28. Graduation.

645 104 42
                                    

Hari berlalu denga sangat cepat, dan hari ini adalah kelulusanku.

Semenjak hari itu aku jadi menutup diri, tidak pernah keluar kamar kecuali sekolah, kamar mandi dan untuk makan.Makan pun kadang aku tahan. Itu jika ada teman-teman kak Steve dibawah.

Aku selalu menyibukan diri dengan belajar diperpustakaan sekolah sampai malam dan aku selalu berangkat lebih pagi dari sebelumnya.

Bahkan Jungwoo kadang mengeluh dikelas karena aku selalu meninggalkannya.

Aku menghindar?

Benar, aku memang menghindar.

Aku adalah tipe orang seperti, satu untuk semua. Contohnya seperti ini, aku menghindar ke Yuta dan Kak Taeyong, tapi semua orang aku hindari. Termasuk ibu dan kak Steve.

Kebetulan ibu pulang minggu lalu karena dia ingin datang diacara kelulusanku. —yang berlangsung hari ini.












Terus saja sambutan. Pantatku sudah pegal, kenapa ngga langsung bagikan saja sih? Kesal rasanya jika mendengar sebuah sambutan yang isi tujuannya sama. Hanya kata-kata saja uang berubah.

Lagi pula, harusnya dihari kelulusan itu aku mendapat kebahagiaan dan bukanlah moment membosankan seperti ini.

Akhirnya kami diberi ijazah dan buku laporan selama 3 tahun sekolah disini.

Aku keluar dari aula, sendiri saja. Aku menyuruh ibu dan kak Steve menunggu di halaman. Jungwoo dan Haera? Tadi Jungwoo pamit ke toilet dan Haera sedang bersama keluarganya sekarang.

"Im Alive!" panggil seseorang.

"Pak Taeil... Ada apa pak?" Tanyaku heran.

"Ini. Selamat atas kelulusannya." Katanya, lalu dia memberi setangkai bunga yang dihias rapih dari belakang tubuhnya.

"Dari siapa pak?" aku benar benar heran.

"Dari bapak lah, kamu kan adik temen bapak berarti adik bapak juga." Katanya, dan aku hanya tersenyum canggung mendengar kalimat itu. Dan karena moment ini, sekarang aku jadi pusat perhatian.

Tidak banyak murid perempuan berteriak histeris sekarang, itu karena mereka juga berharap diperlakukan seperti ini oleh pak Taeil. —mungkin. Orang hampir seluruh siswa perempuan disini suka sama dia. Banyak kan degemnya? Termasuk aku, tapi aku beruntung.

"Ohh, makasih mas." kataku sambil membawa bunga itu.

"Apa tadi, mas? Heh ini sekolahan, kamu berani manggil gitu ke guru?" Protes pak Taril. Oke aku keceplosan tadi.

"Maaf pak. Becanda elah, abis kalau ngedenger cerita dari kakak atau temen-temennya manggil bapak Mas sih. Jadi kepengen." Kataku terkekeh.

Dia mendekatkan dirinya padaku, membuatku mematung. Lalu berbisik. "Kalau diluar sekolah boleh deh." Dan sekali lagi semua murid perempuan yang menyaksikan ini berteriak.

Ini pertama kalinya aku berinteraksi dengan pak Taeil selain membahas pelajaran. Dan aku tidak tahu akan seperti ini. Karena pak Taeil yang aku kenal sebelumnya saat disekolah adalah seorang guru yang tegas, —bahkan terkesan galak.

"Kak liv!" teriak Mark sama Jihoon yang berlari padaku.

"Ciee lulus, traktir dong." kata Jihoon.

"Ngga ada." Jawabku acuh. Ahh, aku bahkan sempat lupa kalau aku masi kesal pada setiap orang karena perlakuan manis pak Taeil.

"Kak ini." Kata Mark, lalu memberiku bunga juga, dia ngasih buket bunga, tapi ukurannya kecil.

"Hilih gegayaan, tadi aja minta traktir." kataku.

RED STRING | ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang