6. Pemuja Kesenangan

2.8K 252 32
                                    

📖 Happy reading 📖

_____


Kunci lemari itu sudah kukaitkan di kalungku. Well, sebenarnya itu bukan kalungku. Aku hanya menemukannya di dalam koleksi perhiasan Paula Wright. Sepertinya kalung itu tidak terlalu berharga. Hanya sebuah aksesoris pemanis tampilan. Jadi tidak ada salahnya jika aku meminjamnya sebentar. Aku tak punya kantong atau apa pun untuk menyimpan kunciku.

Beranjak keluar kamar, aku menemukan Pierce tak lagi menelepon, tapi dia masih fokus pada iPhone-nya.

"Pakaiannya nyaman. Terima kasih." Dia mendongak ketika aku mendekatinya, menarik perhatiannya dengan memutari tubuhku. "Mengapa banyak juga produk riasan wajah di kamar itu? Dan itu sama sekali tidak tersentuh. Apa adikmu juga tinggal di sini?"

Pierce hanya tersenyum memandangku. "Dia hanya datang ke mari jika ada acara atau keperluan yang harus di kerjakan di sini. Jika tidak, dia sering berada di London. Oh omong-omong, kau harus mengganti produk-produk yang kau pakai itu karena aku tidak bilang padanya bahwa kau menggunakan yang mana."

"Baiklah. Tidak masalah. Berapa pun akan ku ganti." Aku jelas bisa mengganti apa pun yang kupakai sekarang ini. "Jadi dia selalu ada di sini jika ada pertunjukkan fashion di New York?"

"Sepertinya begitu. Dia suka menempel padaku. Seperti parasit." Nada suaranya jelas bukan sesuatu yang buruk. Ada rasa sayang di dalamnya. Seketika aku cemburu pada Paula Wright atau siapa pun itu. Well, bukan cemburu karena dia begitu mencintai adik perempuannya, tapi karena aku tidak pernah memiliki seorang kakak yang bisa menyayangiku seperti pria ini menyanyangi adiknya.

"Apa yang kau rasakan saat ini? Maksudku lehermu." Tanya Pierce membangunkanku dari lamunanku.

"Sudah berkurang rasa sakitnya. Apa aku bisa kembali melihat-lihat tempatmu?"

"Kau butuh pemandu wisata?"

"Kalau kau tidak keberatan."

"Baiklah. Anda ingin memulai dari mana, Yang Mulia?"

Memutar mataku, aku pun melangkah melewatinya. "Apa saja yang ada di lantai dua ini?"

"Hanya ruang bioskop dan tiga buah kamar tidur. Ruang duduk untuk bersantai ada di hampir semua lantai." Pierce berjalan mengimbangiku, menunjuk sofa-sofa nyaman dan kursi berlengan dengan dua buah rak buku ketika kami melewati mereka.

"Salah satunya kamarmu?"

"Tidak. Kamarku berada di lantai empat. Kau penasaran ingin melihat kamarku?"

Melihat kamarnya untuk apa? Aku menggeleng dengan keras. Pipiku kembali menghangat dan aku pun memalingkan wajah. Dia tidak boleh melihatku seperti ini. "Aku hanya bertanya-tanya apakah semua kamarnya berada di lantai ini?"

Dia kembali memamerkan senyum indahnya, "ya, kamar tidur tamu semuanya berada di lantai ini."

Dia membawaku ke lantai tiga dan lagi-lagi aku mendapati ruangan santai yang nyaman ketika menaiki tangga. Beberapa buah buku ditata cantik di atas meja kopi itu dan aku bisa melihat ruangan itu dibatasi dengan dinding rak-rak buku yang besar, dan di sebelah sana terdapat perpustakaan. Itu perpustakaan yang besar. Entah mengapa kakiku sudah menuju ke tempat itu.

Aku melirik koleksi-koleksi bukunya. Wow! Aku tidak akan membicarakan semua koleksi bukunya, karena itu sangat banyak dan sangat berkelas. Bacaan apa pun bisa ditemukan seperti di dalam sebuah perpustakaan kota. Apa aku berlebihan? Tidak. Ini benar-benar seperti yang kukatakan.

"Wow. Ini sangat banyak. Apa kau sudah membaca semuanya?" Menyentuh salah satu deret buku-buku itu, aku bertanya ketika Pierce berjalan mendekatiku.

"Hampir sebagian besar."

Glimmer Of The Sight Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang