15. Aku Mendamba

2.4K 260 22
                                    

📖 Happy reading 📖

_____

Pierce seperti tidak menduga pembuka percakapanku, karena butuh waktu yang lama barulah dia menjawab. "Adikku."

"Sepertinya kalian sedang terlibat pertengkaran. Aku bisa mendengar suara teriakan adikmu tadi."

Menatapku waspada, Pierce bertanya, "kau mendengar ucapannya?"

Aku menggeleng pelan. "Tidak. Aku hanya mendengar lengkingan suaranya. Tentang masalah resort?"

Dia telihat sedikit... lega? Sekaligus menimbang-nimbang. Apa maksudnya itu?

"Ya, tentang itu." Jawabnya seketika menarikku mendekat lalu merangkulku.

Mungkin aku sudah gila hingga menyandarkan kepalaku di dadanya yang keras dan hangat, tapi ini benar-benar nyaman dan aku sangat menyukai posisi seperti ini. Bau tubuhnya benar-benar sedap, bercampur parfum mahal yang perkiraanku adalah Giorgio Armani seri Acqua Di Gio Pour Homme? Entahlah. Aku seperti di surga.

Masih tetap menutup mata, aku merasakan tangan Pierce menyentuh jemariku dan membawanya ke bibirnya.

Aku membeku.

Sialan dia! Apa yang dilakukannya tadi?

"Apa yang kau gunakan untuk mengolesi kulit terbakarmu?"

"Mm, hanya aloe vera." Jawabku gugup, masih tetap menutup mata.

"Apa ini akan sembuh dengan cepat?"

"Mm, entahlah. Mungkin."

Lalu aku merasakan napas panasnya mengaliri buku-buku jariku membuatku merinding. Sialan! "Pierce."

"Mmm?"

Oh, ya ampun. Aku hampir melompat dari kulitku ketika jari telunjukku masuk ke mulutnya. Mataku terbuka dan mendapatinya mengawasiku lekat.

"Maaf, aku hanya penasaran dengan rasanya." Ucap Pierce dengan suara yang datar tapi tidak dengan sorot matanya. Dia kembali menggenggam jemariku, kali ini mengaitkan dengan miliknya.

"Apa yang kita lakukan di sini?" Tanyaku mencoba mengalihkan perhatian.

"Apa yang kau inginkan?"

"Aku tidak tahu."

"Kalau begitu kita akan duduk di sini sampai kau tahu apa yang ingin kita lakukan." Tatapannya tidak meninggalkanku begitu pula denganku.

Aku ingin memutar otak, mencari tahu ide yang baik untuk dilakukan selain bermalas-malasan di sini, namun justru mendapati diriku menatapnya, mencermati keseluruhan wajahnya. Dia benar-benar indah. Alis, mata, hidung, bibir, pipi, rahang, dagu, aku menjelajahinya dengan mataku dan tanpa kusadari jari-jariku ikut bergabung, merasakan betapa menawannya dia. Dan luar biasanya wajahku mendekat, menghirup bau aftershave-nya, mencoba memasukan semua ini ke dalam memoriku sambil memejamkan mata.

"Kau sudah punya ide rupanya."

Aku tergelak, kembali menatapnya. "Aku ingin memainkan permainan tapi bingung apa namanya."

"Katakan."

"Seperti permainan saling menyentuh." Kataku sambil melarikan jari-jariku ke rambutnya yang lemas tanpa pomade atau styling gel yang biasa dikenakan pria kebanyakan.

"Oke, aku bisa memainkannya. Jadi apa aturannya dan apa hukumannya?"

"Aturannya tidak boleh bergerak atau bersuara saat disentuh. Hukumannya...?" Hmm, apa yang bisa dijadikan hukuman? Dan lihatlah, aku sedang bermain dengan api.

Glimmer Of The Sight Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang