"Dek mau tau ngga nih?" tanya kak Taeyong, disaat aku baru saja mau hendak pergi kekamar. Ngantuk sih, tapi kapan lagi kak Taeyong mau cerita.
"Gimana kak?" akupun mengambil bantal dan memeluknya. Tunggu, jangan berfikir yang macem-macem, kita hanya lagi duduk disofa tengah rumah.
"Janji dulu." dia mengacungkan jari kelingkingnya.
"Apa?" kataku yang merasa heran, harus banget sampai janji kelingking seperti ini.
"Jangan marah sama kakak." Lanjutnya.
"Iya." Kataku mengangguk, lalu aku pun meraih kelingking nya.
"Cieeee~ gas terus Yong." Kata kak Steve yang muncul dari balik sofa, dan ntah sejak kapan dia berada disana.
"Berisik ah bang." aku memukulnya dengan bantal.
"Mangat Yong. Gua duluan ke kamar." katanya. Oke, aku malah jadi bingung karena melihat sikap kakaku pada kak Taeyong.
"Jadi dek, mungkin kamu udah tau kalau sebenarnya kak Yuta itu temen kita. Dan sebenarnya Yuta orang yang kamu suka, dan dia juga suka sama kamu, mungkin, kan? Sebenarnya kakak juga, duuh jadi ngga enak ngomongnya." Kata kak Taeyong sambil menggaruk kelapanya, dan memang benar, suasana disini jadi sangatlah canggung.
"La-lanjut aja kak." kataku
"Duh gimana ya?" katanya sambil nyengir dan aku tahu sekarang dia pasti ingin mengalihkan lagi topik pembicaraan.
"Kak Taeyong?!" kataku, sambil menatapnya tajam.
"Ah oke-oke... Kakak mau nanya dulu, jadi waktu kamu kelas 6 sd, inget pernah kecelakaan waktu ketabrak pas mau ketemu Yuta dirumah sakit?" tanya kak Taeyong yang sedikit membuatku bingung.
Aku mengangguk ragu, dan kak Taeyong malah ikut mengangguk-anggukan kepalanya, "Tapi aku ngga inget aku kecelakaan karena apa." kataku.
"Disitu kamu emang ngga inget apa-apa ya? Termasuk Yuta, ah ngga... Kayaknya emang Yuta yang kamu lupain, kakak sebenernya benci banget sama yang namanya Yuta dari situ. Dia pengecut. Aku tau kok dari Steve kalau kamu suka sama Yuta, padahal Yuta udah risih banget waktu itu. Kamu sampe buat Yuta benci sama kamu dulu..." kata Kak Taeyong menggantung, dan dia lebih memilih untuk meraih gelas yang ada dimeja lalu meminumnya. Dan mengusap lehernya menggunakan tangannya.
"Tapi kamu selalu kira itu aku, kan? Aku ngga kayak gitu Liv, Yuta sering bikin kamu nangis, tapi kamu selalu nyalahin aku." Katanya, dan ingin rasanya aku memotong kalimatnya saat itu juga, tapi air mata yang keluar dari matanya membuatku urung membuka mulutku.
"Tapi apa? Kamu ngga pernah liat aku sama sekali yang padahal selalu ngasih yang terbaik dan ada buat kamu, dan kamu sekarang selalu mengingat kalau akulah orang yang lakuin apa yang Yuta lakuin." Katanya sambil mengusap airmatanya kasar. "Kalau kamu mau tau dan memang seharusnya tau, aku suka sama kamu." Lirihnya.
"Kak―" kalimatku terpotong saat kak Taeyong langsung sedikit membentakku.
"Liv denger dulu! Aku ngga pernah risih sama kamu, aku ngga pernah benci sama kamu, dan aku ngga pernah buat kamu nangis, dulu." Katanya sambil meraih tanganku. "Tapi kenapa kamu sekarang selalu berfikir gitu setelah kamu lupain Yuta dulu, padahal dialah yang kayak gitu." Lanjutnya sambil menatapku lekat.
"Tapi waktu satu hari sebelum Yuta udah ngga sadarin diri, dan satu hari sebelum kecelakaan itu terjadi. Yuta pernah bilang ke aku, kalau katanya dia kena karma. Dia jadi suka sama kamu dek, dan itu buat aku sakit. Padahal aku udah seneng walaupun kamu benci sama aku, tapi aku ngerasa aku ngga punya saingan.
Dan waktu aku denger kamu hilang ingatan, karena kecelakaan itu. Aku seneng karena kamu inget aku, tapi ngga inget Yuta. Jahat kan kakak?" katanya sambil mengusap air mata yang turun dipipiku.
"Boong. Kakak bikin nangis aku sekarang." kataku, dan kak Taeyong tiba-tiba meluk aku.
"Sebenernya kalau harus diceritain panjang banget. Cuman intinya, kakak kaget waktu Steve bilang semenjak kecelakaan bus waktu itu kamu jadi sering nyebut nama Yuta lagi. Dan kakak belum siap harus bersaing lagi sama dia. Walaupun sebenernya aku ngga yakin karena Yuta udah.. Udah meninggalkan?" Lirihnya tepat ditelingaku, "Ngantuk ngga?" lanjutnya. Aku menggeleng, oke, aku ngga mau munafik. Aku memang lagi butuh pelukan sekarang.
"Btw nih dek... kok kamu puber kecepetan ya? Masa anak SD udah kenal cinta, sih?" sial. Aku mencubit perut Kak Taeyong, dan dia pun melepaskan pelukannya sambil memegang perutnya.
"Sakit dek." Rengeknya.
"Makannya kalau ngomong tuh disaring." Kataku sambil melipat kedua tanganku didada.
"Tapi kan fakta." Kata kak Taeyong yang masih sedikit kesakitan. Oke kak Taeyong benar kali ini.
"Udah sini, jangan nangis." dia memelukku dari pinggir.
"Heh! Malem malem! Adik orang." Kata kak Steve, yang tiba-tiba muncul melewati hadapan kami. "Untung tadi gue haus." katanya sambil terus melangkah kedapur. Kenapa punya kakak gini banget?
"Lah... Yong lu janji ngga bakal buat dia nangis." kata kak Steve sebelum meneguk air dari gelas yang dia pegang.
"Ya gue ngga tau elah. Dari pada lo, pengecut. Masa kakaknya sendiri ngga berani terus terang." Kata kak Taeyong membela.
"Lah kok nyalahin gue?" sungut kak Steve.
"Lah ya iya. Harusnya kalau lu berani lu cerita yang sejujurnya." Kata kak Taeyong tak mau kalah.
Mereka masih berdebat, dan lebih baik aku pergi kekamar tidur dari pada ngedengerin mereka yang akan terus menerus berdebat seperti tadi.
Yang jelas aku tahu akan sesuatu, tentang Yuta yang sebenarnya.
Pantas saja rasanya memoriku banyak yang hilang, bagaimana aku bisa melupakan semua hal yang pernah terjadi dalam suatu waktu dimasa lalu.
Memori itu rasanya seperti kembali terputar, aku bisa melihat kak Taeyong yang lebih muda dari sekarang yang selalu menjemputku setiap pulang sekolah, kak Taeyong yang selalu berbuat baik kepadaku, dan tidak pernah merasa benci dan risih sedikitpun padaku seperti yang selalu aku tuduhkan padanya.
Berbanding terbalik dengan ingatan Yuta yang benar-benar selalu bersifat acuh padaku, bahkan sesekali aku melihat ingatanku tentang Yuta yang malah membentak ataupun memarahiku. Seperti sifat yang aku selalu tuduhkan kalau itu sifat kak Taeyong.
Brughh...
"DEK!!"
RED STRING
KAMU SEDANG MEMBACA
RED STRING | ✔
FanficNCT 127 - Nakamoto Yuta [ bahasa | completed ] An invisible redstring connects those who are destined to meet, regardless of time, place, or circumstance. The thread may stretch or tangle, but will never break. Maybe ... But, i can see it. ©Do...