Ares pun berdiri dari duduknya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Mampu (s) Tanpamu (COMPLETED)
RandomApa yang bakal lu lakuin, kalau lu diputusin pas lagi sayang-sayangnya? Diputusin di hari jadian lu berdua. Kan sakit, Maemunah! Highest rank #1 Malang #1 Mellow #5 Rara #5 Sakit Hati #9 Patah hati #10 Kuliah