📖 Happy reading 📖
_____
Dinding ruangan itu terbuat dari kaca, sehingga aku bisa melihat apa isinya sebelum masuk ke dalam sana. Banyak sekali unit-unit komputer yang disusun rapi. Semua monitornya dihidupkan, dari yang terbesar hingga yang terkecil. Dan aku tidak tahu untuk apa semua ini.
"Apa ini?" Aku membebaskan pergelanganku dari genggamannya dan melangkah mendekat, meneliti semua layar monitor itu. Oh, ya ampun. Melihatnya saja bisa membuat mataku mengalami pergeseran ke belakang kepala.
"Kau seorang programer?" Tanyaku setelah memastikan apa yang kulihat.
"Yup. Itu yang kulakukan selama ini. Aku membuat banyak program, aplikasi, permainan. Apa pun yang berkaitan dengannya." Ujar Pierce yang bergerak entah ke mana. Aku hanya mendengar suaranya menjauh dariku, karena mataku masih terus mempelajari semua monitor itu.
"Jadi kau sudah tahu sekarang. Ayo cepat keluar. Aku ingin menyelesaikan satu putaran lagi." Perintahnya dengan mulut yang penuh dengan sesuatu.
Aku berbalik, melihatnya sedang mengisi beberapa butir tic tac ke mulutnya. Pasti rasa larutan asam itu masih memiliki pengaruh di tenggorokannya. Entahlah. Aku tidak ingin menanyakannya karena perasaan bersalahku ini lambat laun bergerak ke permukaan.
"Tunggu." Cegatku masih penasaran dengan pekerjaannya. Ini masih membingungkan.
"Apa? Kau ingin kita terus berada di sini? Well, aku bisa membawamu ke sana dan bercerita tentang banyak hal sambil melakukan sesuatu yang lain. Dengan senang hati." Pierce menunjuk dengan wajah menggodanya ke arah ranjang king size-nya, sementara tangannya mengantongi permen rasa mint itu.
Oh, ya ampun. Sebenarnya tawarannya itu sangat menggoda. Hanya melihat ranjang yang terlihat nyaman dan hangat membuat darah mengumpul di pipiku. Aku benar-benar merasa terbakar di dalam tubuh ini.
Berusaha memalingkan wajahku pada tempat yang penuh dengan magnet-magnet gairah itu, aku menatapnya. Pierce tampak menahan tawa, membuat wajahku semakin terbakar.
Untuk jarak kami yang cukup jauh, dimana posisinya berada di depan pintu ruang kaca ini, dan aku yang berada di dalamnya, membuatku beruntung tidak bisa merasakan panas yang terpancar dari tubuhnya. Itu pasti sangat berbahaya bagi kelangsungan hidup ekosistem seorang Brie Grenville.
"Tentu saja tidak. Aku masih penasaran tentang pekerjaanmu. Mengapa kau meletakkan semua ini di sini." Aku menunjuk seisi ruangan. "Mengapa ini begitu rahasia, sehingga kau menyimpannya di ruang kamar tidurmu? Bukan di ruang terpisah seperti ruang kerjamu."
Mencoba membersihkan tenggorokannya, Pierce berkata, "ini memang ruang kerjaku. Lihat, pekerjaan ini bukanlah mainan anak-anak. Banyak dari klienku berasal dari perusahaan-perusahaan besar yang bergerak di bidang industri, minyak dan gas, perbankan, bahkan pemerintahan. Jadi, aku tidak akan membiarkan siapa pun mengutak-atik atau mengetahui sedikit saja pekerjaanku."
Aku kembali menatap monitor-monitor itu. Well, dia memang benar tentang harus menjaga rahasia pekerjaannya. Apalagi bila berhubungan dengan pemerintahan. Itu pasti harus benar-benar dirahasiakan. Aku mengangguk setuju.
"Jadi, kau tidak bekerja sendiri, kan?"
Pierce memang tidak bekerja sendiri. Pria itu menjelaskan bahwa dia punya beberapa orang pekerja. Lebih tepatnya dia punya perusahaan yang mempekerjakan mereka. Ada seribu orang lebih yang bekerja untuknya. Dan dia lupa berapa angka tepatnya.
Holy Moly! Bukankah itu menganggumkan?
"Perusahaanku tepat di 200 Greenwich Street, Two World Trade Center jika kau bertanya-tanya di mana alamatnya. Bila perlu aku akan membawamu ke sana, dan memperkenalkan semua orang itu kepadamu." Katanya, menyandarkan tubuh besarnya itu di pintu kaca yang terbuka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Glimmer Of The Sight
Roman d'amourTERIMA KASIH JIKA KALIAN SUKA DENGAN CERITAKU _________________________________________________ Blurb : "Hidupku sudah berakhir. Tidak ada jalan yang bisa mengembalikannya lagi. Karirku yang hancur, pendidikanku berantakan, semua mata dunia yang men...