08✳ PENYELAMAT

1.4K 189 25
                                    

08✳ PENYELAMAT

Tak ada senyum. Tak ada tawa. Yang ada hanya raut murka. Dia marah karena aku tidak bisa menjaga diriku.

— Shenna Alianza —

✳✳✳

Sejujurnya Peter tidak suka menjadi sorotan. Hidupnya sudah monoton dan itu cukup. Tak perlu ada beberapa siswi yang meliriknya, bahkan sampai ada yang terang-terangan memberikannya senyuman meski malu-malu. Di matanya itu semua menjijikan. Peter memarkirkan motor Vespa modif berwarna biru pudar di parkiran sekolah barunya. SMA MERKURIUS, yang konon katanya penuh dengan siswa-siswi pintar.

Merasa pintar? Oh, tidak. Peter tidak pernah menganggap dirinya pintar. Ia selalu mendapat nilai merah di setiap pelajaran sejarah di masa sekolahnya sebelumnya. Nilai matematikanya saja tidak pernah di atas tujuh puluh. Nilai Bahasa Indonesia saja Peter selalu searching google. Peter tidak pandai. Tapi untuk masalah kreatifitas, Peter berani diadu untuk itu.

Peter tak perlu berbasa-basi menyapa satpam penjaga yang tersenyum padanya. Mungkin ucapan selamat datang atau perkenalan karena ia adalah murid baru disini. Ia menerobos masuk ke dalam area sekolah. Kelasnya ada di kelas XI IPS 1. Kelas yang sama di sekolah lamanya, SMA NEPTUNUS.

Kemarin ia sudah mendaftar ke sekolah ini. Peter langsung masuk karena sekolah juga masih membutuhkan murid, karena beberapa kursi setiap kelas masih kosong. Peter tidak memilih ia ingin masuk kelas IPA, IPS, atau Bahasa. Baginya jurusan SMA sama saja. Seharusnya itu jadi pemikiran di anak-anak sekolah zaman sekarang. Tak membedakan mana anak IPA, IPS sampai Bahasa.

Pengalaman sehari bersekolah di SMA MERKURIUS ternyata tidak membosankan seperti yang ia kira. Peter mendapatkan teman baru bernama Sanggi yang receh bersama gengnya yang berisikan empat orang. Peter juga mendapatkan penggemar baru bernama Gista. Cewek berponi Dora dengan bandana ungu. Sepertinya cewek itu fanatik dengan Dora The Explorer.

Peter duduk bersama Sanggi. Sanggi yang meminta Adriel, teman sabangkunya, untuk pindah dengan Pace, si anak Papua. Peter mendengarnya meski bising-bising.

"Lo cuma bawa buku satu doang, bro?" Sanggi bertanya. Peter menyunggingkan senyum geli. Ia memang membawa buku satu saja. Itupun pulpen hasil mengambil di kolong meja entah milik siapa. Baginya pertama masuk tak perlu lah membawa buku banyak-banyak. Guru-guru pasti memaklumi jika ia murid baru dan belum paham peraturan sekolah ini.

"Keren! Untung Bu Giselle nggak masuk. Bisa abis lo!" Adriel menimpali. Peter tidak balas menimpali, ia juga tidak peduli siapa itu Bu Giselle yang dimaksud. Kepala sekolah kah? Guru killer kah? Ah, Peter akan memberikan sekotak nasi agar mulut gurunya itu diam.

"Nanti lo gabung sama kita aja di kantin. Pasti lo belum tau kan seluk beluk sekolah ini?" Sanggi memulai kembali dengan gaya sok akrab. Peter menaikkan sebelah alisnya, tanda cowok itu ingin tahu seluk beluk sekolah ini, sedikit saja. Atau, tentang gadis itu.

"Lo pasti udah dengar kalau SMA MERKURIUS itu muridnya pintar-pintar, kan?" Adriel, Naufal, Given dan Pace ikut berunding membentuk lingkaran di meja Peter dan Sanggi. Mereka seperti komplotan geng motor yang siap melancarkan aksi tawuran sepulang sekolah.

"Itu semua bullshit." Sanggi mengeluarkan argumen.

"Karena Sanggi kagak pintar!" Pace bersuara. Giginya yang putih terlihat. Adriel dan Given tertawa dibuatnya. Peter ikut terkikik meski hanya senyum tipis yang tersungging di bibirnya.

"Yah, gue akui sih gue nggak sepinter Shenna atau Rakha. Tapi, masalah foto boleh lah sejam cepe sama gue!" Sanggi mulai promosi sendiri sambil menenteng kameranya tinggi-tingginya. "Kapan-kapan nanti kita hunting, yuk! Ke apartemen gue boleh."

[TGS 3] SHENNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang