16✳ SIAPA DIA?

827 82 5
                                    

16✳ SIAPA DIA?

Manusia cenderung menemani-nebak, berburuk sangka. Dan berakhir salah.

— Shenna Alianza —

***

Shenna sudah bangun sejak jam empat subuh. Setelah melaksanakan kewajibannya, ia segera menuju dapur. Memgambil tas belanjaan biasa Ibunya pakai. Shenna sudah akan bersiap ke pasar, tetapi Ibunya memanggil. “Shenna, Ibu ikut ya.”

“Lho, Ibu kan semalem demam. Udah gak papa. Shenna berani kok sendiri. Lagian bareng yang dibeli nggak banyak kan? Ibu di rumah aja ya.” Shenna berujar, tetapi Lisa menggeleng. “Ibu udah nggak demam, Na. Ibu gak mau ngerepotin kamu. Nanti kamu bingung harus cari barang-barang itu. Kamu kan juga sekolah.”

“Tapi Ibu masih keliatan pucat. Gimana kalau Ibu pingsan? Udah, Ibu dirumah aja. Biar Shenna yang belanja ke pasar.” Shenna memanaskan motor matic miliknya. Lisa menggenggam tangannya. “Na, Ibu sehat kok. Kan ada kamu yang jagain Ibu kalau Ibu kenapa-napa. Ibu ikut ya? Kalau berdua kan, lebih ringan pekerjaannya. Biar lebuh cepet juga pulangnya. Biar kamu gak telat pergi ke sekolahnya nanti.”

“Bu, tapi kan—”

“Sayang, Ibu gak papa. Kita berangkat sekarang mending deh, daripada nanti kamu kesiangan ke sekolahnya. Ibu juga kan harus siapin bekal buat kamu.”

“Bu, gak usah gak papa kok. Biar Shenna beli makan di kantin aja. Ibu mending istirahat,” ucap Shenna. Dia paling tidak bisa melihat Ibunya sakit. Lisa sudah tua, meski Terkadang Shenna sangat manja padanya dan tidak menyadari umur Ibunya yang semakin bertambah. Menjadi single parent bukan hal yang mudah, tetapi Shenna bangga karena Ibunya bisa menjalani semuanya meski sudah payah. Shenna berhutang jasa pada Lisa.

“Shenna, makanan di tempat umum belum tentu bersih dan sehat. Kamu kan jarang, makan di kantin.”

“Makasih ya Bu? Maaf, Shenna selalu ngerepotin Ibu. Shena belum bisa bersahabat dengan kompor.” Shenna memeluk tubuh Lisa erat. Lisa tersenyum senu. Dia mengusap kepala Shenna penuh sayang. “Shenna, bukan salah kamu Sayang. Ibu gak marah kok kalau Shenna belum bisa melupakan kejadian itu. Shenna gak mau nyentuh dapur apalagi kompor. Ibu maklumi trauma kamu.”

“Yaudah, ayo kita berangkat Bu.” Lisa mengangguk. Beliau mengunci pintu rumah. Shenna menstater motornya, kemudian menjalankannya menuju pasar terdekat. Pasar yang menjadi tempat ia dan Ibunya mencari pundi-pundi uang untuk menyambung hidup.

***

Shenna menaruh telur-telur ke dalam timbangan untuk ditimbang. Di sebelahnya, Lisa sedang memilih sayuran yang masih nampak segar untuk dijual kembali di warung sederhana depan rumah. Hasilnya memang tidak besar, tetapi lumayan kalau dikumpulkan. Bisa menambah-nambah uang nanti Shenna kuliah. Lisa tahu anaknya punya cita-cita yang tinggi, maka dari itu ia selalu menyisihkan uang untuk ditabung. Kelak, saat sudah waktunya uang itu bisa digunakan untuk keperluan Shenna.

Saat sedang menunggu, Shenna merasakan ada seseorang yang mengitainya dari jarak jauh. Shenna merasa aneh, sekujur tubuhnya merinding. Dengan cepat, ia menoleh ke arah belakang. Tetapi kosong. Tidak ada siapapun. Yang ada hanya bangunan ruko tua yang ditinggal pemiliknya. Shenna menggeleng, apakah teror itu juga akan meneror Ibunya? Tidak! Selama ini, Shenna tidak pernah bercerita kalau ia selalu diteror pada Ibunya. Lisa pasti akan mengkhawatirkannya. Shenna tidak ingin menambah beban pikiran Ibunya.

Kembali menghadap ke depan, Shenna seperti merasakan ada bayangan hitam kembali mengintainya. Jujur saja, Shenna penasaran. Siapakah orang yang selalu meneror dirinya. Kenapa orang itu tahu setiap detiknya Shenna ada di suatu tempat? Mengapa juga harus Shenna yang menjadi sasarannya?

Menoleh, Shenna mendapati bayangan hitam itu berlari cepat. Shenna terengah, napasnya memburu. Orang itu benar-benar mengganggu hidupnya. Shenna berpamitan pada Ibunya, ke toilet. Shenna segera pergi saat Lisa mengangguk dan berkata agar Shenna cepat kembali. Shenna langsung berlari, menyusul kemana bayangan hitam tadi pergi. Yang pasti, dia mengalah ke luar pasar. Shenna meminta maaf saat menabrak seseorang. Ia mengejar seseorang. Shenna kehilangan jejak saat di pertigaan jalan. Napasnya tersengal-sengal. Shenna menyandarkan dirinya ke arah tembok. Tidak memikirkan bajunya akan kotor karena banyak noda bandel di tembok pasar. Shenna mengumpat. Lain kali, dia harus lebih gesit daripada ini. Dia harus mendapatkan orang itu. Setidaknya ia harus tahu, mengapa ia selalu diteror. Apa kesalahannya.

“Shenna?” jantung Shenna hampir copot mendengar suara yang begitu dekat dengannya. Dari arah belakang, Peter menepuk bahunya.

“Beneran Shenna kan? Lo ngapain disini?” tanya Peter bingung. Di tangan kiri, dia menenteng plastik belanjaan. Sepertinya daging dan beberapa rempah bumbu. Shenna menatap Peter yang hanya memakai kaus hitam dan juga celana training hitam. Jelas sekali kalau Peter juga baru saja bangun tidur. Wajahnya masih nampak sembab bangun tidur. “Peter?”

“Na, lo ngapain disini?”

“Oh, nganter Ibu gue belanja. Lo sendiri ngapain disini?” tanya balik Shenna. Dia masih melirik ke arah parkiran, tetapi tidak ada seseorang yang ia curigai. Semuanya nampak normal-normal saja.

“Dugem,” jawab Peter. Dahi Shenna berkerut. “Dugem?”

Tangan Peter terangkat, mengacak rambut Shenna gemas. “Dugem sama ayam-ayam nih, barusan,” katanya sambil mengangkat plastik yang ternyata berisi daging ayam mentah. Shenna tersenyum kecil. Ada-ada saja tingkah Peter. Shenna berdebar, saat tangan Peter terangkat menyentuh rambutnya tadi. Mengapa bisa? Mengapa Shenna merasakan itu? Tidak seperti saat Sanggi yang menyentuhnya. Shenna pasti merasa tidak nyaman, dan langsung menepis tangan Sanggi.

Mengapa dengan Peter berbeda?

“Lo belanja? Emangnya bisa masak?” tanya Shenna, Peter terkekeh. “Lo ngeremehin gue?”

“Yah.. Gak gitu. Kan lo cowok. Gak biasanya cowok suka di dapur,” jawab Shenna. Ia gugup, jangan sampai Peter mendengar degupan jantungnya yang menggila ini. Shenna benar-benar malu sekarang. Dia terpekur.

Apa Shenna menyukai Peter?

Ah, tidak! Tidak mungkin kan?

“Gak bisa dibilang bisa juga, tapi oke lah kalau buat makan sendiri. Nanti lo harus coba masakan gue ya, Na.” Peter bersuara.

“O-oke. Yang enak ya, Mas! Awas aja nggak enak!” balas Shenna.

“Shenna! Ibu cariin ternyata disini. Lho, ada Nak Peter juga?” Lisa datang dengan tas belanjaan yang sudah penuh. Beliau tersenyum saat melihat Peter. Peter membalas senyum. “Iya nih, Tante.”

“Wahh, belanja juga ya? Keren banget!” puji Lisa saat melihat Peter juga membawa barang belanjaan.

“Tante bisa aja.” Peter terkekeh.

Shenna tidak tahan mendengar pujian-pujian lain dari Ibunya untuk Peter. Peter terlihat salah tingkah dipuji demikian. Shenna takut Peter tidak nyaman. Maka dari itu, Shenna mengajak Ibunya pulang. Peter mengangguk. Dia akan menyusul, masih ada barang yang harus dia beli lagi.

Shenna dan Lisa pun pamit duluan. Peter melambai pada mereka dan kembali masuk ke dalam pasar.

Di dalam perjalanan pulang, Shenna masih memutar otak. Sebenarnya siapa orang tadi? Dan.. Apa ada hubungannya dengan Peter?

“Ah, nggak mungkin. Dari arahnya tadi aja, mereka beda arah. Lagian apa yang buat Peter jahatin gue?” suara Shenna lirih.

“Siapa sih dia?” terka Shenna begitu penasaran.

***

Follow akun kami
artharpuspita12
bagas_syptr

See you soon! ❤

[TGS 3] SHENNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang