11. Secret.

886 140 41
                                    

Tidak berdua, pada akhirnya kita sekarang pulang ber-4, serasa double date kan? Ini keinginan Jungwoo untuk mengantarkan Haera terlebih dahulu, dan karena kak Taeyong menjemputku tadi.

Ehh aku lupa. Sebenarnya kita ber 5, bersama Yuta yang kak Taeyong, maupun Jungwoo dan Haera tidak ketahui keberadaanya, sudah berada di mobil kak Taeyong ntah sejak kapan. Mungkin mengikuti kak Taeyong saat kesini tadi. Yang jelas dia hanya bilang ingin menjemputku, tapi percuma kalau menurutku.

"Makasih ya, jadi ngerepotin." kata Haera.

"Iya ngga masalah." Kata kak Taeyong.

"Eh culun, jangan lupa ya?" kata Haera saat berada diluar mobil, dan Jungwoo pun menangguk dari dalam mobil.

Ada apa ya? Kok aku ngga tau. Ada sesuatu yang disembunyikan lagi dariku? Benar, didunia ini, benar-benar hanya aku yang tidak dibolehkan tahu akan sesuatu hal.

RED STRING

"Liv pulang~" kataku, diikuti oleh kak Taeyong dan Yuta tentunya.

"Kak Liv!" seru seseorang yang menghampiriku didepan pintu.

"Mark?" kataku, dan dia tersenyum.

"Oh ayolah kak Steve! Emang rumah kita pengungsian apa?" kataku mengeluh sambil berteriak. Baru saja kak Minhyun pulang tadi pagi saat aku berangkat sekolah, sekarang datang lagi satu. Mark, adiknya kak Taeyong.

Akupun langsung bergegas kekamar dan berbaring di tempat tidurku. "Awwhh!" pekikku, —Ehh... ponsel siapa disini? Akupun langsung menekan tanda power untuk liat lockscreen ataupun wallpaper nya yang mungkin memberi tahu identitas pemilik ponsel ini.

Kak Taeyong?

Photo yang menjadi layar kunci ponsel ini photo kak Taeyong, yang berarti dialah pemilik ponsel ini. Ngapain kak Taeyong ke kamarku, sampai ponselnya bisa ketinggalan. Dasar pedo! Untung ganteng.

"So' banget. Masih gantengan aku." timpal Yuta, yang ikut melihat ponsel ini bersamaku. Tentu saja, karena dia pasti mengikutiku kemanapun, kecuali saat sekolah, dan kamar mandi. ―dan jika aku menyuruhnya diam ditempat ataupun mengusirnya.

"Iya-in deh." kataku sambil me-rolling eyes.

Tapi, kalau udah ngeliat photo kak Taeyong yang sangar kayak gini itu, suka jadi pingin stalk IG nya Mark. Soalnya photo kak Taeyong disitu konyol semua. Hahah.

"Dek, liat ponselnya Taeyong ngga?" kak Steve memunculkan kepalanya dari balik pintu, hingga aku sedikit terkejut.

"Ini... emang kak Taeyong ngapain?" tanyaku, karena aku benar-benar heran.

"Ah, eum i-itu... Bukan apa-apa, khilaf paling." jawab kak Steve gugup, dan setelah itupun dia langsung keluar. Tidak seperti biasanya.

"Ehh Yutt, tadi liat ngga?" tanyaku.

"Apaan?" tanyanya, dengan datar dia mengupil didepanku. Iiwwwwh! Jorok.

"Jorok ih yutt!" aku mendorong tubuhnya. Tapi gagal, kali ini aku ngga bisa nyentuh Yuta.

"Yut. Kok aku ngga bisa megang kamu?" tanyaku heran.

"Ya mana aku tau." Jawabnya datar, lagi dan lagi, dia masih tetap mengupil.

Padahal aku menanyakan hal itu serius, aku bingung, bagaimana bisa dia menjadi bisa ditembus seperti tadi. Tidak seperti biasanya, yang bahkan kami sering melakukan skinship. ―tidak dalam artian lain, hanya sekedar menyentuh rambutku, ataupun menepuk puncak kepalanya.

"Kamu ngga ngerasa aneh gitu?" tanyaku.

"Aku malah ngerasa aneh sama Taeyong, dia tadi kekamar kamu malah berantakin laci nakas kamu." Jawab Yuta, yang katanya tadi tidak tahu apapun.

"Terus kamu diemin aja?" kataku sedikit memarahinya.

"Yaa kondisiku kayak gini!! Aku ngga bisa nyentuh dia, dan aku ngga bisa berbuat apa-apa tadi!" katanya yang tiba-tiba saja menggertakku. Sontak aku menciut dan ketakutan setelah dia menggertakku.

Bukan hanya masalah dia yang menggertakku, tapi saat dia menggertakku tiba-tiba saja jendelaku terbuka keras, dan angin kencang masuk begitu saja ke kamarku, bahkan lampu dikamarku beberapa kali mengerjap, hingga percikan api muncul dan lampu kamarku meledak, —mati.

"Dek? Ehhh dek, kenapa?" kalimat yang terakhir yang aku dengar sebelum aku tidak sadarkan diri.

RED STRING

Seminggu kemudian...

Malam ini aku keluar, ke optik lagi. Sumpah, aku sangat tidak suka baunya. Kenapa mereka seneng banget sih datang ke tempat ini.

"Cepet lun." Paksa Haera sambil mendorong tubuh Jungwoo pelan.

"Ih ngga mau." Tolak Jungwoo. Dan kali ini aku hanya membiarkan mereka berdebat tanpa menjadi penengah ataupun membela salah satunya seperti biasa. Percuma.

"Cepet ngga?" kata Haera lagi.

"Isshhh! Iya-iya." Kata Jungwoo pada akhirnya pasrah.

Mereka dari tadi memang berdebat, dan berdebat yang aku sendiri tidak tahu tentang apa. Haera sekarang sudah biasa lagi, tidak banyak murung seperti kemarin kemarin. Bahkan sekarang-sekarang dia lebih ceria dari biasanya. Dan itu membuatku ikut senang.

"Ayo pulang." Ajakku.

"Lah baru datang." kata Haera.

Sebenarnya aku udah mual, bau ini lebih tercium dari biasanya. Itu karena banyak pengunjung disini dan para pegawai ada yang membersihkan lensa kacamata dengan cairan yang baunya mengganguku.

Itulah kenapa aku tidak menggunakan kacamata. Aku pernah bilang sebelumnya kalau sebenarnya aku memiliki pandangan buruk, tapi tak seburuk Jungwoo yang tidak bisa melepaskan kacamatanya sama sekali, walaupun aku dengar ukurannya sudah berkurang.

"Kalian berdua aja, aku keluar. Mungkin pulang duluan. Aku ngga kuat." kataku pamit. Lalu bergegas keluar.

Sumpah aku sudah benar-benar mual. Sampai aku menabrak seseorang, dan dia tetap saja dingin, tidak menghiraukan takbrakan tadi. Jadi Deja vu. Sebelum akhirnya dia berjalan mundur sekarang.

"Ngga bosen nabrak aku terus?" katanya sambil melepas earphone nya sebelah.

"Mu-murid baru?" aku sedikit kaget waktu melihat dia. Apa aku bilang tentang Deja vu tadi. Aku jadi teringat waktu aku menabraknya saat melihat Jungwoo dan Haera bermain hujan-hujanan waktu itu.

"Hei?! Alive." dia melambaikan tangannya pada wajahku.

"Ahh... I-iya kenapa?" tanyaku.

"Aku yang harusnya menanyakan itu. Sedang apa kamu disini sendiri?" tanyanya.

"Itu, cuman nemenin Uwu. Tapi aku ngga kuat bau optik." Jawabku, dan kali ini dia yang terdiam.

"Murid baru?" aku melambaikan tanganku pada pandangannya, "Ada apa?" tanyaku lagi.

"Hanya mengingat seseorang. Mau pulang bersama?" Aku terdiam terlebih dahulu, lalu menangguk tanda setuju. Ahh, sekalian juga, mumpung aku sedang berdua bersamanya. Aku ingin mencari tahu tentang Yuta yang sempat terpotong waktu itu karena pembicaraan kami saat sedang makan siang.

Dan aku berharap semoga Yuta tidak melihat ini, ntah kenapa perasaanku seperti sedang menyelingkuhinya. Padahal tidak ada hubungan apa-apa antara kami, hanya saja aku takut jika Yuta melihat keadaanku sekarang.

"Eum, Changbin, bolehkah aku tahu kelanjutannya?" tanyaku membuka pembicaraan, saat kami mulai berjalan pulang.

"Kelanjutan apa?" tanyanya heran.

"Soal itu, saat kita sedang istirahat makan siang disekolah. Tentang seseorang bernama Yuta yang kamu tahu." Kataku sedikit ragu.

"Ah itu, —eum belum terlalu malam. Duduk disitu dulu gimana?" ajaknya, sambil menunjuk bangku taman yang tidak jauh dari tempat kami berjalan.

"Ah oke."




Tbc...

RED STRING | ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang