39✳ GENGGAMAN

856 97 5
                                    

39✳ GENGGAMAN

Mungkin saja aku tidak dapat mengerti apa yang kamu rasakan.
Tetapi anggap saja genggaman ini rasa peduliku.
Meski aku tahu sebenci apapun dirimu terhadapku.

— Shenna Alianza —

***

KABAR buruk di hari senin ini. Seharusnya Rakha sudah berangkat ke sekolah, mengumpulkan semua tugas-tugas praktiknya. Rakha terdiam di depan pintu rumah saat mobil mini cooper  berwarna merah milik Zidan berhenti. Zidan tidak datang sendiri. Dia datang dengan Abela—istri barunya dan Beni, anak bawaan Abela dengan suami sebelumnya. Rakha tidak tahu pasti, yang jelas Beni masih duduk di bangku sekolah dasar. Anak itu menatapnya, mungkin bingung. Rakha memang tidak akrab dengan keluarga istri baru Zidan. Rakha tidak peduli. Anggap saja dia tidak ada. Rakha memang mengakui, dia hidup di bawah naungan Zidan. Tapi Rakha tidak takut kalau Zidan sampai mengeluarkannya dari rumah ini. Rakha sudah siap. Dia akan pergi menjauh dari sini.

“Rakha, kamu sudah mau berangkat?” sapa Abela manis. Tetapi Rakha tidak pernah bisa membalas sikapnya dengan manis. Ini terlalu menyakitkan untuknya. Rakha mengacuhkannya, dia berjalan sebelum suara Zidan membuatnya berhenti.

“Kamu nggak usah sekolah hari ini. Mama Abel mau tinggal sementara disini. Tapi, Papa berniat akan tinggal disini lagi. Dengan Abel dan Beni.” suara Zidan langsung membuat Rakha menatapnya tajam. Dia tertawa meremehkan. “Apa? Rakha gak salah dengar? Tinggal disini? Nggak!”

“Kamu apa-apaan, Rakha? Ini rumah Papa, Papa berhak tinggal disini.”

“Serius? Aku nggak bodoh. Ini rumah Mama! Mamaku! Papa nggak punya hak tinggal disini, apalagi bawa dia!” tunjuk Rakha pada Abel. Abel memeluk Beni erat. Sudah lama mereka tidak bertemu, ternyata Rakha masih sangat membencinya. Abel berusaha menenangkan Zidan, tetapi suaminya itu memang mudah sekali tersulut emosi.

“Mamamu itu sudah nggak ada, toh jatuhnya pun ke Papa kan?”

“Tidak akan saya biarkan.” Rakha tidak pernah memberontak, kecuali jika sudah bersangkutan dengan almarhumah Mamanya.

“Apa peduli saya? Kamu mau larang saya pun nggak ada gunanya!” gertak Zidan. Pagi-pagi sudah membuat keributan, membuat para PRT keluar rumah untuk melihat kejadian itu. Rakha menggeleng. Dia mendekati Zidan hingga Zidan dapat merasakan hembusan napas tak beraturan sang putra.

“Saya berhak, saya putra Zeva! Almarhumah Mama pasti nggak akan senang Anda datang kemari membawa kelurga baru Anda.”

“Rakha!”

“Apa? Mau nampar? Tampar aja! Biar semua orang tahu, kalau Papa bukan Papa yang baik!” teriak Rakha, kemudian menatap Abel nyalang. “Biar istri Papa ini tahu, kalau suaminya setega itu sama anaknya sendiri. Gimana sama orang lain?”

Abel menggeleng saat tatapan Rakha jatuh pada putranya yang terlihat ketakutan pada dua orang yang saling berteriak itu.

“Mas, sudah. Kita ke apartemen saja ya? Biarkan Rakha pergi ke sekolahnya sekarang. Pasti dia sudah kesiangan,” tutur Abel melerai perdebatan itu.

Rakha mengangkat bahunya acuh.

“Kamu emang anak nggak tau diri, sudah saya besarkan malah ngelunjak!” ucapan menohok Zidan tak hanya sampai sana. Rakha mengenggam erat kunci motornya sampai ia yakin sedikit menancap di telapak tangannya.

[TGS 3] SHENNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang