27. 100 Reasons Why I Love Im Alive.

608 103 49
                                    

Dear Alive.

Aku cuman ingin kamu tahu kenapa aku suka sama kamu.

Dan ini bukan berarti aku pingin buat kamu tambah pusing dengan pilihan hati kamu.

Aku ngerti kamu sekarang sedang bimbang.

Inget permainan tadi dicafe? Ketika aku memberi dua pilihan dan kamu harus memilih satu?

Jawabanya tepat. 100%

Hati kamu memang hanya untuk Yuta. Ngga ada satupun yang kamu pilih tentang aku. Aku ngga apa apa, aku emang udah tau ini akan terjadi.

Mungkin bibir kamu bisa bilang kamu ngga suka sama Yuta, tapi hati kamu?

Aku ikhlas kalau itu Yuta.

Yuta sebenernya baik. Ngga sepengecut perkataanku, aku mengatakan itu mungkin karena aku terbutakan oleh rasa ingin memilikimu.

Jadi. Tolong ikutin kata hati kamu.

Aku yakin kalau Yuta bisa bikin kamu bahagia.

Aku bikin surat ini bukan karena aku akan pergi dari kehidupan kamu. Aku tetap akan ada dihidup kamu. Tapi ngga akan berada disisi kamu.

Lagi.

—Lee Taeyong.

ps. Awas kalau nangis bacanya. Aku sumpahin jodoh sama Yuta. Haha.
Love Tiway ♡

Kalimat terakhir itu, berhasil membuatku tertawa diantara tangisanku. Aku benar-benar tidak bisa menahan air mataku lagi.

Kejadian di cafe tadi tiba-tiba saja terulang didalam pikiranku. Mengacak-acak otakku, dan membuat lamunanku memenuhi alam bawah sadarku.

Flashback.

"Masa ngga bisa sih nentuin pilihan yang kayak gitu, sesusah apa sih?" Kata kak Taeyong sambil terkekeh.

"Lanjut kuliah atau ngga." jawabku, bohong tentunya. Karena pilihan ini bersangkut pautan dengan hati. Antara kak Taeyong, dan Yuta. —yaa walaupun aku tidak yakin dengan perasaanku pada Yuta.

"Gini deh, kakak kasih dua pilihan dan kamu harus pilih cepet tanpa mikir. Gimana? Sekalian latihan." Kata kak Taeyong, dan aku mengangguk.

"Coklat/kue?" Tanyanya, membuatku sedikit terpatung.

Aku kira dia akan bertanya, ataupun memberiku pilihan yang agak sulit. Dan ini, sekarang dia malah memberiku pilihan yang tidak masuk akal.

"Kue."

"Sepak bola atau Dance?" Tanyanya lagi. Sumpah kak Taeyong, pertanyaan seperti ini tidak serumit menentukan pilihan hati.

"Hhmm... Sepak bola." Jawabku ragu, ntah kenapa. Tapi aku hanya mengikuti apa yang terlintas diotakku dan hatiku.

"Ilmu pengetahuan atau bahasa?"

"Ilmu pengetahuan."

"Angka/Aksara?"

"Angka."

"Anjing/Anjing?"

"Hah?" Aku bingung, maksud dia apa? Ingin berkata kasar?

"Ahh lupain yang itu." Katanya sambil mengibas-ngibaskan tangannya.

"Iyain."

"Udah ah bingung." Katanya sambil meraih minuman yang dia pesan.

Padahal dia sendiri yang memberi usul untuk melakukan ini. Tapu dia sendiri yang bingung.

Flashback off.

Dengan berat hati aku membuka isi buku itu. Karena aku juga penasaran apa yang dia tulis dibuku ini, dan sebesar apa perasaannya padaku.

Degh!

Aku baru saja membaca halaman pertama dan air mataku terus saja mengalir. Entah bagaimana caranya, bahkan semakin kuat aku ingin menahan agar air mata ini ridak keluar. Tapi air mata ini terus semakin kuat juga untuk keluar.

Aku membalikan halaman pada buku itu. Rasa kantuk yang tadi aku rasakan hilang, masa bodoh dengan sekolah besok. Aku bebar benar penasaran, walaupun ini sedikit melukai hatiku.


Bagaimana tidak? Kalimat ini sangatlah puitis, tidak mencerminkan seorang laki-laki pada biasanya. —ahh bukan laki-laki. Tapi, tidak mencerminkan seorang kak Taeyong.

Terus menerus aku membuka buku itu, banyak fakta yang mengejutkan yang aku tidak ketahui, dan yaa, rasa yang dia miliki. Dan bahkan, dia sepertinya sering mengambil gambarku diam-diam.

Aku tidak tahu kak Taeyong bisa seperti ini dibalik tingkah kekanakan yang selalu dia perlihatkan padaku.

Aku benar-benar lupa akan waktu saat mrmbaca buku ini. Ini jam 1 pagi, dan aku masih fokus membaca buku ini, dan ntah sudah berapa kali air mataku mengalir dipipi.

Akhirnya, aku pun membuka halaman terakhir. Yang berarti halaman dimana alasan terakhir kak Taeyong untukku.

Alasan ke 100.

———

100. Karena kamu aku selalu tau apa yang seharusnya aku lakukan.

Termasuk mengikhlaskan cinta pertamaku.

Aku tidak yakin jika aku bisa membuatmu bahagia, dan aku tahu seseorang yang jelas bisa membuatmu bahagia.

Sahabatku.

Nakamoto Yuta.

Tapi jika dia sampai melukaimu. Aku tidak akan sungkan-sungkan merebutmu darinya.

———

Buku ini sebagian terbasahi oleh air mataku. Aku belum pernah sebelumnya menangis seperti ini, sungguh. Bahkan aku tidak yakin bahwa jiwaku yang berada pad tubuhku, atau bukan karena merasakan betapa hancurnya hati ini.

Aku menenggelamkan kepalaku dalam lipatan tanganku, lalu kembali menangis sejadi-jadinya.

Masa bodoh jika ada yang mendengarnya.

Hati ini benar-benar tertohok oleh kalimat kalimat yang kak Taeyong tuliskan. Kalau seperti ini aku jadi semakin bimbang.

Apakah aku harus bersama Yuta, dan melihat kak Taeyong yang akan merasa hancur hatinya seperti apa yang aku rasakan sekarang, atau bahkan tidak memilih keduanya?

—tbc.

RED STRING | ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang