Gunakan speaker, hayati dan dengarkan lagu diatas :)
Dev melangkahkan kakinya menginjak satu demi satu anak tangga. Langkahnya gesit menuju rooftop sekolah, dengan membawa setangkai bunga mawar merah untuk kekasihnya. Tak lama kaki senjangnya sampai pada tempat yang ia tuju buru-buru.
Dev duduk dan menyandarkan punggungnya pada sofa yang berada disana. Seraya menunggu gadisnya datang. Sesekali ia menghirup aroma khas mawar itu.
Kamu seperti aroma bunga mawar ini, harum. Kamu seperti warna bunga mawar ini, merah yang melambangkan keberanian dan ke-elegan-an yang kamu miliki. Percayalah aku akan menjadi tangkai berduri dan menjagamu agar tidak satupun kelopak indahmu gugur begitu saja.
Batin Dev mempuisikan kasihnya.
Sedang asyiknya menunggu dengan memandang indahnya langit tiba-tiba pintu rooftop yang ia tutup tadi berdecit. Dev sangat yakin bahwa itu adalah Lyn.
Tetapi ketika seseorang muncul itu bukan, bukan dan sama sekali bukan Lyn. Tapi siapa ini? Dev tidak mengenalinya. Orang ini memakai masker yang hampir menutup seluruh wajahnya. Tetapi ia memakai seragam osis sama seperti dirinya.
Dev memberanikan diri mendekat.
"Lo siapa?" tanya Dev pelan.
Cowok itu lalu melayangkan satu pukulan yang menghantam rahang Dev. Menonjok bagian perut yang semakin membuat Dev lengah. Dengan lunglai Dev mengumpulkan seluruh tenaga untuk membalas lawannya. Ia memberikan serangan balik. Menendang dan menonjok cowok misterius itu. Namun apadaya cowok itu lebih kuat mungkin karena ia yang membuat Dev tepar terlebih dahulu.
Cowok misterius itu langsung memberikan pukulan yang lebih keras lagi, membuat wajah tampan Dev perlahan pudar tertutup darah. Dev kehilangan tenaga. Ia tersungkur jatuh dilantai. Cowok misterius itu justru menggila. Menginjak punggungnya dan membekuk kedua tangannya yang masih menggenggam setangkai mawar merah istimewanya.
Wajah Dev seperti hancur banyak darah bercucuran, mulutnya pun mengeluarkan cairan berwarna merah kental itu. Setelah itu cowok misterius itu menghempaskan kedua tangan Dev yang tadi dibekuknya lalu menyeret Dev ke dalam ruangan penyimpanan atau biasa disebut gudang rooftop, menghempaskannya dan menguncinya di dalam.
Dev sudah tidak bertenaga lagi. Yang ia punya hanya setangkai mawar merah yang kelopaknya mulai rusak dan gugur. Semua tidak seperti yang Dev puisikan tadi. Ia gagal, gagal untuk menjaga kelopak indah itu tetap utuh.
Masih setengah sadar, Dev mendengar tepak langkah seseorang. Ingin ia berteriak meminta pertolongan tapi suaranya tercekat, untuk membuka mulutnya saja ia sulit.
"Dev? Devano?" panggil gadis itu berkali-kali.
"Dev, Devano? Sayang?" gadis itu terus memanggil Dev.
Dev ingin berdiri, menghampiri gadisnya—Lyn. Yang terus mencarinya. Tetapi ia terlalu lemah untuk itu. Perlahan matanya mulai sayup sebelum kedua matanya menutup sempurna.
Tangannya masih setia menggenggam setangkai mawar merah yang diatasnya telah menetes darah segar.
***
Lyn berkali-kali melihat ponselnya, meremasnya. Matanya memanas. Tetapi sama sekali tidak ada panggilan masuk atau pesan yang masuk. Ia sama sekali tidak lelah untuk ini. Sejak sepulang sekolah tadi ia belum makan ataupun menyentuh minuman. Pikirannya sangat cemas dan khawatir. Berkali-kali ia menelpon Dev tetapi tak ada jawaban apapun. Saat pulang sekolah sebelum ia pulang kerumah ia sudah mengecek berkali-kali Dev di kelasnya tetapi yang ia temui hanya tas Dev.
Ray masuk ke dalam kamar Lyn dan menghampiri Lyn, Vannia, Clara, Naya, Bunga dan Jingga yang setia menemani Lyn.
"Dek, udah diangkat? Udah ketemu Devnya?" tanya Ray.
Lyn menunduk, tangisnya pecah.
"Belum Bang! Gimana ini? Yang Lyn temuin cuma tasnya. Kemana Dev? Apa kamu lupa janji kamu untuk tidak meninggalkan ataupun ditinggalkan?" air mata Lyn semakin deras membasahi wajahnya. Lyn memeluk erat tas Dev, satu-satunya yang dapat ia peluk untuk saat ini.
Almira datang, dengan raut ikut sedih.
"Elyn sayang, makan dulu yuk. Ini sudah jam empat lebih. Dari pulang sekolah kamu belum makan sayang." pelan Almira.
"Enggak mau Bun, Dev kemana? Dia pasti juga belum makan." Lyn masih terisak.
"Aku mau kerumah Dev, temenin aku!"
Satu-satunya jalan terakhir yang mungkin akan membantu Lyn. Walaupun sebelumnya juga ia sudah mengunjungi rumah Dev bersama Kevin yang mengantarkan sepeda motor yang digunakan Dev untuk berangkat sekolah dengan Lyn. Tetapi kondisi rumah Dev sangat sepi. Pembantu dirumahnya pun mengatakan bahwa Mama Dev sedang keluar membeli tanaman dan belum pulang.
Sesampainya dirumah Dev Lyn terus menekan bel dan menggedor pintu rumah Dev.
Dibukanya oleh Mama Dev. Hilda. Yang juga tampak risau.
"Tante, Devnya udah pulang kan? Ini Lyn kesini bawa tasnya Dev," tanya Lyn pada Hilda dengan air mata yang mengalir.
"Belum Nak, Tante kira Dev sedang sama kamu tapi waktu tante pulang motornya sudah ada dirumah. Apa yang sebenarnya terjadi Lyn?" tanya Hilda semakin cemas.
Lyn menangis, menderaskan air matanya. Tubuhnya lemah.
"Lyn juga enggak tau tante, tadi disekolah Dev minta ketemu Lyn di rooftop tapi waktu Lyn kesana Dev nggak ada. Lyn udah nyari kemana-mana tapi hasilnya nihil. Lyn juga udah nanya kesemuanya tapi enggak ada yang tau. Lyn takut." tangis Lyn semakin menjadi, yang disusul isakan Hilda.
Hilda memeluk Lyn yang masih memeluk tas Dev. Tangis mereka menyatu. Mereka yang paling merasakan kehilangan kali ini.
Lyn terus menangis. Kakinya lemas, kepalanya memberat, pandangannya kabur. Lyn jatuh pingsan, dengan masih memeluk tas Dev.
Semua yang berada disana Hilda, Naya, Vannia, Clara, Bunga, Jingga dan Ray yang ikut kerumah Dev seketika terkejut dan langsung semakin cemas. Semua merasa sedih.
Baru kali ini mereka melihat Lyn sekehilangan ini. Melihat Lyn yang lemah, sesakit itu ditinggalkan. Tak menentu rasanya, mereka juga ikut terisak sedih. Ada apa sebenarnya ini? Kenapa semua situasi menjadi menyedihkan? Bagaimana bisa semua menjadi mengenaskan? Dimana Dev?
🌟🌟🌟
Gimana? Feelnya dapatkah? Kuharap demikian.
Dimanakah Dev?
Penasaran? Tunggu kelanjutannnya.
*Maaf ya kalo memendek ceritanya xixi
KAMU SEDANG MEMBACA
CRUSH (HIATUS)
Teen Fiction[Warning! Cerita ini tidak didasari atas cerita lain. Dihimbau untuk tidak berhenti membaca sebelum sepenuhnya membaca. (Biasakan membaca author note)] "Kau tahu menantimu adalah hal terindah yang pernah kulakukan. Dan kamu adalah apa yang selalu ak...