15. First Snow.

807 138 32
                                    

Beberapa bulan kemudian...


"I wanna know know know know. What is Love. Eh uwu udah tau yeah. I'm the boss to the world yeah cuz cuz. Black, black black on wuu. Kokobop shimmie shimmie kokobop airnya diobok obok yeah. Ba banana baba banana na na. Uwu jadi lapar. Multi colors diamonds like a rainbow yeah yeah yeah. Open your eyes!!! Simon says open your eyes!!~"

Ahh Jungwoo berisik! Dia terus saja melompat-lompat diatas kasur ku. Sebenarnya dia itu berusia berapa tahun sih?

Aku benar benar tidak bisa tidur, ini hari libur dan cuaca diluar cocok untuk menghabiskan waktu dengan tidur, tapi dia terus saja menggangguku.

"Berisik!" aku melempar bantalku kearah Jungwoo tapi sembarang.

"Ayo Alive, siap siap! Kamu ngga bakal jemput Bibi Im dibandara?" katanya tanpa berhenti melompat-lompat diatas kasurku. Ibu? Ahh iya aku ingat, aku harus menjemputnya dibandara. ―tidak harus sih, tapi masa iya ketika ibu kita pulang tidak dijemput?

"Iya iya, ini bangun." Kataku sambil meregangkan tubuhku.

"Jangan ngeregang—" bugh! Jungwoo jatuh. Untung saja masih dikasur, tapi kepalanya terbentur pinggiran kasur.

"Wu?" aku langsung bangkit. "Makannya kalau dikasur jangan banyak gaya." Kataku, terkekeh walaupun Jungwoo menangis.

"Udah, masa nangis. Mau lulus SMA masih cengeng gini ya ampun. Apa kata Haera?"

"Ih kenapa Haera?" katanya, dan dia pun berhenti menangis.

"Udah ah, aku mau mandi jangan ngintip." kataku. Cukup aku saja yang melihat tubuh Jungwoo walau hanya bagian atas. Hhe.

RED STRING

"Bibi Im!!!" teriak Jungwoo dibandara lalu memeluknya antusias, yang sebenarnya anaknya itu siapa? Aku, kak Steve dan Haera hanya geleng-geleng melihat tingkah Jungwoo yang terlihat seperti anak kecil itu.

"Buu, sini." Kata kak Steve yang mengambil koper yang dibawa ibu.

"Ibu bawa oleh-oleh loh buat Uwuu, kesukaan Uwuu." kata ibuku pada Jungwoo, giliran sama anaknya sendiri kayaknya lupa.

"Asik pepero jepang." Kata Jungwoo berteriak antusias, lah pepero mah perasaan merk dagang di Koreanya. Kalau di Jepang jadi Pocky, apa bedanya? Sama sama kue stik.

"Ehh bentar, ibu baru nyadar, Uwuu kok ngga pake kacamata?" tanya ibuku yang merangkul Jungwoo.

"Biar gaya, jadi pake kontak lensa. Kebanyakan gaya lebih tepatnya" kataku sewot.

"Ahh tetep ganteng kok mau pake kacamata atau ngga juga, tapi kalau ngga pake emang lebih ganteng sih." Kekeh ibuku

"Tuh denger kan ra?" kata Jungwoo. Dan tiba-tiba suasana hening, sepertinya Jungwoo keceplosan.

"Lah kok aku sih?" tanya Haera terkejut. Aku lihat wajahnya yang memerah dan dia langsung memalingkan mukanya, salah tingkah?

RED STRING

"Asik!!!" teriak Jungwoo waktu ibuku membuka koper, yang ternyata isinya makanan semua. Lahh bajunya kemana?

"Harus diabadikan." kata Haera. Dia mengelurkan ponselnya lalu memfoto semua makanan. Daripada ikut ribut disini aku memilih kekamar dulu untuk ganti bajuku, gerah.

Siapa tau aja ada Yuta juga kan? Tapi nihil, Yuta benar-benar menghilang. Ini sudah hampir 3 bulan dan aku ngga tau sedikitpun kabar tentang dia. Termasuk jika ada kak Taeyong mampir kerumah, dia tidak pernah mengungkit sedikitpun tentang Yuta dan ketika aku yang mengungkitnya, kak Taeyong langsung mengalihkannya.

Dan fakta mengejutkan yang aku tahu, ternyata kak Steve, kak Taeyong, dan yang lainnya ternyata percaya akan sesuatu hal. Kalau Yuta sebenarnya sudah meninggal. Dan mungkin, dia mendatangiku karena ingin berpamitan, tapi kenapa harus aku?

Kalau saja hari ini adalah hari pertama turunnya salju, aku benar benar berharap untuk bertemu dengan Yuta lagi. Walapun hanya dengan melihatnya sebagai arwah, aku sungguh akan sangat berterimakasih.

Aku melangkah kearah jendela, kalau ada Yuta pasti dia selalu diam disini. Banyak banget hal yang membuatku mengingat dirinya, bahkan hanya sekedar saat aku hendak menulis menggunakan pensil. Dia pernah bilang untuk selalu mencoret-coret terlebih dahulu kertas yang tidak digunakan agar saat digunakan untuk menulis nantinya lebih rapih dan lembut.

Kenapa jadi terus mikirin Yuta?

Aku melihat kearah luar jendela, dan aku melihat seperti ada yang turun dari langit, ntahlah. Ntah itu butiran atau tetesan, hanya saja aku tidak berharap kalau itu hujan. Aku ingin salju yang turun.

"Alive! Salju pertama!" teriak Haera dari pintu. Aku langsung bergegas turun kebawah, keluar rumah lebih tepatnya. ―tanpa sebuah baju hangat karena masih gerah.

"Diem! Uwu mau meminta harapan." Kata Jungwoo sewot saat aku berteriak antusias setelah melihat salju turun.

Aku juga mau, mana mungkin aku melewatkan hal ini.

Aku berharap aku bisa ketemu lagi sama Yuta. Hanya itu aja, karena aku merindukannya.

Tbc... 

RED STRING | ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang