Setengah jam yang lalu Kevin dan Ray telah pulang, tinggal Lyn sendiri disini, disisi Dev yang masih menutup mata. Lyn menggenggam tangan Dev erat, memperhatikan wajahnya lekat. Wajah pucat, hidung mancung, walaupun dengan mata yang tertutup bagi Lyn Dev masih terlihat sangat tampan. Tetapi, Lyn merindukan binar-binar mata Dev, tatapannya yang teduh dapat menenangkan Lyn kala gusar. Lyn sangat merindukan itu.
Pintu berdecit kembali, Lyn menoleh ternyata yang masuk adalah Hilda—Mama Dev. Dari semalam sampai pagi Hilda dan Lyn lah yang menjaga Devano, tetapi karena urusan pekerjaan Hilda pamit untuk pergi sebentar dan meninggalkan Dev dengan Lyn karena Hilda merasa sangat percaya terhadap Lyn.
Lyn berdiri lalu menyalami Hilda,
"Sudah pulang, Tante." Lyn tersenyum seolah tak ada yang terjadi.
Hilda mengerutkan keningnya membuat lipatan-lipatan kecil disana. Melihat Lyn yang wajahnya terlihat lesu, kedua mata memerah dan membengkak serta tampak sayu.
"Kamu kenapa? Nangis? Dev kenapa-kenapa atau bagaimana? Kok kamu nangis," tanya Hilda seraya memegang pundak Lyn.
"Lyn nggak apa-apa kok Tante, mungkin ini bengkak karena kemarin-kemarin terlalu banyak nangis," Lyn menyeringai,
"Jangan bohong,"
Lyn hanya menggeleng sebagai jawaban.
Hilda tersenyum tipis lalu mengusap rambut Lyn lembut.
"Kamu sudah makan? Eh ngomong-ngomong jangan panggil Tante dong panggil Mama Hilda aja." tanya Hilda memastikan.
Lyn menyengir kuda, kemudian menggelengkan kepalanya.
"Nah ini Mama bawakan nasi paket ayam, soalnya Mama tau pasti Lyn belum makan." Hilda menyerahkan sekotak nasi paket ayam yang dibawanya tadi.
"Makasih Tante eh Mama, Lyn makan dulu ya," Dengan cepat Lyn membuka kotak berisi nasi dan ayam lalu menyuapkannya ke dalam mulutnya sendiri. Baru satu suap Lyn lalu menoleh kembali Hilda.
Hilda menaikkan kedua alisnya.
"Mama pasti juga belum makan kan? Ayo kita makan bareng-bareng nasinya. Soalnya kalau enggak habis kan sayang, Mama sudah susah payah beliin tapi masih ada sisa, kalau kata Bunda pamali." ucap Lyn.
Hilda tersenyum, ternyata calon menantunya ini sangatlah perhatian. Memang sejak sedang bekerja bahkan sampai pulang Hilda belum memakan apapun, hanya sarapan pagi yang ia asup.
"Buat Lyn aja Mama sudah kenyang kok," Hilda tersenyum menutupi rasa lapar yang melandanya.
Kruk...krukkkk
Lyn mengernyit, suara tersebut benar-benar membuatnya merasa gemas. Lyn terkekeh menatap Hilda yang sedang nyengir.
"Tuh kan, cacing-cacing yang di dalam perut Mama sudah teriak-teriak minta makan. Nih Elyn suapin," Lalu Lyn mengambil nasi dan sejumput ayam lalu menyuapkannya kepada Hilda.
Hilda tak henti tersenyum, lalu menatap Lyn dengan penuh kasih sayang.
***
Kabar bahagia menyambut Lyn, keluarga dan teman-teman semuanya. Setelah dua hari tidak sadarkan diri Dev akhirnya membuka matanya kembali, melihat isi dunia kembali. Tidak sia-sia bagi Lyn karena selama dua hari itu dia izin untuk tidak berangkat sekolah, Lyn memohon kepada Bundanya untuk mengizinkannya terhadap pihak sekolah. Mungkin alasan untuk menjaga Dev sudah benar-benar tidak bisa diganggu gugat oleh Lyn. Kali ini Lyn benar-benar sangat senang, semangatnya bangkit kembali, perlahan luka-luka yang lalu memudar dan tergantikan dengan rasa bahagia.
KAMU SEDANG MEMBACA
CRUSH (HIATUS)
Teen Fiction[Warning! Cerita ini tidak didasari atas cerita lain. Dihimbau untuk tidak berhenti membaca sebelum sepenuhnya membaca. (Biasakan membaca author note)] "Kau tahu menantimu adalah hal terindah yang pernah kulakukan. Dan kamu adalah apa yang selalu ak...