Chapter 22

33.6K 1K 5
                                    

Cia dan Dhirga sedang duduk dikursi taman rumah sakit. Masing-masing memegang satu cup es krim,Cia rasa stroberi dan Dhirga rasa coklat.

Menikmati angin yang membuat anak rambut Cia berterbangan. Dhirga yang melihatnya  karena Cia yang terlihat kesulitan memakan es krim nya. Dhirga melihat jepit rambut  Cia yang ia jepit diujung bajunya. Dhirga pun menariknya.

"Ehhh.. jepit aku, ga!" Protes Cia.

"Diem! Lihat kesamping!" Ucap Dhirga. Ia pun meletakkan es krimnya terlebih dahulu lalu ia menjepit rambut Cia agar tidak berterbangan lagi.

"Nahhh kan! Kalau kayak gini nggak ganggu kamu makan lagi!" Ucap Dhirga. Cia diam-diam tersenyum malu.

"Makasih?" Goda Dhirga berusaha menatap wajah Cia yang memalingkan dari pandangan Dhirga.

"Makasih!" Balas Cia cepat.

"Sama-sama!" Balas Dhirga tersenyum manis.

"Duhhh!! Ini cowok bikin gue diabetes!" Cicit Cia pelan.

Dhirga ternyata mendengarnya lalu memandang menatap Cia yang masih setia menunduk.

Ia tersenyum menggoda lalu berkata "Aku sumber penyakit ya? Sampai bisa bikin kamu diabetes nanti!" Ucapan Dhirga membuat Cia mendongakkan wajahnya menatap Dhirga.

"Denger ya??" Tanya Cia polos.

Dhirga terkekeh mendengarnya lalu mengacak rambut Cia gemas.

"Telinga aku pendengarannya tajam! Mau kamu ngomong sampai sepelan mungkin masih bisa kedenger" Ucap Dhirga menaik turunkan  alisnya.

"Apa'an sihh!!" Gerutu Cia memandang Dhirga dengan tatapan kesalnya.

"Lahh ngambek lagi!" Ucap Dhirga mencubit pipi kanan Cia.

"Sakitt!" Balas Cia menatap Dhirga tajam.

Dhirga tertawa melihat ekspresi wajah Cia yang terlihat kesal. Sedangkan Cia sudah mulai kesal dengan kelakuan Dhirga. Ia berdiri, berjalan menjauhi Dhirga.

"Yahh pergi! Apa semua cewek emang ditakdirkan buat dikejar?" Gumam Dhirga lalu ia berlari mengikuti Cia.

🐝🐝

Alan, Putra dan Nilo saat Ini sedang berjalan melewati koridor rumah sakit. Mereka ingin menjenguk mama Dhirga. Putra dan Alan mengetahuinya karena Nilo yang memberitahukannya.

Putra yang berjalan lebih dulu meninggalkan Alan dan Nilo yang sedang asik berdebat, sampai mereka tidak sadar jika mereka saat Ini sedang menjadi pusat perhatiaan orang-orang sekitar.

"No kamarnya 304! Telinga lo tayo-tayo, kedengerannya 404!" Ucap Nilo.

"Jangan nyalahin gue dong! Salahin telinga upin-ipin lo, udah tau kata susternya tadi 404!" Balas Alan.

"304 budek!" Ucap Nilo menjewer telinga Alan.

"404!" Balas Alan menepis tangan Nilo dengan kasar.

"Siapa yang diantara kita bener, dia bakalan gombalin salah satu suster cantik disini!" Usul Nilo yang masih terdengar oleh Putra.

Putra berhenti lalu menatap kearah temannya yang masih beradu mulut tidak jelas.

"Mau diem terus ngikut gue! Atau ngoceh nggak jelas kayak gini terus gue seret lo berdua ke kamar mayat!!"Ucapan Putra membuat Nilo bergidik ngeri.

"Sadis juga ya si Putra!" Bisik Nilo kearah Alan yang terlalu dekat sampai nafas Nilo dapat terdengar oleh Alan.

"Nggak usah deket-deket! Nafas lo bau!!" Protes Alan menjauhkan wajah Nilo dari dirinya.

ACILLA (TAMAT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang