17. Vale dan kenyataanya

826 26 0
                                    

  Cowok tampan ini penuh tekanan. Bodoh nya cowok ini selalu mengikuti egonya sendiri dan memilih melukai dirinya sendiri. Dari kecil, Vale selalu dituntut harus bisa menjadi apa yang papa nya mau. Dibanding dengan Dilan yang diberi kebebasan.

"Kamu ini anak pertama! Tapi kamu bodoh. Mau jadi apa kamu besar nanti Vale?"

Papa nya selalu berteriak hingga membuat vale ingin mati saja rasanya. Waktu kecil, kalau Vale mendapat nilai dibawah 100 dia akan dimarahi. Sedangkan adik nya? Selalu membantah dan dibiarkan saja dia tidak memarahinya.

"Kamu turutin papa saja yah nak. Kamu tau kan? Kalau papa mu marah seperti apa?."

Mamanya pun sama. Selalu membela papa dibanding dirinya. Jangan lupa dengan anak kesayangannya.

"Haha. Siapa sih yang gak tertekan? Gua kalo gak inget dosa udah bunuh diri. Kemarin aja sial malah difitnah ngebunuh si Tommy!"

Vale mengacak rambut nya kasar. "Bokap gua selalu menutupi masalahnya dengan uang!. Gila ya? Reportasi itu nomor 1."

"Lo jangan minum banyak-banyak. Gua juga tau lo kaya gini karna perlakuan bokap lo. Tapi dia pengen lo yang terbaik."

Vale tersenyum sinis. "Haha! Tau apa sih lo Sep?. Gua udah kasih sertifikat smp dan sma gua ke dia. Dari olimpiade nasional sampai internasional keluar negri masih aja kurang. Tau kaga lo? Dilan kaga pernah ngasih apa-apa ke bokap." Vale meneguk satu gelas kecil yang berisikan minuman soda.

"Lo gak pernah tau! Luka dipunggung gua ini sakit nya kaya apa ketika bokap lo melampiaskan masalahnya ke gua. Lo kaga tau waktu gua ketahuan ngerokok dia mukul gua tanpa ampun! Kalo aja Dilan kaga sok sokan sujud dikaki bokap kaga bakal berhenti. Lebih baik mati karna disiksa daripada so-soan dilindungi!." Vale menghapus air matanya. Entah kenapa cowok itu menangis. Apa yang dia rasakan selama ini oleh Dilan dan papa nya. Ia ungkapkan pasa Septian.

"Mau sampai kapan lo lari dari mereka semua?." Tanya Septian padanya.

"Sampai mereka terluka!." Ucap Vale geram.

"Fuck! Mereka bokap lo and Dilan adik lo Val."

"Persetan dengan mereka semua! Lo kalau berada diposisi gua pun sama. Gak usah munafik Sep. Gua juga tau tentang kasus pembunuhan Tommy, lo yang nusuk dia. Waktu gua ke tempat kejadian lo udah gak ada. Tapi Tommy masih sadar saat itu dan lo datang bawa polisi." Vale meninggalkan uang nya dan pergi meninggalkan Septian sendiri di tempat yang berisik itu. Vale tersenyum sinis dan Septian mematung ditempat.

***

"Kamu pembunuh!"

"Anak kurang ajar!"

"Gak bisa di atur!"

"Nyusahin orang tua!"

"Mau jadi apa kamu hah?"

  Lagi-lagi itu lah yang keluar dari mulut papanya Vale. Yang membuat vale ingin sekali menonjok mulut papanya.

"Saya pulang bukan untuk anda. Jadi anda gak usah ngatur-ngatur saya."

Plak!

Satu kali tamparan mendarat dipipi mulus Vale.

"Tampar aja gua! Tampar!!! Gua kurang apa selama ini sama lo?! Gua selalu nurutin kemauan lo dan lagi-lagi selalu kurang. Apa yang bikin lo puas hah? Harus kah gua mati dulu baru lo merasa puas? Bajingan!." Vale berteriak kencang sehingga membuat para asisten dan mama nya keluar menghampiri ruang tamu.

Arkan & KarinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang